TEMPO.CO, Jakarta - Kematian aktris muda Kim Sae Ron mengejutkan dunia hiburan Korea Selatan. Pada 16 Februari 2025, di usianya yang masih 24 tahun, ia ditemukan tak bernyawa di kediamannya di Seoul, yang mengundang spekulasi mengenai faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kondisi mentalnya, termasuk perundungan.
Beberapa tahun sebelumnya, Kim Sae Ron sempat terlibat dalam kecelakaan lalu lintas akibat mengemudi dalam keadaan mabuk, yang menjadi sorotan media. Setelah itu, dia terus mendapat kritik pedas dari masyarakat, terutama di dunia maya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepergian Kim menambah daftar panjang tragedi yang dialami selebritas Korea Selatan, termasuk Sulli dan Goo Hara, yang sebelumnya juga meninggal dalam kondisi serupa yang diduga akibat tekanan dari perundungan daring.
Apa Itu Cyberbullying?
Cyberbullying atau perundungan daring adalah bentuk perundungan yang terjadi melalui platform digital, seperti media sosial, pesan instan, atau aplikasi lainnya. Berbeda dengan perundungan fisik, menurut UNICEF, cyberbullying terjadi secara virtual dan bisa berlangsung tanpa batas waktu atau tempat, yang menjadikannya lebih sulit untuk dihindari.
Dalam kasus Kim Sae Ron, dia menjadi sasaran komentar negatif yang terus berlanjut, meskipun ia telah mengungkapkan penyesalan atas tindakannya di masa lalu. Perundungan ini muncul dalam bentuk kritik berlebihan, penyebaran rumor, hingga komentar tentang penampilan atau kehidupan pribadinya, yang semakin memperburuk kondisi psikologisnya.
Cyberbullying memberi dampak psikologis yang berbahaya, yang jika tidak ditangani dengan benar, dapat berujung pada kejadian yang tidak diinginkan, seperti yang kita saksikan pada Kim Sae Ron dan selebritas lainnya.
Upaya Hukum dalam Mengatasi Cyberbullying
Di Korea Selatan, isu perundungan daring telah menjadi perhatian serius, terutama setelah beberapa selebritas mengalami perundungan yang berujung pada tragedi. Salah satu bentuk upaya yang dilakukan adalah pengusulan RUU Sulli, yang bertujuan mengatur dan membatasi penyebaran komentar negatif di dunia maya. Namun, hingga saat ini, RUU tersebut belum berhasil disahkan.
Proses legislatif yang panjang ini menunjukkan tantangan besar dalam menangani perundungan daring melalui jalur hukum. Sementara itu, platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Twitter sudah mulai menyediakan fitur untuk melaporkan perilaku bullying dan komentar jahat, yang dapat dihapus atau disaring untuk melindungi pengguna.
Sayangnya, meskipun ada langkah-langkah seperti ini, tantangan besar tetap ada. Sebagian orang merasa bahwa perlindungan yang ada masih belum cukup untuk menanggulangi dampak negatif dari cyberbullying.
Salah satu hal yang masih menjadi perhatian adalah bagaimana menyeimbangkan kebebasan berbicara dengan perlindungan terhadap korban perundungan, yang seringkali sulit diatur dengan jelas.
Beberapa platform juga mengimbau penggunanya untuk menjaga privasi akun mereka dengan lebih bijak, seperti mengatur siapa saja yang dapat melihat atau mengomentari postingan mereka. Upaya seperti ini diharapkan dapat mencegah semakin banyaknya korban perundungan daring.
Meskipun ada langkah-langkah hukum yang diambil untuk melawan cyberbullying, masih banyak yang harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan mendukung.
Kematian Kim Sae Ron kembali menegaskan pentingnya memberikan perlindungan bagi siapa saja, termasuk selebritas, agar mereka tidak menjadi korban perundungan yang merusak. Diperlukan kesadaran bersama dari masyarakat dan penguatan aturan agar kejadian-kejadian tragis serupa bisa dihindari di masa depan.
Adinda Jasmine turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.