KPK Yakini PDIP tidak akan Intervensi Penanganan Kasus Hasto

21 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto meyakini Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan kooperatif dalam kasus dugaan penyuapan yang melibatkan sekretaris jenderalnya, Hasto Kristiyanto

“Saya yakin tidak akan ada intervensi sebagaimana kondisi di lapangan saat ini,” kata Tessa dalam jumpa pers di gedung KPK, Selasa, 7 Januari 2025. Dia juga percaya PDIP akan menaati proses penegakan hukum seperti yang disampaikan oleh tim hukum Hasto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tessa mengatakan penyidikan hingga saat ini berjalan lancar. Penyidik juga telah menggeledah kediaman Hasto untuk mengumpulkan barang bukti. Penggeledahan itu berlangsung pada Selasa siang, di rumah Hasto yang berlokasi di Jalan Asri 7, Taman Villa Kartini, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.  “Dan pastinya penyidik juga akan menjadwal ulang pemeriksaan terhadap saudara HK,” ujar Tessa.

KPK mengumumkan penetapan Hasto pada Selasa siang, 24 Desember 2024 lalu. Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap yang melibatkan politikus PDIP, Harun Masiku, terhadap Komisioner KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Hasto sedianya akan diperiksa pada Senin kemarin. Namun, pemeriksaan batal terlaksana karena Hasto beralasan sudah memiliki agenda lain. 

Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan Hasto memiliki peran vital dalam kasus suap tersebut. Hal itu disampaikan Setyo saat mengumumkan penetapan Hasto sebagai tersangka.

Hasto diduga membantu pelarian Harun Masiku. Harun adalah kader PDIP yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini. Hingga kini Harun masih menjadi buronan.

Berdasarkan penyidikan KPK, menurut Setyo, Hasto berperan mulai dari menyediakan uang suap. KPK menemukan sumber uang suap tersebut dari Hasto. "Uang suap sebagian dari HK, itu dari hasil yang sudah kami dapatkan saat ini," kata Setyo.

Kasus suap Harun Masiku terhadap Wahyu Setiawan ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Wahyu dan beberapa kader PDIP pada 8 Januari 2020. Wahyu diduga menerima suap untuk memuluskan proses penggantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dari PDIP di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1.

Proses PAW itu berawal ketika calon legislator PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal tiga pekan sebelum pencoblosan pada Pemilu 2019. Nazarudin merupakan caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak di dapil itu di Pemilu 2019. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pemilu, pengganti caleg meninggal atau alasan lain adalah calon legislator peraih suara terbanyak berikutnya di dapil bersangkutan, yaitu Riezky Aprilia.

Namun, PDIP meminta KPU menggantinya dengan calon pilihan partai, yaitu Harun Masiku. Harun adalah peraih suara urutan kelima di Dapil Sumatera Selatan 1 pada Pemilu 2019. Untuk memuluskannya, pihak PDIP lantas melobi komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan.

Permohonan PDIP itu berakhir kandas pada 7 Januari 2020. Tapi uang dugaan suap untuk memuluskan proses PAW sudah diberikan kepada Wahyu Setiawan. Setelah memastikan aliran uang, KPK menangkap Wahyu dan kader PDIP Saeful Bahri.

KPK juga hendak menangkap Harun Masiku dalam operasi penangkapan tersebut. Tapi Harun Masiku kabur ke arah kampus Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia pun menghilang di kampus kepolisian tersebut. Hingga saat ini, Harun Masiku berstatus sebagai buronan KPK. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |