TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja Yassierli mengatakan belum ada keputusan penetapan Upah Minimum Provinsi alias UMP 2025. Pemerintah Prabowo menargetkan paling lambat, formula untuk UMP bisa selesai pada awal Desember 2024.
“Jadi tadi saya sampaikan, ini kondisinya kan memang berbeda dengan adanya keputusan. Tunggu aja, saya punya target akhir bulan ini. Ya paling lambat awal bulan depan ya,” kata Yassierli di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 25 November 2024, usai rapat internal dengan Presiden Prabowo.
Yassierli mengatakan belum banyak yang bisa diomongkan dari hasil diskusinya dengan Prabowo soal UMP. Guru Besar di Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung hanya menekankan bahwa Pemerintah mengikuti putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 dan menerima aspirasi semua pihak, termasuk buruh.
“Ya mencari titik temunya itu nanti dengan juga memperhatikan kondisi kita saat ini ya, kondisi ekonomi dan segalanya lah,” kata Yassierli.
Kementerian Tenaga Kerja menunda tanggal penetapan UMP maupun upah minimum kabupaten/kota (UMK) untuk tahun 2025. Semula, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, upah minimum 2025 akan ditetapkan pada Kamis, 21 November 2024.
Batalnya penetapan UMP 2025 ditengarai menunggu kembalinya Presiden Prabowo dari dinas di luar negeri. Prabowo mengakhiri kunjungan kerja kerja selama 21 hari pada Ahad, 24 November 2024.
'Terjepit' di Tengah Tuntutan Buruh dan Usulan Pengusaha
Yassierli mengungkapkan, pihaknya telah menampung usulan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) soal upah minimum pada industri tertentu termasuk industri padat karya.
"Mereka menyampaikan concern terkait dengan ada beberapa jenis industri yang sedang mengalami kesulitan finansial mohon diperhatikan, kemudian ya biasa lah terkait kondisi ekonomi, daya serap investasi dan seterusnya, nanti kita pertimbangkan," ujarnya.
Ia menjelaskan, belum ada keputusan terkait usulan upah minimum industri padat karya yang diajukan Apindo. Dalam pertemuan sekitar satu jam lebih itu, diakuinya belum ada keputusan apapun dan lebih didominasi menampung usulan.
Soal isu pembagian dua kategori pengupahan dalam Permenaker penetapan UMP 2025, ia juga menampik hal tersebut dan menyebut hal itu hanya sebagai bahan diskusi.
"Enggak (pembagian dua kategori pengupahan) itu diskusi-diskusi awal, esensinya kan kita ingin melindungi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan finansial, caranya seperti apa, ternyata tidak sesederhana memisahkan padat karya dengan padat modal," katanya.
Namun fokus atau maksud dari hal tersebut adalah Kemnaker ingin meningkatkan penghasilan pekerja dengan tetap memperhatikan daya saing usaha.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam mengatakan, dalam pertemuan dengan Menaker, Apindo membahas soal peningkatan produktivitas serta upah.
Apindo juga mengajukan beberapa usulan soal industri padat karya, agar investor padat karya di Indonesia tetap tumbuh.
"Kita menyampaikan saja, bahwa perlu ada pertimbangan-pertimbangan lah. Supaya padat karya ini juga tetap berinvestasi di Indonesia," katanya.
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyerukan kepada Presiden Prabowo untuk menetapkan kebijakan kenaikan upah minimum 2025 sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 168/PUU-XXI/2023.
Keputusan MK tersebut membatalkan sejumlah norma dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja terkait pengupahan dan mengamanatkan penetapan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (α), tanpa diskriminasi sektor industri.
Buruh menolak rancangan Permenaker yang mengusulkan kategori upah minimum berbeda untuk sektor padat karya dan padat modal. Mereka juga menentang mekanisme negosiasi bipartit di tingkat perusahaan untuk menentukan upah minimum, yang dianggap bertentangan dengan keputusan MK. Buruh meminta Presiden Prabowo memprioritaskan kesejahteraan pekerja dalam kebijakan pengupahan sambil menjaga stabilitas ekonomi nasional.