LPS Godok Program Penjaminan Polis Asuransi, Target Aktivasi Sebelum 2028

2 hours ago 10

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah mematangkan Program Penjaminan Polis (PPP) sebagai instrumen perlindungan bagi pemegang polis sekaligus penopang stabilitas sistem keuangan nasional. Program ini diharapkan dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi yang sempat terguncang akibat sejumlah kasus gagal bayar.

“Sebagai contoh, di Korea Selatan, Kanada, Inggris, dan Malaysia, penerapan PPP juga terbukti meningkatkan kepercayaan publik, mempercepat penanganan asuransi gagal, serta memperkuat stabilitas sektor asuransi,” ujar Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis LPS, Ferdinan D. Purba, dalam acara Chief Operation Officer (COO) Summit 2025 yang digelar Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Bandung, Kamis (6/11/2025).

Ferdinan menjelaskan, PPP merupakan bagian dari kerangka recovery & resolution yang komprehensif untuk menghadapi skenario terburuk ketika perusahaan asuransi gagal. Program ini juga menjadi elemen penting dalam financial safety net nasional agar proses resolusi asuransi berjalan lebih efektif.

Menurut dia, PPP memiliki peran strategis yang serupa dengan Program Penjaminan Simpanan (PPS) di sektor perbankan. PPS terbukti meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, yang berdampak pada naiknya dana pihak ketiga setelah LPS beroperasi.

“Rata-rata pertumbuhan dana pihak ketiga meningkat dari 7,7 persen sebelum LPS beroperasi menjadi 15,3 persen setelah LPS beroperasi,” jelasnya.

Hal serupa juga terlihat di Malaysia, di mana setelah PPP diaktifkan, pertumbuhan pendapatan premi naik dari rata-rata 5,5 persen menjadi 9,7 persen. “Ini menunjukkan korelasi positif antara penjaminan polis dan peningkatan kinerja industri asuransi,” kata Ferdinan.

LPS menargetkan PPP dapat diaktivasi sebelum tahun 2028. Saat ini, lembaga tersebut tengah menyusun kebijakan pelaksanaan PPP dan mekanisme resolusi perusahaan asuransi, termasuk asuransi syariah.

“Apabila prasyarat dapat dicapai sesuai target waktu, perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum perlu bersiap untuk melakukan registrasi kepesertaan PPP pada triwulan III tahun 2026,” ujarnya.

Ia menambahkan, koordinasi antara LPS dan OJK menjadi faktor kunci, terutama dalam pertukaran data asuransi. LPS menargetkan sistem Sarana Pertukaran Informasi Terintegrasi (SAPIT) antara kedua lembaga dapat go-live pada 2025.

Desain PPP dirancang berdasarkan praktik terbaik internasional dan prinsip global. Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) disebut menjadi momentum penting memperkuat kerangka PPP di Indonesia.

Mandat LPS sebagai risk minimizer diharapkan mampu meningkatkan efektivitas fungsi penjaminan dan resolusi untuk melindungi pemegang polis sekaligus menjaga stabilitas industri. “Cakupan dan nilai maksimum penjaminan perlu dibatasi untuk meminimalkan biaya penanganan asuransi dan mencegah moral hazard,” tutur Ferdinan.

Ia menjelaskan, LPS juga tengah mengkaji produk atau lini usaha yang akan dijamin berdasarkan karakteristik produk, loss ratio, dan pangsa pasar. Dari sisi iuran, LPS mempertimbangkan opsi premi berbasis risiko sebagai insentif bagi perusahaan yang menerapkan manajemen risiko yang baik.

“Mayoritas otoritas penjamin polis di dunia masih menerapkan premi tetap atau flat, namun Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara yang mendorong pendekatan berbasis risiko di masa depan,” kata Ferdinan.

Salah satu elemen penting PPP adalah ketersediaan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung, dan peserta, yang akan menjadi dasar bagi LPS dalam menentukan polis yang berhak mendapat penjaminan. “UU P2SK mewajibkan perusahaan asuransi menyampaikan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung, dan/atau peserta kepada LPS,” ujarnya.

LPS juga memperkuat kerja sama dengan asosiasi industri untuk mempercepat implementasi PPP. Pada 18 Oktober 2025, lembaga tersebut menandatangani nota kesepahaman dengan AAJI, AAUI, AASI, dan AAMAI. Kolaborasi ini mencakup penyediaan tenaga ahli, pelatihan, edukasi publik, serta riset terkait industri asuransi.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |