TEMPO.CO, Jakarta - Mary Jane Veloso, warga Filipina yang dibebaskan dari eksekusi mati atas tuduhan perdagangan narkoba di Indonesia pada 2015, akan pulang setelah bertahun-tahun negosiasi antara dua negara tetangga di Asia Tenggara tersebut.
“Setelah lebih dari satu dekade melakukan diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami berhasil menunda eksekusinya. Cukup lama hingga mencapai kesepakatan yang akhirnya membawanya kembali ke Filipina,” Presiden Ferdinand Marcos Jr pada Rabu, 20 November 2024.
1. Syarat
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pengakuan status terpidana, Mary Jane, di Indonesia, kata Yusril, menjadi salah satu syarat pemindahan.
"Pertama, mengakui dan menghormati putusan final pengadilan Indonesia dalam menghukum warga negaranya yang terbukti melakukan tindak pidana di wilayah negara Indonesia," kata Yusril melalui keterangan tertulis pada Rabu, 20 November 2024.
Kedua, kata Yusril, narapidana yang kembali ke negara asal juga harus menjalani sisa hukumannya di sana. Yusril mengatakan, Pemerintah Filipina harus memastikan Mary Jane akan menjalani sisa hukuman.
Ketiga, Yusril, menyampaikan Pemerintah Filipina juga harus bersedia memfasilitasi pemindahan, Mary Jane, dari Indonesia. Menurut Yusril, biaya pemindahan dan pengamanan selama pemindahan tahanan menjadi tanggungan negara yang mengajukan permohonan pindah.
2. Pembinaan Kewenangan Filipina
Yusril Ihza Mahendra menyampaikan pembinaan tahanan setelah proses pemindahan akan menjadi kewenangan Filipina.
"Dalam kasus Mary Jane, yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, mungkin saja Presiden Marcos akan memberikan grasi dan mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup. Mengingat, pidana mati telah dihapuskan dalam hukum pidana Filipina," ujar Yusril pada Rabu, 20 November 2024.
3. Momentum untuk Menghapus Hukuman Mati
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI menyebut pemerintah perlu mengkaji ulang semua vonis mati buntut kabar pemindahan terpidana Mary Jane Veloso kembali ke Filipina.
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan, keputusan ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk mencabut hukuman mati dari sanksi hukum pidana. “Pemerintah harus segera me-review ulang seluruh terpidana mati dan mengalihkan hukuman matinya menjadi hukuman seumur hidup,” kata Isnur ketika dihubungi Tempo pada Rabu, 20 November 2024.
Menurut dia, pemerintah perlu meninjau ulang seluruh perkara yang mengandung unsur unfair trial. “Yang tidak benar dalam prosesnya, sesat dalam peradilannya, untuk di-review ulang semuanya dan diberikan pengampunan oleh pemerintah atau amnesti,” ucapnya.
4. Belum Ada Kesepakatan Pemulangan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menyatakan belum ada kesepakatan untuk membebaskan terpidana mati Mary Jane Veloso.
“Saat ini belum ada kesepakatan pembebasan dan/atau pemulangan Mary Jane Veloso ke Filipina,” kata Ketua Kelompok Kerja Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Deddy Eduar Eka Saputra dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 20 November 2024.
Deddy menjelaskan, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, sempat mengadakan pertemuan dengan Duta Besar Filipina untuk Indonesia, Gina Alagon Jamoralin, pada 11 November 2024. Salah satu isi pertemuan tersebut membahas penyelesaian masalah hukum, Mary Jane Veloso, yang divonis mati di Indonesia.
5. Menjalani Hukuman di Filipina
Kementerian Luar Negeri Filipina menanggapi kabar kepulangan, Mary Jane Veloso, ke negara asalnya. Setelah dipulangkan ke negara asalnya, Mary, akan tetap menjalani hukumannya dengan fasilitas di Filipina.
"Kementerian Luar Negeri ingin mengonfirmasi bahwa pemerintah Filipina dan Indonesia telah terlibat dalam diskusi mengenai kemungkinan pemindahan, Mary Jane Veloso, ke Filipina untuk menjalani hukumannya di fasilitas Filipina," keterangan dikutip dari situs web dfa.gov.ph pada Selasa, 19 November 2024.
ERVANA TRIKARINAPUTRI | SULTAN ABDURRAHMAN | AMELIA RAHIMA SARI | SITA PLANASARI