MK Terima 280 Permohonan Sengketa Pilkada 2024, Suhartoyo: Belum Sesuai Prediksi

4 weeks ago 24

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 280 gugatan sengketa hasil pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 per Jumat, 13 Desember 2024 atau H-5 menjelang penutupan pendaftaran perkara.

Berdasarkan informasi yang tertera di laman resmi MK, jumlah permohonan gugatan paling banyak datang dari pemilihan bupati, yaitu sebanyak 217 permohonan. Lalu disusul oleh pemilihan wali kota sebanyak 47 permohonan, dan 16 permohonan untuk pemilihan gubernur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Permohonan gugatan untuk kategori pemilihan gubernur terbaru datang dari pilkada Papua Barat Daya. Gugatan tersebut terdaftar atas nama pemohon Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw. Perkara ini terdaftar pada Kamis, 12 Desember 2024, pukul 22.40 WIB.

Abdul-Petrus merupakan pasangan calon nomor urut 1 dari empat pasangan calon yang bertarung di pemilihan gubernur provinsi pecahan Papua Barat itu.

Belum sesuai prediksi

Ketua MK Suhartoyo mengatakan, jumlah permohonan sengketa hasil pilkada hingga Kamis malam tersebut belum sesuai dengan prediksi.

"Setiap punya event (kegiatan) itu ‘kan selalu punya proyeksi jumlah. Akan tetapi, ya, selama ini ‘kan mendekati saja, tidak selalu tepat, bisa kurang dan bisa lebih," ujar Suhartoyo saat ditemui di Gedung I MK, Jakarta, Kamis malam, 12 Desember 2024, dikutip dari Antara.

Menurut Suhartoyo, penyebab jumlah permohonan sengketa pilkada yang belum sesuai dengan prediksi itu bisa bervariasi. Masing-masing pihak memiliki argumentasi tersendiri.

"Mungkin di antara mereka sudah ada secara legawa menerima kekalahan. Bisa jadi karena memang tidak mau memperpanjang persoalan sehingga dia harus menerima kenyataan itu. Mestinya ditanyakan kepada pihak-pihak yang bersangkutan itu," ucapnya.

Suhartoyo mengatakan, kondisi ini tidak bisa serta-merta dimaknai sebagai bentuk penurunan minat masyarakat bersengketa di MK.

"Belum bisa dikatakan seperti itu karena ‘kan pilkada serentak itu baru terjadi sekarang ini," ujarnya.

Meski begitu, Suhartoyo belum bisa memastikan bertambah atau tidaknya permohonan sengketa pilkada, mengingat pendaftaran akan resmi berakhir pada tanggal 18 Desember 2024.

Selain itu, MK juga masih bisa menerima permohonan yang didaftarkan lewat dari batas waktu. Dalam hal ini, MK tidak boleh menolak perkara yang didaftarkan masyarakat.

"Prinsipnya 'kan pengadilan tidak boleh menolak perkara. Nanti tetap kami proses. Nanti akan dipertimbangkan oleh hakim apakah permohonan memenuhi syarat formal atau tidak," katanya.

Sebelumnya, Suhartoyo memprediksi akan ada lebih dari 300 perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota pada tahun 2024. Proyeksi tersebut karena mengingat banyaknya pasangan calon kepala daerah pada tahun ini.

"Kalau proyeksinya sekitar 300. Mungkin akan lebih, bisa kurang. Akan tetapi, karena memang ini pasangannya ‘kan ribuan, bisa jadi bisa lebih, ya," kata Suhartoyo di Jakarta, Senin, 25 November 2024.

Suhartoyo mengemukakan bahwa jumlah perkara yang masuk bergantung pada kepercayaan publik terhadap MK. Setiap pasangan calon berhak memilih untuk mendaftarkan atau tidak mendaftarkan sengketa hasil pilkada ke MK.

"Orang mengajukan gugatan di MK ini 'kan bagaimana record (pengalaman) MK dalam menangani sengketa pilpres dan pileg. Kalau mereka masih yakin, mungkin akan membawa persoalan pilkada ke MK. Akan tetapi, kalau mereka memilih untuk tidak membawa ‘kan itu pilihannya masing-masing pasangan calon," kata Suhartoyo.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |