Pemerintah Paparkan Arah Baru Kebijakan Fiskal 2026 di Tengah Fragmentasi Global

4 days ago 23

(Beritadaerah-Jakarta) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan arah kebijakan fiskal dan fondasi ekonomi makro Indonesia tahun 2026 dalam Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (20/05), dengan sorotan utama pada tantangan baru yang ditimbulkan oleh transformasi besar dalam tata kelola global.

Menurut Menkeu, dunia kini menghadapi perubahan yang mendalam dan mengguncang, di mana era keterbukaan dan kerja sama antarnegara semakin tergantikan oleh fragmentasi geopolitik dan rivalitas antar kekuatan ekonomi. Fenomena seperti proteksionisme dan kebijakan nasionalistik (“my country first”) telah mengikis semangat multilateralisme yang sejak lama menopang tatanan dunia pasca-Perang Dunia II.

“Perubahan ini memicu gangguan serius pada rantai pasok global, meningkatkan risiko dan biaya perdagangan internasional, serta menciptakan tekanan terhadap stabilitas ekonomi banyak negara, termasuk Indonesia,” ungkap Sri Mulyani.

Situasi global yang tidak menentu menyebabkan penyesuaian proyeksi ekonomi ke arah yang lebih moderat. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 hanya sebesar 2,8%, sedangkan ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh 4,7% untuk 2025–2026, mengalami revisi penurunan sebesar 0,4%.

Untuk merespons tantangan tersebut, Pemerintah terus melakukan reformasi struktural melalui penyederhanaan regulasi, penguatan iklim usaha, serta mempercepat investasi strategis. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga digunakan sebagai alat utama untuk meredam tekanan eksternal, menjaga stabilitas, dan tetap mendukung roda pembangunan nasional.

Arah Kebijakan Fiskal 2026: Menuju Indonesia Mandiri dan Tangguh

Kebijakan fiskal tahun 2026 dirancang untuk mendukung ketahanan nasional melalui penguatan sektor pangan, energi, dan ekonomi domestik. Insentif fiskal akan difokuskan pada sektor-sektor strategis yang mempercepat transformasi ekonomi nasional. Pemerintah menargetkan rasio pendapatan negara terhadap PDB berada di kisaran 11,71%–12,22%, dan belanja negara di kisaran 14,19%–14,75% dari PDB, dengan defisit fiskal dikendalikan antara 2,48%–2,53%.

Efisiensi dan efektivitas anggaran tetap menjadi prioritas, dengan pergeseran belanja ke arah produktif dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pemerintah juga mengantisipasi dinamika ekonomi dengan proyeksi makro sebagai berikut:

  • Pertumbuhan ekonomi: 5,2% – 5,8%
  • Suku bunga SBN 10 tahun: 6,6% – 7,2%
  • Nilai tukar Rupiah: Rp16.500 – Rp16.900 per USD
  • Inflasi: 1,5% – 3,5%
  • Harga minyak mentah Indonesia: USD60 – USD80 per barel
  • Lifting minyak: 600 – 605 ribu barel per hari
  • Lifting gas: 953 – 1.017 ribu barel setara minyak per hari

Target Sosial 2026: Penguatan Fondasi Kesejahteraan

Dalam dimensi kesejahteraan, pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan ke level 6,5%–7,5% dan pengangguran terbuka ke kisaran 4,44%–4,96%. Rasio ketimpangan (Gini Ratio) diharapkan menyempit menjadi 0,377 – 0,380, dan Indeks Modal Manusia ditingkatkan menjadi 0,57 dari sebelumnya 0,56.

Dengan kebijakan yang terukur dan berbasis data, pemerintah optimistis dapat mengarahkan Indonesia untuk tetap tumbuh berkelanjutan dan berdaya saing tinggi di tengah gelombang perubahan global yang penuh tantangan.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |