TEMPO.CO, Jakarta - Pada mulanya, Korea adalah negara yang utuh dengan sejarah panjang dan budaya yang sama. Namun, setelah Perang Dunia II, Korea terbelah menjadi dua negara dengan ideologi yang sangat bertentangan: Korea Selatan yang menganut demokrasi liberal dan kapitalisme, serta Korea Utara yang berpegang teguh pada komunisme.
Pertanyaan besar yang muncul adalah, mengapa kedua Korea ini begitu berbeda dalam ideologi? Jawabannya terletak pada sejarah geopolitik yang kompleks, yang mencakup Perang Dunia II, Perang Dingin, dan intervensi dari kekuatan besar dunia seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Dilansir dari jurnal Universitas Sumatera Utara berjudul Pendekatan Ideologi dalam Hubungan Korea Selatan dan Korea Utara, karya Irwindi Famega, sebelum perpecahan, Korea adalah negara yang dijajah oleh Kekaisaran Jepang sejak tahun 1910. Penjajahan ini berakhir pada tahun 1945 ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dalam Perang Dunia II. Pada saat itu, kekuatan dunia, terutama Amerika Serikat dan Uni Soviet, mulai melihat peluang untuk mempengaruhi masa depan Korea. Semenanjung Korea kemudian dibagi di sepanjang garis lintang ke-38. Bagian utara Korea diambil alih oleh Uni Soviet, sementara bagian selatan diambil oleh Amerika Serikat.
Kedua kekuatan ini, yang mewakili dua ideologi yang berlawanan—komunisme di Uni Soviet dan kapitalisme di Amerika Serikat—mulai mengembangkan wilayah Korea yang mereka kontrol sesuai dengan kepentingan politik mereka. Di Utara, Uni Soviet membantu mendirikan rezim komunis yang dipimpin oleh Kim Il Sung, seorang tokoh yang dilatih oleh Soviet. Di Selatan, Amerika Serikat mendukung pembentukan pemerintahan Republik Korea dengan ideologi demokrasi dan kapitalisme, yang dipimpin oleh Syngman Rhee, seorang nasionalis anti-komunis.
Perang Dingin dan Pengaruhnya Terhadap Korea
Perpecahan Korea tidak dapat dilepaskan dari konteks global Perang Dingin. Pada masa ini, dunia terpecah menjadi dua blok besar: Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet dan Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Kedua blok ini tidak hanya bersaing dalam hal ideologi, tetapi juga berusaha memperluas pengaruh mereka ke berbagai belahan dunia, termasuk Asia. Semenanjung Korea menjadi medan pertempuran antara dua kekuatan besar ini.
Di Korea Utara, Kim Il Sung mendirikan Republik Demokratik Rakyat Korea pada tahun 1948 dengan dukungan penuh dari Uni Soviet. Ideologi komunisme diterapkan secara ketat, dan Kim Il Sung memusatkan kekuasaan politik serta ekonomi di bawah kendali negara. Sebaliknya, di Korea Selatan, Republik Korea dibentuk dengan dukungan Amerika Serikat. Sistem politik di Selatan menekankan pada demokrasi liberal dan kapitalisme, meskipun awalnya terdapat banyak ketidakstabilan politik.
Pecahnya Perang Korea
Dilansir dari jurnal Universitas Singaperbangsa Karawang berjudul Aliansi Keamanan Korea Selatan-Amerika dalam Menanggapi Misil Balistik Korea Utara, karya Apriyani Nur Komalasari, ketegangan antara Korea Utara dan Selatan mencapai puncaknya pada 25 Juni 1950 ketika Korea Utara, di bawah Kim Il Sung, melancarkan serangan terhadap Korea Selatan. Kim Il Sung berusaha menyatukan semenanjung Korea di bawah pemerintahan komunis. Perang Korea pun dimulai. Pada awalnya, pasukan Korea Utara, dengan bantuan dari Uni Soviet dan Tiongkok, berhasil merebut sebagian besar wilayah Korea Selatan. Namun, dengan intervensi Amerika Serikat dan pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pasukan Korea Selatan berhasil memukul mundur serangan tersebut.
Perang Korea berlangsung hingga tahun 1953, dengan jutaan korban jiwa di kedua belah pihak. Namun, tidak ada penyelesaian damai yang dicapai. Sebaliknya, kedua negara menandatangani perjanjian gencatan senjata pada tahun 1953, yang hingga hari ini masih berlaku. Perang tersebut memperkuat perpecahan Korea menjadi dua negara yang benar-benar terpisah secara ideologi dan politik.
Dampak Perang Dingin Terhadap Semenanjung Korea
Seiring dengan berjalannya waktu, Korea Utara dan Korea Selatan terus berkembang dengan ideologi yang berbeda. Korea Utara, di bawah Kim Il Sung dan keturunannya, tetap menjadi negara yang sangat tertutup dengan sistem komunis yang ketat. Kim Il Sung dan penggantinya, Kim Jong Il dan Kim Jong Un, membangun kultus individu di sekitar dinasti mereka dan mempertahankan kontrol penuh atas kehidupan politik dan ekonomi negara. Di sisi lain, Korea Selatan berkembang menjadi negara demokrasi yang kuat dan memiliki ekonomi yang sangat maju, dengan hubungan dekat dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.
Ketegangan antara kedua Korea masih sangat tinggi, bahkan setelah Perang Dingin berakhir pada tahun 1991. Korea Utara terus memperkuat militernya dan mengembangkan program nuklir yang kontroversial. Di sisi lain, Korea Selatan, dengan dukungan Amerika Serikat, terus mempersiapkan diri untuk kemungkinan serangan dari Korea Utara.
Pilihan Editor: Korea Utara Rubah Undang-undang, Resmi Sebut Korea Selatan Musuh