Pengawasan Polri Dinilai Lemah, ICJR: Prabowo Salah Pahami Fungsi Kompolnas

1 day ago 10

Presiden Prabowo Subianto, menyampaikan pengarahan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, 8 April 2025. Sarasehan ini mengangkat tema Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Perang Tarif Perdagangan, dihadiri jajaran menteri, Dewan Ekonomi Nasional, BI, OJK LPS dan pelaku ekonomi nasional | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Presiden Prabowo Subianto dinilai tidak mengerti fungsi dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan tidak paham masalah mengenai lemahnya pengawasan dan akuntabilitas pada institusi Polri.
Penilaian itu dilontarkan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyusul pernyataan Prabowo yang menyebut Kompolnas sebagai lembaga pengawasan atau oversight di atas institusi kepolisian.

Menurut ICJR, pernyataan tersebut mencerminkan pemahaman yang keliru mengenai fungsi Kompolnas dan persoalan mendasar dalam tubuh Polri. “Beliau tidak sungguh mengerti fungsi Kompolnas dan tidak menangkap masalah serius pada institusi Polri saat ini yaitu soal lemahnya pengawasan dan akuntabilitas,” kata peneliti ICJR, Iqbal Muharam Nurfahmi, dalam keterangan tertulis pada Jumat (11/4/2025).

Pernyataan Prabowo soal Kompolnas itu disampaikan saat wawancara eksklusif bersama tujuh jurnalis senior dan pemimpin redaksi media nasional, termasuk Najwa Shihab, yang berlangsung di kediamannya di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (6/4/2025). Dalam wawancara tersebut, Prabowo menyebut: “Kan, ada juga kalau tidak salah, oversight yang di atas Polri itu. Kompolnas, itu juga terdiri dari tokoh-tokoh itu, kan.”

Wawancara tersebut kemudian dikutip oleh Tempo dengan seizin Najwa Shihab, pendiri Narasi TV yang turut hadir dalam sesi tersebut.

Menanggapi hal itu, ICJR menegaskan bahwa Kompolnas bukanlah lembaga pengawas eksternal yang independen sebagaimana dimaksud dalam prinsip tata kelola yang baik. Lembaga ini hanya berperan sebagai kuasi-eksekutif dengan fungsi utama memberikan masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam penyusunan kebijakan terkait kepolisian.

Di sisi lain, pengawasan internal Polri melalui Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) juga dinilai tidak cukup memadai. ICJR menilai, Divpropam sulit menjalankan fungsi pengawasan yang efektif karena rentan terhadap konflik kepentingan serta kuatnya relasi kuasa di dalam struktur kepolisian itu sendiri. Situasi ini membuka celah impunitas dan lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan anggota Polri.

Ketiadaan pengawasan independen, lanjut ICJR, menyebabkan tidak adanya efek jera terhadap pelanggaran hukum maupun etik. Untuk itu, mereka menilai perlu dibentuk lembaga pengawasan yang benar-benar independen dan imparsial agar pengawasan terhadap Polri berjalan lebih objektif dan efektif.

Salah satu bentuk pengawasan yang didorong adalah pengawasan yudisial (judicial scrutiny) melalui lembaga peradilan, khususnya dalam hal pelaksanaan kewenangan penyidikan dan tindakan paksa yang dilakukan aparat kepolisian.

Masih dalam wawancara yang sama, Prabowo juga menyinggung soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri yang belakangan menjadi sorotan publik. Ia menyatakan akan mempelajari isi draf tersebut secara mendalam, bahkan “alinea demi alinea.” Meski begitu, ia mempertanyakan urgensi perluasan kewenangan Polri yang diatur dalam rancangan tersebut.

“Kalau dia sudah diberi wewenang cukup, ya kenapa harus ditambah?” ujar Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Menurut Prabowo, Polri sejauh ini telah diberi cukup kewenangan untuk melaksanakan tugas, termasuk dalam memberantas kejahatan seperti penyelundupan, narkoba, serta menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. “Menurut saya, kenapa kita harus mencari-cari?” tambahnya.

www.tribunnews.com

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |