TEMPO.CO, Jakarta - Insiden serangan anggota TNI terhadap warga sipil di Kecamatan Sibiru-biru, Deli Serdang pada Jumat malam, 8 November 2024 lalu menjadi perbincangan hari-hari ini. Para pelakunya diduga adalah puluhan personil Batalyon Artileri Medan (Armed) 2/105 Kilap Sumagan dari Komando Utama atau Kodam I/Bukti Barisan (BB).
Insiden ini memakan korban dari pihak sipil yakni seorang warga Desa Selamat, Deli Serdang, bernama Raden Barus, 61 tahun, tewas dan beberapa lainnya luka-luka. Terkini, Panglima Kodam atau Pangdam Bukit Barisan Letjen Mochammad Hasan meminta maaf kepada keluarga korban tewas. Ia bahkan siap menukar nyawa korban dengan nyawanya.
“Saya Letnan Jenderal TNI Mochammad Hasan Pangdam I/BB menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya atas peristiwa yang terjadi,” kata Hasan saat menghadiri proses pemakaman Raden Barus pada Senin, 11 November 2024.
“Sekali lagi atas nama keluarga besar Kodam I/BB, kami memohon maaf sebesar-besarnya, kalau pun saya harus menggantikan almarhum, saya siap untuk menggantikan sekarang, saya ikhlas, kepergian almarhum meninggalkan duka kepada keluarga,” kata Pangdam Bukit Barisan.
Sejumlah pihak turut bersuara memberikan tanggapan ihwal peristiwa yang menyebabkan seorang warga tewas dan beberapa lainnya luka-luka tersebut.
1. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan
Menko Polkam Budi Gunawan merespons soal penyerangan puluhan anggota TNI terhadap warga Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Budi mengatakan pihaknya menghargai proses hukum yang sedang berjalan.
“Dari keterangan Pangdam Bukit Barisan telah dijelaskan bahwa prosesnya akan digelar transparan. Sehingga publik bisa mengawal dan mengikuti perkembangan kasusnya,” ucap Budi di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2024.
Dia juga mengulangi pernyataan dari Pangdam Bukit Barisan yang menyampaikan akan memproses hukum pelaku dari anggota TNI yang terbukti bersalah. “Akan ditindak dan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Budi.
2. Koalisi masyarakat sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
Sementara itu, Koalisi masyarakat sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras penyerangan secara membabi buta pada Jumat malam tersebut dan mendesak agar para pelaku penyerangan segera diadili.
“Kami menilai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI tersebut tidak dapat dibenarkan dengan dalih apa pun,” ucap Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani.
Pihaknya juga mengatakan penyerangan terhadap warga yang dilakukan oleh anggota TNI di Kabupaten Deli Serdang tersebut menunjukkan kecenderungan masih kuatnya arogansi dan kesewenang-wenangan hukum (above the law) anggota TNI terhadap warga sipil.
“Para anggota TNI yang diduga melakukan serangan brutal tersebut tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum dan harus dihukum sesuai dengan perbuatannya,” ujar Julius.
3. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan
LBH Medan juga meminta Pangdam I/BB untuk mengambil tindakan tegas terhadap oknum TNI yang diduga terlibat dalam penyerangan terhadap warga di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara tersebut.
“LBH Medan mengecam keras tindakan para oknum anggota TNI Yon Armed 2/KS, diduga terlibat penyerangan yang mengakibatkan tewasnya seorang warga sipil,” kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra di Medan, Senin, 11 November 2024.
Lembaga yang konsisten memperjuangkan Hak Asasi Manusia atau HAM ini menegaskan, bahwa tindakan yang menghilangkan nyawa dan melukai banyak warga merupakan pelanggaran hak asasi, termasuk hak hidup dan hak atas rasa aman.
“Tindakan ini telah mencederai prinsip TNI sebagai pengayom rakyat, dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang melindungi hak asasi manusia di Indonesia,” kata dia.
4. Komisi I DPR RI
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin turut mengecam tindakan puluhan oknum anggota TNI yang menyerang perkampungan warga di Deli Serdang hingga mengakibatkan satu orang warga sipil tewas dan delapan warga luka berat tersebut. Pihaknya meminta Pangdam setempat untuk mengambil tindakan keras kepada prajurit yang terlibat.
“Kalau perlu beri hukuman keras kepada para Komandan Peleton, Komandan Kompi, dan Komandan Batalyon,” kata TB Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, dikutip dari Antara.
Purnawirawan Mayor Jenderal TNI itu menilai ada semacam pembiaran dari para komandan kepada prajurit bawahannya, sehingga para prajurit kurang diawasi dan tidak melaksanakan piket dengan baik.
Kronologi penyerangan anggota TNI terhadap masyarakat sipil di Deli Serdang
Berdasarkan penuturan pihak TNI, kejadian bermula saat puluhan prajurit TNI menegur dan menertibkan sejumlah anak muda dari kelompok geng motor. Namun, sejumlah warga disebut tidak terima dengan teguran dari para prajurit tersebut. Kemudian terjadi cekcok dan berujung perkelahian massal.
Sementara menurut cerita warga, penyerangan yang terjadi pada pukul 21.30 WIB itu awalnya diduga dilakukan oleh para begal yang memburu para geng motor yang masuk kampung. Para begal itu disebut menghajar setiap laki-laki yang meraka temuai. Belakangan diketahui mereka adalah prajurit Armed.
“Mereka tidak pandang bulu, setiap ada laki-laki dihajar. Makanya warga dari desa lain yang hanya kebetulan lewat juga kena,” kata Kepala Dusun III Desa Selamat, Binawati kepada media, Senin.
Para prajurit TNI itu disebut tengah mencari seorang rekannya yang hilang dan diduga disembunyikan warga. Beberapa rumah warga bahkan didobrak. Setelah para penyerang pergi, sekitar pukul 22.30 WIB, Binawati mendapat kabar, salah seorang warganya, Raden Barus, 61 tahun, ditemukan tak bernyawa.
“Ada darah keluar dari telinga sebelah kanan. Kepala bagian kirinya lembek. Mata kirinya dicolok sesuatu, sama dengan dagunya. Luka sayat di punggung kanan dan bahu kirinya memar,” tutur Binawati.
Seorang saksi mata sekaligus korban kebrutalan ini, Rofika Tarigan, usai 18, bercerita. Kepada media, dia mengaku tidak tahu permasalahan yang sebenarnya. Malam itu kebetulan dirinya baru saja keluar rumah menuju ke warung untuk membeli rokok. Saat itulah ia bertemu dengan puluhan anggota tentara.
”Saya ditarik ke luar rumah. Lalu saya dipukuli terus-menerus oleh puluhan anggota Armed. Setelah terluka, saya dibawa ke asrama Armed. Saya diperlakukan seperti penjahat, padahal saya tidak tahu apa-apa,” kata Rofika, Senin.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | DINDA SHABRINA | ANTARA