TEMPO.CO, Jakarta - Militer Israel telah menjatuhkan lebih dari 85.000 ton bom di Jalur Gaza sejak Oktober 2023, melebihi jumlah bahan peledak yang digunakan pada Perang Dunia II, Otoritas Kualitas Lingkungan melaporkan kemarin.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan untuk memperingati Hari Internasional untuk Mencegah Eksploitasi Lingkungan dalam Perang dan Konflik Bersenjata, badan yang berafiliasi dengan Otoritas Palestina ini mencatat bahwa pengeboman terus menerus telah menghancurkan lahan pertanian yang luas dan mencemari tanah dengan bahan kimia beracun, yang akan menghambat pertanian selama beberapa dekade.
Pasukan pendudukan Israel telah menggunakan berbagai senjata dan amunisi, terutama fosfor putih, yang dilarang di bawah hukum internasional oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Senjata Konvensional Tertentu. Serangan-serangan ini telah merusak komponen-komponen lingkungan hidup, yang menimbulkan ancaman besar bagi kesehatan manusia dan satwa liar.
Hal ini juga menunjukkan bahwa kerusakan infrastruktur air telah mengakibatkan air yang tercemar bocor ke dalam penampungan air tanah, yang menandakan bencana kesehatan dan lingkungan yang mengancam penduduk untuk generasi yang akan datang.
Hingga hari ke-397, Israel terus melakukan kejahatan genosida di Jalur Gaza, mengerahkan pesawat-pesawat tempurnya untuk menjatuhkan bom di atas kepala warga sipil Palestina, membantai anak-anak, dan memperparah situasi kemanusiaan yang sangat buruk dengan pengepungan yang mencekik dan krisis pengungsian massal.
Gaza masih terus diserang tanpa henti
Pengepungan dan kelaparan yang dipaksakan oleh Israel di Gaza utara, khususnya di kamp pengungsi Jabalia dan Beit Lahia, telah menghancurkan daerah tersebut selama 33 hari berturut-turut, di tengah penembakan artileri dan serangan udara yang intens serta isolasi total distrik tersebut dari wilayah lain di Jalur Gaza.
Koresponden Al Mayadeen di Gaza mengatakan "tidak ada lagi kata-kata yang dapat menggambarkan situasi bencana di utara, di tengah ketiadaan makanan, air dan obat-obatan.
Selain itu, Pertahanan Sipil Gaza terpaksa menghentikan operasinya selama 15 hari berturut-turut di wilayah utara karena target dan agresi Israel yang terus menerus, sehingga ribuan warga Palestina tidak mendapatkan bantuan kemanusiaan dan medis.
Lebih dari 100.000 orang saat ini berada di Jalur Gaza utara yang terkepung, 60% di antaranya adalah anak-anak dan perempuan, kata juru bicara Pertahanan Sipil Gaza, Mahmoud Basal, kepada Al Mayadeen, Ahad.
Sumber-sumber melaporkan bahwa pasukan penjajah secara bersamaan menembaki, menembakkan peluru dari kendaraan militer, dan melakukan serangan pesawat tanpa awak di kamp pengungsi Jabalia, daerah Siftawi, sekitar bundaran Abu Sharkh, dan Beit Lahia barat.
Hal ini terjadi ketika penjajah Israel terus menghancurkan bangunan dan blok-blok pemukiman di daerah Siftawi, kamp pengungsi Jabalia, dan kota Beit Lahia, sementara ledakan-ledakan besar terdengar di Kota Gaza.
Di Jalur Gaza tengah, koresponden kami melaporkan bahwa penembakan artileri Israel menyasar wilayah utara kamp pengungsi Bureij dan Nuseirat.
Sumber-sumber Palestina mengatakan bahwa enam warga sipil, termasuk dua wanita dan tiga anak-anak, terluka akibat serangan pesawat tak berawak yang menargetkan sebuah rumah di kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza tengah.
Dalam serangan lainnya, delapan warga Palestina, termasuk dua wanita, lima anak-anak, dan seorang pria, terluka akibat serangan udara Israel di sebuah rumah di Blok C di kamp Nuseirat.
AL MAYADEEN | MIDDLE EAST MONITOR