TEMPO.CO, Jakarta - Koyok masih menempel di dahi Dewi Susana, saat Tempo menemuinya di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Matanya kuyu, dia bilang tidak bisa tidur sejak mengetahui anak keduanya Andika Praditya, 16 tahun, ditangkap Polres Labuhan Belawan pada Ahad malam, 1 Desember 2024. Tubuh mungilnya bergetar saat menceritakan kejadian, matanya berkaca-kaca.
Katanya, sehari setelah penangkapan, dia baru mendapat kabar Andika di dalam sel. Tergopoh-gopoh Dewi mendatang kantor polisi, ingin melihat keadaan anaknya. Sayang, tidak diizinkan bertemu. Karena menurut seorang polisi penangkapan belum satu kali 24 jam. Dia kemudian disuruh datang kempali pada 3 Desember pukul 10.00 WIB. Besoknya, saat bertemu Andika, dia melihat ada luka lebam, kebanyakan di wajah.
"Katanya, dia dipukuli dan dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. Sakitnya membuat dia terpaksa mengaku," kata Dewi menangis, Kamis, 5 Desember 2024.
Tak lama berselang, Dewi kembali mendengar kabar bahwa Rafi Ardiansyah Putra, 16 tahun, mencabut laporannya. Kembali, istri nelayan tradisional ini mendatangi kantor polisi, memastikan kebenarannya. Penyidik bernama Azmi membenarkan, tetapi anaknya tetap ditahan. Alasannya, polisi mendapati foto dan video Andika sedang memegang senjata tajam jenis celurit.
Menurut warga Lorong Ujung Tanjungpasir, Kelurahan Bagandeli, Kecamatan Medanbelawan, Kota Medan, foto itu diambil saat tawuran antar gang sekitar satu tahun lalu. Rafi terjatuh, diduga terkena benda tajam atau botol. Sempat dirawat rumah sakit namun akhirnya meninggal dunia. Ibu empat anak ini mengakui, Andika ada di lokasi saat itu. Namun tidak mengetahui siapa yang melakukan dan menyebabkan korban terluka.
"Waktu itu, kawan anak saya mengadu dia dipukul. Ramai-ramailah mereka mendatangi ke sana, ada yang bawa celurit, klewang, tapi tidak ada menyerang. Begitu sampai di bawah, mereka langsung pulang. Foto anak saya membawa celurit yang dituduhkan polisi," ucapnya.
Usai tawuran itu, semua orangtua yang anak-anaknya terlibat perang antar gang dipanggil ke polisi. Juga sudah dilakukan perdamaian antar gang agar tidak berkonflik lagi. Andika yang putus sekolah memilih pergi ke Rantauprapat untuk bekerja pada 30 Oktober 2024. Baru sepekan kembali ke rumah, dia ditangkap bersama perempuan yang akan dikencaninya.
"Kan, laporannya sudah dicabut, saya mau anak saya pulang karena gak tega melihat tidur di lantai tanpa alas, pakai celana pendek. Saya tidak bisa tidur, sampai sakit sekarang. Sudah enam lima hari dia di sana, belum ada penjelasan apa-apa. Saya mohon Bapak Polisi, keluarkan anak saya," tangisnya pecah.
Andika diduga diculik seorang perempuan yang ia kenal lewat Facebook
Kuasa hukumnya, Anisa Pertiwi dari LBH Medan mengatakan, pada 31 Oktober 2024, terjadi tawuran di Bagandeli, dekat tempat tinggal Andika dan Rafi. Mulai sore sampai malam, situasi begitu mencekam. Tak lama, satu orang terluka hidungnya akibat tusukan anak panah.
Sepekan berlalu, seorang perempuan yang dikenal Andika lewat Facebook, mengajak bertemu di kawasan Padangbulan, Medan.
Supaya tak melewati gang musuh, Andika diantar teman-temannya menaiki sampan, menyeberangi Sungai Belawan. Bersama seorang temannya, Andika kemudian menaiki angkutan kota menuju Medan. Namun, sang teman turun di Pajak Baru. Andika pun sendirian.
Sampai di tempat yang dijanjikan, Andika bertemu perempuan yang baru dikenalnya dalam hitungan hari. Sang kenalan mengajak jalan-jalan menggunakan taksi online, Andika gugup, dia bilang tak punya uang. Perempuan itu menenangkan, dia yang membayar. Sepakat, naiklah mereka berdua. Ceritanya menikmati keindahan kota di malam hari, rupanya ke kantor polisi.
"Malam 1 Desember dia ditangkap, besoknya orangtua Andika mendatangi Polres Pelabuhan Belawan. Sampai 4 Desember, tidak ada menerima surat penangkapan dan penahanan, bahkan pemberitahuan," kata Anisa.
Harusnya, kata Anisa, polisi langsung memberitahu orangtua, lurah atau kepala lingkungan, begitu Andika ditangkap karena dia masih di bawah umur. Penyidik hanya menghubungi orangtua Andika saat pelapor mencabut laporannya.
"Kasus ini, kejadiannya 31 Oktober. Faktanya, 30 Oktober, Andika sudah pergi ke Rantauprapat. Memang ada tawuran tapi Andika tidak ada di situ. Apa buktinya? Video live-nya dan dua orang ibu yang mengantarnya ke loket bus," timpal Direktur LBH Medan, Irvan Saputra.
Menurut Irvan, selama di perantauan, tidak ada masalah. Saksi dan keluarga korban yang terkena panah hidungnya pun mengatakan bukan Andika pelakunya. Laporan polisi juga sudah dicabut tanpa penjelasan, kenapa Andika ditangkap dan dituduh? Aparat penegak hukum ditudingnya melakukan pelanggaran hak asasi manusia, tidak prosedural dan melanggar KUHAP.
"Pertama, tidak ada surat penangkapan dan penahanan. Ini anak umur 16 tahun, dia menggunakan undang-undang khusus, namanya sistem peradilan anak. Parahnya lagi, ada dugaan penyiksaan oleh oknum polisi berinisial T yang membuat Andika terpaksa mengakui semua tuduhan. Semalam dicabut laporan, ini sangat bertentangan dengan HAM dan melanggar hak anak," katanya.
Irvan tidak menampik kalau lokasi kejadian rawan tawuran, orangtua Andika juga membenarkan. Namun harus dicari akar masalahnya, pemicu konflik adalah gang sebelah. Andika sampai putus sekolah karena kalau mau ke sekolah harus melewati gang musuh. Kasus anak harusnya diversi, penyelesaian masalah di luar pengadilan yang melibatkan orangtua, anak, saksi, pelaku, serta didampingi Balai Pemasyarakatan (Bapas).
"Ini tidak ada, sudah lima hari ditahan, harusnya Polres mengeluarkan Andika demi hukum. Kalau katanya dia ditahan karena tindakan lain, LBH Medan dan warga korban mendukung menegakan hukum yang benar dan prosedural," ucap Irvan.
Kalau Andika bersalah dikasus sebelumnya, Irvan menanyakan siapa yang melaporkan dan mana surat penangkapan dan penahannya. Lain halnya jika tertangkap tangan, surat bisa menyusul. Dia mewanti-wanti polisi, jangan sampai karena mau dituduh dengan kasus lain, anak berulangkali menjadi korban.
"Kami menegaskan, ini adalah tindak pidana sebaliknya. Ada dugaan tindak pidana penculikan dan penyiksaan yang didukung dilakukan Polres Belawan. Kalau Andika bersalah, silahkan adili, kami tidak akan mengganggu prosesnya.
Tetapi ibunya yakin anaknya tidak bersalah dalam kasus ini. Tawuran tidak dibenarkan, ini tanggung jawab bersama," tuturnya.
LBH Medan anggap banyak kejanggalan
Direktur LBH Medan, Irvan Saputra menilai, banyak kejanggalan dalam kasus Andika. Pertama, ini adalah kasus anak yang korban sudah mencabut laporannya.
"Jadi sekarang anak ibu ini ditahan karena kasus apa? Penyelidikan yang mana? Makanya kami menduga ini kasus penculikan dan penganiayaan. Bagaimana prosedur saat ditangkap karena anak dibawah umur, apakah ada orangtua dihadirkan? Tidak ada..." ungkapnya.
Pelanggaran prosedur yang dilakukan polisi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Bertentangan juga dengan Pasal 17 dan Pasal 21 KUHAP yang mengatur tentang penangkapan dan penahanan dalam proses penegakan hukum pidana.
LBH Medan akan melaporkan dugaan tindak pidana dengan upaya hukum praperadilan, terkait tidak sah-nya penangkapan dan penahanan Andika. Melapor ke Komnas HAM, KPAI, Kapolri dan jajarannya. Irvan merasa miris, dalam setahun ini, kepolisian lagi-lagi membuat kesalahan. Salah satunya kejadian di Semarang, polisi menembak anak-anak.
"Ibu korban sangat tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. Dia tidak bisa tidur, khawatir anaknya. Mirisnya lagi, Polres Belawan tidak punya tahanan anak. Ibu ini melihat anaknya digabung dengan orang dewasa, harus dipisah karena kalau disatukan, akan mendapat pendidikan kejahatan baru. Awalnya curi ponsel, setelah di dalam, akan belajar menjadi pembobol rumah. Yang tadinya hanya pemakai, malah belajar menjadi bandar," sebut Irvan.
Anak juga rentan menjadi korban eksploitasi, korban kekerasan seksual yang dilakukan tahanan lain. Tidak menutup kemungkinan, masih kata Irvan, anak-anak disodomi, menjadi tukang pijat, menjadi korban berkali-kali jika disatukan dengan tahanan dewasa. Ini catatan untuk Polres Belawan dan Polres-polres lain di Sumut. LBH Medan mengadvokasi telegram Kapolri bahwa setiap Polres dan Polsek harus memisahkan tahanannya.
"Faktanya, Andika dilihat langsung ibunya berada di dalam tahanan yang juga dihuni orang dewasa," tuntas Irvan.
Tanggapan Kapolres Pelabuhan Belawan
Kapolres Pelabuhan Belawan AKBP Janton Silaban saat dihubungi Tempo lewat pesan singkat membenarkan pihaknya menahan Andika meski korban sudah mencabut laporannya. Alasannya, dia terlibat perkara lain di 2023.
"Masih dikembangkan anggota karena korbannya meninggal yang di 2023. Dia mengakui punya peran melempar korban dengan botol. Namun kendalanya, tersangka masih di bawah umur, ini lagi dikoordinasikan dengan Bapas," kata Janton.
Menurutnya, akibat korban meninggal di 2023 inilah, pihak lawan selalu melakukan tawuran dengan Power Ranger Paser, geng-nya Andika. Janton lalu menunjukkan foto dan video yang mereka punya, isinya aktivitas Andika dan teman-temannya. Ditanya kalau memang motifnya balas dendam, kenapa korban mencabut laporannya.
"Sepertinya takut atau ada yang intervensi, kami dalami lagi," ucap Janton.
Disinggung tudingan keluarga Andika dan LBH Medan soal penyiksaan yang dilakukan penyidik, dia membantah.
"Nggak ada itu..." jawabnya singkat.