TEMPO.CO, Jakarta - Turki secara efektif memblokir partisipasi Presiden Israel Isaac Herzog dalam pertemuan COP29 di Baku awal pekan ini dengan menolak izin bagi pesawatnya untuk terbang di atas wilayah udara Turki, demikian sumber resmi Turki mengkonfirmasi kepada Al-Monitor pada Minggu, 17 November 2024.
Menjelang KTT COP29, yang berlangsung di Baku pada 12-13 November, para pejabat Israel mengajukan permintaan agar pesawat Herzog terbang melalui wilayah udara Turki dalam perjalanan menuju ibu kota Azerbaijan.
"Izin untuk terbang di atas wilayah udara Turki tidak diberikan," kata sumber resmi Turki kepada Al-Monitor, mengkonfirmasi laporan awal di media Azerbaijan, Qafqazinfo, pada hari Minggu.
Dari dua rute penerbangan utama dari Israel ke Baku, satu rute penerbangan harus melintasi Iran, sementara rute lainnya membutuhkan penggunaan wilayah udara Turki.
Herzog direncanakan akan memimpin delegasi Israel pada pertemuan tersebut, namun kunjungannya dibatalkan awal bulan ini, dengan kepresidenan Israel mengutip alasan keamanan atas pembatalan tersebut, menurut laporan media Israel.
Delegasi Israel, yang mencakup menteri-menteri perlindungan lingkungan, energi, dan transportasi, akhirnya pergi ke Baku, meskipun masih belum jelas rute mana yang mereka tempuh. Tidak ada permintaan lebih lanjut untuk hak terbang di atas udara yang diajukan ke Turki, dan penerbangan charter antara Tel Aviv dan Baku terus beroperasi seperti biasa.
Upaya para pejabat Azerbaijan untuk mendapatkan persetujuan Turki untuk penerbangan tersebut tidak berhasil, menurut media Azerbaijan.
Pada Maret 2022, Herzog menjadi presiden Israel pertama yang mengunjungi Turki sejak tahun 2007, di tengah upaya untuk menormalkan hubungan Turki-Israel setelah lebih dari satu dekade hubungan yang bergejolak, sebagian besar disebabkan oleh ketidaksepakatan atas masalah Palestina.
Pada Agustus di tahun yang sama, kedua negara mengembalikan duta besar mereka, yang menandakan normalisasi hubungan secara penuh. Namun, perdamaian ini hanya berlangsung singkat.
Presiden Recep Tayyip Erdogan, yang telah memposisikan dirinya sebagai pendukung kuat perjuangan Palestina, telah mengintensifkan kritik terhadap Israel setelah konflik Hamas-Israel yang dimulai pada 7 Oktober. Pada akhir Oktober tahun lalu, Israel mengumumkan bahwa mereka sedang mengkaji ulang hubungan diplomatik dengan Turki, dan mengindikasikan bahwa duta besarnya tidak akan kembali ke Ankara setelah meninggalkan negara itu karena masalah keamanan di tengah-tengah protes anti-Israel berskala besar.
Sebagai tanggapan, Turki memanggil pulang duta besarnya untuk Israel pada November 2023. Turki tidak mengklasifikasikan Hamas sebagai organisasi teroris, dan para pemimpin politik kelompok tersebut dapat melakukan perjalanan dengan bebas di dalam negeri. Pada 28 Oktober, Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan bertemu dengan tokoh-tokoh terkemuka di sayap politik Hamas, hanya dua hari setelah pasukan Israel membunuh pemimpin Hamas Yahya Sinwar di Gaza.
Pemutusan Hubungan Diplomatik
Ini adalah sikap keras terbaru Turki terhadap Israel. Sebelumnya, Erdogan mengumumkan bahwa negaranya telah memutuskan hubungan dengan Israel, seperti dilaporkan Anadolu.
"Sebagai bangsa dan pemerintah Republik Turki, kami telah memutuskan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, dan saat ini kami tidak memiliki hubungan dengan mereka," kata Erdogan.
Dia menambahkan bahwa Ankara tidak akan mengambil langkah atau tindakan apa pun untuk menghidupkan kembali atau memajukan kerja sama dengan Israel di masa depan.
Erdogan juga mengatakan bahwa "ancaman Israel terhadap negara-negara tetangganya, termasuk Suriah, bukanlah imajinasi belaka."
Berbicara mengenai perang melawan terorisme, Erdogan mengatakan: "Ada beberapa wilayah di sepanjang perbatasan kita yang dikuasai oleh teroris, dan keamanan penuh tidak dapat dicapai tanpa membersihkan wilayah tersebut dan membasmi akar-akar terorisme."
Dia menyimpulkan, "Operasi lintas batas untuk keamanan negara kami tetap menjadi agenda kami, dan kami siap untuk memulainya kapan saja jika kami merasa terancam."
Namun, Kementerian Luar Negeri Israel membantah adanya perubahan dalam hubungan diplomatiknya dengan Turki pada Rabu, hanya beberapa jam setelah Erdogan menyatakan bahwa ia telah memutuskan semua hubungan dengan Yerusalem.
Kementerian "tidak mengetahui adanya perubahan status hubungan dengan Turki," demikian pernyataan kementerian tersebut yang dikutip oleh media lokal.
Laporan-laporan menyebutkan bahwa kedutaan besar Turki di Israel berfungsi seperti biasa, sementara misi diplomatik Yerusalem di Ankara juga tetap buka.
Erdogan semakin memusuhi Israel dan semakin dekat dengan Hamas sejak serangan kelompok tersebut di Israel selatan pada 7 Oktober 2023.
Pada Mei, Erdogan menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai "vampir yang memakan darah," dan mendesak umat Islam untuk memerangi negara Yahudi tersebut.
"Dunia sedang menyaksikan kebiadaban ... seorang vampir yang memakan darah bernama Netanyahu, dan mereka menyaksikannya melalui siaran langsung," katanya.
Dua bulan kemudian, Erdogan mengatakan kepada Newsweek bahwa kelompok perlawanan Palestina dari Gaza "hanya mempertahankan rumah, jalan, dan tanah air mereka.
"Apa yang terjadi antara Israel dan Gaza bukanlah perang," lanjutnya, seperti dikutip JNS. "Israel telah memperlakukan Gaza sebagai penjara terbuka selama bertahun-tahun. Mereka merampas rumah, bisnis, dan lahan pertanian warga Palestina di seluruh wilayah Palestina dengan menggunakan teroris pencuri yang mereka sebut sebagai pemukim."