Soal Makan Bergizi Gratis, The Prakarsa Ingatkan Tantangan Food Waste Paling Mengerikan

4 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penelitian dan Advokasi Kebijakan The Prakarsa mewanti-wanti keberadaan food waste atau sampah makanan yang dihasilkan program makan bergizi gratis (MBG) akan berdampak buruk. Sampah sisa makanan ini, selain akan merepotkan pihak sekolah dalam mengelolanya, tapi juga akan menimbulkan berbagai persoalan baru. 

“Saya yakin tantangan food waste paling mengerikan,” kata Direktur Eksekutif The Prakarsa Ah Maftuchan saat diskusi terfokus di Gedung Tempo, Jakarta, pada Selasa, 14 Januari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Maftuchan mengatakan sampah makanan ini berpotensi menumpuk karena dalam pelaksanaan program unggulan Prabowo Subianto ini terdapat kendala distribusi. Selain itu, di beberapa sekolah para siswa juga tak menghabiskan makanan gratis dari pemerintah ini. 

“Menu tidak sesuai, dikirim melampaui masanya, dan kita punya kendala distribusi. Jadi sampah,” kata dia. 

Selain itu, sampah makanan ini juga akan merepotkan sekolah dalam mengelolanya. Selain akan menimbulkan lingkungan tidak sehat, penanganan limbah ini juga membutuhkan tambahan anggaran. 

“Bisa berdampak ke kerepotan lain, biaya lagi,” ujarnya. 

Sementara itu, tenaga ahli utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Prita Laura meminta masyarakat untuk melihat keberadaan food waste atau sampah makanan yang dihasilkan program makan bergizi gratis (MBG) sebagai sebuah peluang bisnis. Menurut dia, pengolahan food waste dari program gagasan Presiden Prabowo Subianto tersebut mampu berkontribusi pada perputaran perkonomian lokal.

“Jadi mari kita melihat bagian dari sampah makanan yang dihasilkan ini bukan sebagai satu permasalahan tapi sebuah kesempatan untuk kemudian justru menambah perekonomian lokal,” ujarnya usai meninjau pelaksanaan MBG bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita di Ciracas, Jakarta Timur pada Jumat, 10 Januari 2025.

Ia memberikan contoh, pengolahan limbah makanan tersebut dapat diarahkan untuk dijadikan bahan utama pembuatan pupuk kompos hingga membangun budi daya maggot atau larva. Dia menilai, kesempatan tersebut dapat dimanfaatkan oleh penyelenggara maupun penerima manfaat. 

“Nah yang paling penting adalah, ini adalah kesempatan bagi masyarakat dan juga satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) sendiri untuk kemudian mengolah sampah makanan menjadi sirkular ekonomi, menjadi kompos, menjadi industri maggot, seperti itu,” kata dia.

Saat ini Badan Gizi Nasional (BGN) telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam tata kelola limbah sampah makanan program MBG. Hasil evaluasi hasil data yang dilakukan secara harian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan menu yang akan disajikan di waktu mendatang. 

Prita Laura menegaskan untuk saat ini Standard Operating Procedure (SOP) yang ditetapkan KLHK masih terus disosialisasikan kepada dinas-dinas lingkungan hidup daerah demi menciptakan mata rantai yang memadai. 

“Karena bagaimana pun juga dinas lingkungan hidup di berbagai daerah punya peran sangat penting untuk kemudian mengambil dan mengolah hal tersebut,” ujar dia.

Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan limbah sisa makanan dan bahan makanan dari program makan bergizi gratis akan diolah menjadi kompos demi menggerakkan ekonomi sirkular. Menurut dia, program pengolahan limbah ini telah direncanakan beriringan dengan dijalankannya program MBG. “Sudah masuk ekosistemnya,” ujar Dadan.

Ekonomi sirkular merupakan model ekonomi yang bertujuan meminimalkan limbah dan memaksimalkan penggunaan sumber daya. Model ini menerapkan siklus hidup produk yang diperpanjang melalui langkah-langkah seperti desain produk, perbaikan, penggunaan kembali, hingga daur ulang. 

Hanin Marwah berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |