TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) merespons penangkapan eks pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, oleh Kejaksaan Agung. Zarof telah menjadi tersangka dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur pada Sabtu, 26 Oktober 2024.
Juru Bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, mengapresiasi kinerja Kejagung yang terus menelusuri dan mengembangkan kasus dugaan suap pengurusan perkara yang melibatkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ia menuturkan, KY akan terus berkoordinasi dengan Kejagung dan Mahkamah Agung (MA) untuk mendalaminya karena ada dugaan suap pada kasasi Ronald Tannur. "Terutama terkait catatan keuangan yang ditemukan penyidik, bahwa ada aliran dana ke sejumlah hakim," ujar Mukti, sapaannya, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 26 Oktober 2024.
Mukti menuturkan KY memiliki perhatian mendalam terhadap kasus ini. "Apalagi, dalam pengembangannya melibatkan mantan pejabat di Mahkamah Agung sebagai tersangka," ucapnya.
Menurut Mukti, publik menyoroti lemahnya integritas hakim dan aparat pengadilan yang tertangkap tangan karena menerima suap. Hal tersebut harus menjadi fokus sinergitas KY dan MA untuk menyelesaikan kasus ini.
KY mendorong agar ada kolaborasi dengan MA. Ini bertujuan untuk mendeteksi area-area yang berpotensi menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki hakim dan aparat pengadilan.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan keterlibatan Zarof dalam perkara itu adalah sebagai penghubung antara pengacara Ronald Tanur dan hakim agung untuk pengurusan kasasi.
"Tim penyidik Jampidsus telah menetapkan ZR mantan pejabat tinggi mahkamah agung sebagai tersangka permufakatan jahat bersama LR (Lisa Rachmat) terkait penanganan perkara terdakwa Ronald Tannur di tingkat kasasi," kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jumat, 25 Oktober 2024.
Iklan
Qohar mengatakan, Zarof diminta Lisa Rachmat untuk melobi hakim agung yang menangani perkara Ronald Tannur agar putusannya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya. Lisa menjanjikan uang Rp 5 miliar untuk para hakim agung tersebut. "Untuk ZR, diberikan fee Rp 1 miliar atas jasanya tersebut," kata Qohar.
Namun, Qohar menyebut uang Rp 5 miliar tersebut belum sempat disampaikan kepada para hakim agung yang menangani perkara Ronald Tannur tersebut. "Uangnya masih ada, tapi menurut pengakuannya ZR pernah berkomunikasi dengan salah satu hakim agung itu, nanti kami dalami," kata Qohar.
"Terhadap ZR baru dilakukan penahanan di di rutan selama 20 hari kedepan, sementara LR sudah ditahan di kasus sebelumnya," kata Qohar.
Qohar mengatakan untuk Zarof Ricar dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Lisa Rachmat dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam kasus ini, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya juga telah ditangkap tim gabungan Kejaksaan Agung di Surabaya pada Rabu, 23 Oktober 2024. Ketiganya adalah hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Tiga hakim itu telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ade Ridwan Yandwiputra telah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Eks Pejabat MA Zarof Ricar akan Lakukan Upaya Hukum Pembelaan