TEMPO.CO, Jakarta - Hasil penelitian mengungkap bahwa iklim Bumi yang menghangat telah mempengaruhi dua pertiga atau 66 persen Kawasan Biodiversitas Kunci yang meliputi kawasan hutan tropis. Penelitian itu menganalisis tren suhu selama tiga dekade yang tersembunyi di bawah kanopi hutan di kawasan biodiversitas kunci di seluruh dunia.
Hasilnya menunjukkan pergeseran suhu di sebanyak 66 persen kawasan hutan tropis dan mereka telah mulai beradaptasi dengan suhu yang baru. Artinya, lebih dari 40 persen pengukuran suhu kini berada di luar kisaran yang tercatat sebelumnya di sana. Sementara 34 persen sisanya masih menikmati suhu lama. Para peneliti menduga tempat-tempat yang termasuk 34 persen ini dapat berubah menjadi tempat persembunyian penting bagi keanekaragaman hayati .
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Conservation Letters tepat di momen Konferensi Biodiversitas PBB atau COP CBD 2024 yang diselenggarakan di Kolombia, 21 Oktober-1 November, ini mengungkap fakta baru. Sejatinya, di bawah kanopi hutan tropis, kekayaan biodiversiitas terpelihara dalam iklim yang sangat stabil. Karenanya, rezim suhu tahunan yang baru bakal mengantar risiko tinggi spesies-spesies yang ada.
"Mereka mungkin hanya mampu menoleransi sedikit pemanasan di atas apa yang biasa mereka alami," kata Brittany Trew dari Institut Lingkungan dan Keberlanjutan di Kampus Penryn Exeter di Cornwall dikutip dari Earth.com, Jumat, 18 Oktober 2024.
Alexander Lees, pakar keanekaragaman hayati di Universitas Metropolitan Manchester, mengungkap risiko yang lain. Dia menyinggung jumlah modal politik dan ekonomi yang didedikasikan untuk melindungi keanekaragaman hayati sangat tidak memadai. Sementara proses seleksi kawasan konservasi yang selama ini sudah sulit kini harus mempertimbangkan pula dampak perubahan iklim yang sedang berlangsung di lokasi dalam penilaian prioritasnya.
Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Pasca2020 merupakan salah satu langkah untuk mengakui masalah ini. Kerangka kerja ini mengusulkan agar melestarikan setidaknya 30 persen dari luas daratan global pada 2030, dengan penekanan khusus pada kawasan biodiversitas kunci yang berharga.
Pemandangan kawasan hutan lembaga adat desa Pa'au di pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan, 3 Oktober 2020. Selama perjalanan ke sana pengunjung akan bisa menikmati pemandangan pegunungan Meratus dengan hutan hujan tropis yang masih terjaga keasriannya. ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S
Iklan
Penelitian ini juga mengungkap bahwa, di antara 34 persen kawasan biodiversitas kunci hutan tropis yang belum menghadapi rezim suhu baru, lebih dari separuhnya saat ini belum terlindungi. "Perlunya kebijakan iklim yang cerdas untuk menjaga tempat perlindungan yang berharga ini," kata Trew.
Trew dkk memanfaatkan pengukuran suhu, data satelit, dan model iklim mikro dalam penelitian ini. Perubahan suhu cukup tinggi terlihat di Afrika dan Amerika Latin dengan, masing-masing, 72 dan 59 persen hutan tropisnya memasuki rezim suhu baru. Asia dan Oseania menunjukkan perubahan yang lebih rendah, dengan 49 persen yang mengalami transisi.
Penelitian juga mengakui peran penting masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan bodiversitas kunci. Komunitas-komunitas yang sering kali tinggal di dalam atau dekat hutan tropis tersebut dinilai memiliki pengetahuan dan praktik tradisional yang sangat berharga yang dapat berkontribusi pada strategi konservasi keanekaragaman hayati yang efektif.
Hasil penelitian mendorong keterlibatan komunitas masyarakat dalam inisiatif konservasi, memastikan bahwa tindakan perlindungan relevan secara budaya dan berkelanjutan. Kolaborasi antara masyarakat lokal atau masyarakat adat, ilmuwan, dan pembuat kebijakan diharap dapat mendorong pendekatan yang lebih inklusif untuk menjaga seluruh kawasan biodiversitas kunci, memberdayakan mereka yang paling terdampak oleh perubahan lingkungan untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan.
Pilihan Editor: Sisi Lain Bencana Hurikan Milton, Mereke yang Mendulang Cuan dari Menjual Kengerian