Tahu Berstatus Terpidana, Erick Thohir Malah Angkat Silfester Jadi Komisaris ID Food. Sengaja, Tak Tahu, Atau Ada Sesuatu?  

1 month ago 31

Erick Thohir dan Silfester Matutina | Instagram | Kolase: Suhamdani

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Penunjukan Silfester Matutina sebagai Komisaris Independen PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau ID Food oleh Menteri BUMN Erick Thohir memantik sorotan tajam. Alasannya, Silfester bukan sekadar figur publik, tetapi sudah menyandang status terpidana dengan vonis 1,5 tahun penjara yang inkrah sejak 2019.

SK pengangkatan yang diteken pada 18 Maret 2025 itu menempatkan Silfester di jajaran strategis pengawas BUMN pangan tersebut. Padahal, catatan hukumnya menyebutkan ia dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung dalam perkara pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ironisnya, meski putusan sudah berkekuatan hukum tetap enam tahun lalu, eksekusi hukuman belum pernah dijalankan.

Dosen Hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto, menilai kebijakan ini bertentangan dengan Pasal 28 Ayat 1 UU BUMN yang mensyaratkan anggota komisaris memiliki integritas dan dedikasi tinggi. “Seseorang yang masih berstatus narapidana jelas tidak memenuhi syarat itu. Apalagi pemidanaannya belum dijalani,” tegasnya.

Nada keberatan juga datang dari Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan. Ia menyoroti risiko keruntuhan citra dan kepercayaan publik terhadap BUMN bila pejabatnya memiliki rekam jejak pidana. “Komisaris adalah pengawas strategis. Idealnya diisi orang dengan integritas dan reputasi bersih,” ujarnya.

Kasus hukum Silfester bermula dari orasi politik di depan Mabes Polri pada Mei 2017. Dalam pidato itu, ia menuding Jusuf Kalla dan keluarganya melakukan korupsi serta memanfaatkan agama demi kemenangan pasangan Anies Baswedan–Sandiaga Uno di Pilgub DKI 2017. Laporan keluarga Kalla berujung pada vonis bersalah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, diperkuat di tingkat banding, dan diperberat di tingkat kasasi.

Kejaksaan Agung memastikan eksekusi tetap berjalan, meski Silfester mengklaim sudah berdamai dengan JK.

“Inkrah itu final. Perdamaian setelah putusan tidak menghapus kewajiban eksekusi,” tegas Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna. Ia menambahkan, tanggung jawab pelaksanaan eksekusi berada di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Yang membuat paradoks ini makin kentara, di tengah status hukumnya yang belum tuntas, Silfester justru menambah langkah hukum dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 5 Agustus 2025. Namun, sejumlah pakar hukum mengingatkan, PK bukan alasan untuk menunda eksekusi, dan menunda justru menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

Penunjukan Silfester ke kursi komisaris pun kini dipandang sebagai ujian transparansi dan komitmen pemerintah terhadap integritas di tubuh BUMN. Publik menanti, apakah aturan hukum benar-benar ditegakkan, atau justru kalah oleh kalkulasi politik dan loyalitas personal. [*] Berbagai sumber

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |