TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah (Polda) Lampung memastikan bahwa pemeriksaan terhadap personel kepolisian yang diduga terlibat dalam penembakan seorang warga Desa Batu Badak, Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten Lampung Timur, sedang berjalan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Lampung, Komisaris Besar Umi Fadilah, membenarkan Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Lampung sudah memeriksa lima anggota yang disebut terlibat dalam penembakan itu. “Saat ini, kelima orang tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh Bidpropam Polda Lampung dan sedang menunggu Sidang Kode Etik,” ujar Umi ketika dihubungi pada Senin, 9 Desember 2024.
Menyoal sidang etik polisi tersebut, Umi mengatakan bahwa Polda Lampung belum menjadwalkan persidangan dugaan pelanggaran kode etik mereka. “Sementara belum, namun akan segera dijadwalkan apabila seluruh administrasi yang diperlukan sudah lengkap,” tutur dia.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mengungkapkan bahwa lima polisi telah dinyatakan melanggar kode etik usai menembak seorang pria bernama Romadon di wilayah Lampung Timur, pada 28 Maret 2024 lalu.
Direktur LBH Bandar Lampung, Suma Indra Jarwadi, mengatakan bahwa Romadon tewas ditembak polisi di depan istri, anak, dan orang tuanya, karena diduga terlibat dalam tindak pidana pencurian motor (curanmor). Keluarga, didampingi oleh LBH Bandar Lampung, kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri pada 20 Mei 2024.
“Informasi terakhir terkait dengan perkembangan perkaranya bahwa dari hasil yang dilakukan oleh Propam Mabes Polri ada lima anggota kepolisian yang diduga melakukan pelanggaran etik,” ucap Indra dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Ahad, 8 Desember 2024.
Indra menjelaskan, peristiwa penembakan itu terjadi di kediaman Romadon pada Maret lalu, ketika anggota Polda Lampung menangkap korban atas dugaan curanmor. Polisi Polda Lampung menembak Romadon pada bagian perut hingga tembus ke bagian pinggulnya.
Polisi tersebut kemudian menyeret Romadon masuk ke dalam mobil dan membawanya pergi. “Anggota-anggota ini menarik Romadon, diseret dan langsung dimasukkan ke mobil dan dibawa pergi tanpa ada pemberitahuan apapun,” kata Indra. Sekitar pukul 19.00 WIB, keluarga menerima kabar bahwa Romadon telah meninggal.
Kepolisian, kata Indra, meminta keluarga Romadon untuk menandatangani sejumlah dokumen. “Kemudian ada pemberitahuan adanya upaya untuk melakukan autopsi,” ujar dia. “Terkait dengan autopsi ditolak keluarga, karena keluarga menganggap bahwa Romadon meninggal karena terjadi penembakan.”
Pada 29 Maret, sekitar pukul 10.00 WIB, adik Romadon mendatangi rumah sakit untuk menjemput jenazah korban. “Tapi belum dibolehkan untuk bisa keluar dan keluarga dimintakan untuk menandatangani dokumen,” tutur Indra. Apabila dokumen itu tidak ditandatangani, maka jenazah tidak bisa dibawa pulang.
Pada waktu yang sama, kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara atau TKP di kediaman Romadon. “Sekitar 40-50 anggota dengan pakaian lengkap dan senjata lengkap olah TKP di rumah Romadon,” ujar Indra.
“Nah pasca proses itu berjalan dan selesai, baru kemudian yang di rumah sakit boleh dipulangkan,” tutur dia. “Dengan informasi dari rumah sakit bahwa almarhum untuk segera dikebumikan dan tidak perlu untuk dimandikan.”
Namun, setelah keluarga menerima jenazah Romadon, mereka memaksa untuk membukanya. Keluarga kemudian menemukan bahwa polisi telah melakukan autopsi terhadap korban. “Ditemukan bahwa posisi dari Romadon dengan posisi sudah dilakukan autopsi. Sudah dibelah dari leher sampai ujung perut dan kemudian ada bekas luka tembak di perut tembus ke belakang,” ungkap Indra.