TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa perkara pungutan liar atau pungli di lingkungan rumah tahanan (rutan) cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pomdam Jaya Guntur, Muhammad Ridwan, mengungkapkan masih menerima gaji sebagai pegawai rutan. Meski sudah berstatus terdakwa, Ridwan menerima gaji sebesar 50 persen.
Hal ini dia sampaikan ketika menjadi saksi dalam sidang perkara untuk terdakwa Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim. Jaksa menghadirkannya bersama enam terdakwa dalam berkas perkara yang sama. Mulanya, jaksa dari KPK menanyakan soal status kepegawaian Ridwan saat ini. “Sekarang status kepegawaian saudara bagaimana, Pak Muhammad Ridwan?” tanya jaksa di sidang pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2024.
Ridwan menjawab, “Masih sebagai pegawai karena masih menerima gaji, Pak.”
“Sampai saat ini masih menerima gaji?” tanya jaksa memastikan.
“Masih menerima gaji, tapi sudah 50 persen sepertinya,” jawab Ridwan.
Kemudian, jaksa pun menanyakan apakah para saksi lain yang berstatus terdakwa juga masih mendapat gaji. “Sama semuanya? Sama ya,” ucap jaksa.
Jaksa kembali bertanya kepada Ridwan, “Kenapa sampai 50 persen gaji saudara ini? Apa permasalahannya?”
“Karena status saya sekarang sudah sampai ke.. Karena kami sebagai terdakwa,” tutur Ridwan.
Ridwan menjelaskan bahwa dirinya dan terdakwa lainnya telah menjalani pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik kepegawaian KPK. Jaksa pun menanyakan perihal pemeriksaan yang pernah dilakukan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK terhadap ketujuh terdakwa itu. “Semuanya pernah diperiksa Dewas KPK?” tanya jaksa. Para terdakwa mengonfirmasi bahwa mereka pernah diperiksa.
Jaksa kemudian bertanya soal hasil pemeriksaan itu. Ridwan menjawab, “Kami terbukti bersalah dalam perihal pungutan liar di Rutan KPK, dan kami mendapat sanksi berat dari Dewas KPK.”
“Apa sanksi beratnya itu?” tanya jaksa.
“Permintaan maaf terbuka,” jawab Ridwan.
“Permintaan maaf secara langsung terbuka?” tanya jaksa lagi. Ridwan membenarkan hal itu.
“Jadi saudara terbukti melanggar kode etik pegawai KPK ya?” tanya jaksa. Ridwan pun menjawab, “Betul, Pak.”
“Saudara terbukti meminta uang?”
“Menerima uang,” jawab Ridwan meluruskan perkataan jaksa. “Dari tahanan.”
“Yang saudara terima uang dari tahanan itu resmi apa tidak?” tanya jaksa.
Ridwan mengatakan, “Tidak resmi.”
Sebanyak 15 terdakwa kasus dugaan korupsi berupa pungli di Rutan KPK masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Mereka diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada tahanan di Rutan Cabang KPK senilai Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023. Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK yang berbeda, yakni Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Jaksa KPK mendakwa mereka dengan berkas perkara yang berbeda. Tujuh terdakwa yakni Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah teregister dengan nomor 68/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Sedangkan berkas perkara delapan terdakwa lainnya, yakni Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim, teregister dengan nomor perkara 69/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Perbuatan para terdakwa dianggap sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.