Trans7 dan Raibnya Moral Media: Menghina Budaya, Mengusik Persatuan?

3 hours ago 6

Massa dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta dan sejumlah alumni pondok pesantren saat Aksi Bela Ulama dan Pesantren di depan gedung Transmedia, Jakarta, Rabu (15/10/2025). Dalam aksinya mereka menuntut pihak Trans7 untuk bertanggung jawab atas tayangan program Xpose Uncensored pada tanggal 13 Oktober di stasiun televisi Trans7 yang dianggap melecehkan tradisi pondok pesantren, santri, dan para kiai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tayangan Xpose Uncensored Trans7 tentang pesantren dan relasi kiai-santri menimbulkan kegelisahan yang dalam di tengah masyarakat.

Tayangan yang disajikan dengan nada sensasional itu tidak hanya gagal menangkap realitas pesantren, tetapi juga terkesan melewati batas kewajaran etika jurnalistik. Relasi yang sarat nilai spiritual digambarkan seolah hubungan kuasa dan ketundukan, bahkan mendekati praktik perbudakan.

Framing semacam ini tidak sekadar kesalahan redaksi, melainkan bentuk kekeliruan budaya yang berbahaya. Ia bukan hanya merendahkan martabat lembaga keagamaan, melainkan juga menodai pilar keindonesiaan yang sejak lama berdiri di atas kearifan pesantren.

Ketika media melupakan keseimbangan

Dalam masyarakat demokratis, kebebasan pers memang dijamin. Namun, kebebasan itu bukan kebal dari tanggung jawab. Media seharusnya menjadi jembatan pengetahuan, bukan senjata opini.

Tugas utama jurnalisme adalah menegakkan kebenaran melalui verifikasi dan keseimbangan, bukan menjerat emosi publik dengan narasi yang setengah matang, atau jangan-jangan malah mentah sama sekali.

Sayangnya, dalam praktiknya, banyak media tergoda oleh logika rating dan algoritma. Berita diolah seperti komoditas: semakin kontroversial, semakin dianggap “menarik.” Padahal di balik setiap tayangan ada dampak sosial yang nyata.

Ketika agama, pesantren, dan para ulama dijadikan objek sensasi, yang dirusak bukan hanya nama baik individu, melainkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keagamaan dan bahkan keutuhan sosial bangsa.

Pesantren: warisan peradaban, bukan lembaga tertutup

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |