TEMPO.CO, Jakarta - Puisi merupakan karya sastra yang terdiri dari baris dan bait, disusun dengan rima dan irama tertentu.
Selain itu, puisi adalah seni berbahasa yang mampu membangkitkan emosi, mencerminkan pemikiran, dan menyampaikan pesan dengan cara yang unik dan penuh estetika. Beragam tema dapat diangkat dalam puisi, dan salah satunya adalah puisi tentang ayah.
Ayah adalah sosok istimewa dalam kehidupan setiap orang. Banyak orang mengekspresikan rasa terima kasih dan cinta kepada ayah melalui puisi.
Puisi tentang ayah mencerminkan berbagai emosi, mulai dari rasa bangga, haru, hingga rindu serta menyampaikan penghargaan yang mendalam atas semua pengorbanannya.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa contoh puisi tentang ayah. Puisi ini menjadi bentuk apresiasi bagi mereka yang telah berjuang dan berkorban demi keluarga.
Puisi tentang Ayah
Jadikan Aku Ksatria - Arih Numboro
Ibu, dongengi aku hikayat para ksatria
Yang gagah berani membela kebenaran
Dan kehormatan dan harga diri bangsa
Ayah, ceritakan padaku
Raden Gatutkaca
Yang dimasukkan ke kawah candradimuka
Yang bahan bakarnya senjata para dewa
Ibu
Jangan kasihan padaku
Cubit saja aku bila aku rewel dan membuat jengkel
Siapkan rotan dan pukullah aku
Bila tidak patuh perintahmu
Jangan manjakan aku, ibu
Ayah
Janganlah engkau marah
Pada guru yang menghukum aku
Dengan pukulan kecil di lenganku
Karena memang akulah yang tidak taat dan salah
Jangan bela aku, ayah
Ayah
Ibu
Jangan kasihan padaku
Jangan segan menghukumku
Jangan enggan memarahiku
Biarlah para guru ikut membina dan mendidikku
Ayah
Ibu
Jadikan aku ksatria yang gagah
Atau selamanya aku akan menjadi orang yang kalah
Ayah dan Ibu - Bambang Tri Subeno
Engkau berdua adalah samudra
Menampung segala keluh kesah
Anak-anakmu
Seperti matahari
Selalu menghadirkan kehangatan
Juga angin
Memberi kesejukan tanpa diminta
Kalian adalah musik syahdu
Tak pernah jeda
Menghibur dan menenangkan
Boneka dari Ayah - Nadia Kris Ayu
Boneka itu
Sudah terlihat kusam
Betul-betul kusam
Tak pernah kubersihkan memang
Agar bau ayahku tidak hilang
Aku masih ingat
Ayahku yang memberikannya
Di hari ulang tahunku
Saat ia masih bisa hadir
Merayakan setiap hari bersejarah bersamaku
Aku tak ingin kehilangan boneka itu
Bagiku sangat bersejarah memang
Ayahku sudah tiada sekarang
Maka dari itu
Aku bisa memeluk boneka itu ketika rindu ayahku
Superhero - Raeditya Andung Susanto
Aku suka sekali Spiderman
Batman dan Superman
Aku juga suka Power Rangers
Kamen Rider dan Ultraman
mereka semua adalah superhero yang kuat
dan hebat
Tapi ada superhero yang lebih kuat
dan hebat dari mereka
yaitu ayahku
la jauh hebat dan kuat daripada mereka
dan aku sangat mengidolakannya
Berangkat Sekolah - Raeditya Andung Susanto
Suara hujan mengetuk pintu rumahku
sejak subuh tadi
dingin masih enggan beranjak pergi
padahal sudah pukul enam pagi
Hujan bukanlah halangan untukku
menimba ilmu
aku tetap berangkat sekolah
dengan jas hujan kecil pemberian ayah
Meski sepatuku basah
itu bukan masalah
karena ilmu lebih berharga
daripada menunggu hujan itu reda
Anak Pantai - Sri Wanidah
Senja telah tiba
Bocah kecil tanpa tutup kepala
Duduk termangu di bibir pantai
Seolah ada yang ditunggu
Pandangan matanya lurus
Tanpa kedip
Menyapu deburan ombak
Kaki kecilnya, menyibak pasir
Membentuk sumur kecil
Tangan mungilnya, diangkat ke langit
Mulutnya komat-kamit
Merapikan doa suci
Berharap
Sang ayah kembali selamat
Membawa berkah rezeki
Untuk keluarga tercinta
Sebuah Kamar - Chairil Anwar
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu.
"Sudah lima anak bernyawa di sini,
'Aku salah satu!"
Ibuku tertidur dalam tersedu,
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!
Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada
di luar hitungan: Kamar begini,
3X4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa
Mata Hitam - Karya WS Rendra
Dua mata hitam adalah mata hati yang biru
Dua mata hitam sangat kental bahasa rindu
Rindu bukanlah milik perempuan melulu
Dan keduanya sama tahu, dan keduanya tanpa malu
Dua mata hitam terbenam di daging yang wangi
Kecantikan tanpa sutra, tanpa pelangi
Dua mata hitam adalah rumah yang temaram
Secangkir kopi sore hari dan kenangan yang terpendam
Akulah Si Telaga - Sapardi Djoko Damono
Akulah sitelaga: belayarkan di atasnya;
Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma;
Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
Sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
Perahumu biar aku yang menjaganya
Demikian 10 puisi tentang ayah yang bisa Anda jadikan sebagai inspirasi. Karena hadiah puisi terbaik untuk ayah adalah puisi hasil karangan Anda sendiri. Selamat hari Ayah.
Perjamuan Petang - Joko Pinurbo
Dua puluh tahun yang lalu ia dilepas ayahnya
di gerbang depan rumahnya.
"Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.
Jangan pulang sebelum benar-benar jadi orang."
Dua puluh tahun yang lalu ia tak punya celana yang cukup pantas untuk dipakai ke kota.
Terpaksa ia pakai celana ayahnya.
Memang agak kedodoran, tapi cukup keren juga.
"Selamat jalan. Hati-hati, jangan sampai celanaku hilang."
Senja makin menumpuk di atas meja.
Senja yang merah tua.
Ibunya sering menangis memikirkan nasibnya.
Ayahnya suka menggerutu,
"Kembalikan dong celanaku!"
Haha, si bangsat akhirnya datang.
Datang di akhir petang bersama buku-buku yang ditulisnya di perantauan.
Ibunya segera membimbingnya ke meja perjamuan.
"Kenalkan, ini jagoanku." Ia tersipu-sipu.
Saudara-saudaranya mencoba menahan tangis
melihat kepalanya berambutkan gerimis.
"Hai, ubanmu subur berkat puisi?" Ia tertawa geli.
Di atas meja perjamuan jenazah ayahnya
telentang tenang berselimutkan mambang.
Daun-daun kalender beterbangan.
"Ayah berpesan apa?" Ia terbata-bata.
"Ayahmu cuma sempat bilang, kalau mati ia ingin mengenakan celana kesayangannya: celana yang dulu kaupakai itu."
Diciumnya jidat ayahnya sepenuh kenangan.
Tubuh yang tak butuh lagi celana adalah sakramen.
Celana yang tak kembali adalah testamen.
"Yah, maafkan aku. Celanamu terselip
di tetumpukan kata-kataku.”
Ayah - Hadi Mulyadi
Kami bangga padamu Ayah.
Tak pernah terlihat berkeluh kesah,
kau hidupi kami tanpa kenal lelah.
Kami sayang padamu Ayah.
Tak terbilang keringat mengucur basah,
selalu berjuang mencari nafkah.
Kami cinta padamu Ayah.
Tak cukup kata mengungkap kisah,
tentang pengorbanan yang penuh sejarah.
Kami panjatkan do’a untukmu Ayah,
agar hidup dan matimu penuh barokah.
Sang Pahlawan Keluarga
Ayah, kau adalah sang pahlawan tak bersayap,
tiap langkahmu penuh harap.
Kerja kerasmu tiada lelah,
demi kami, keluarga tercinta.
Di kala gelap menghampiri,
engkaulah pelita yang menemani.
Tak pernah kau mengeluh letih,
meski badai datang silih berganti.
Kasih Tak Bertepi
Ayahku, kasihmu luas tak bertepi,
terasa hangat dalam pelukan sunyi.
Kau ajarkan arti kuat dan tegar,
menjadi penuntun di setiap langkah besar.
Kala senja datang menyapa,
aku teringat pada senyummu, Ayah.
Rindu ini menggebu tak tertahan,
ingin kembali ke dekapanmu, pahlawan.
Di tiap tutur katamu, ada bijaksana,
kau bimbing kami dengan penuh cinta.
Meski tak selalu mudah kau ungkapkan,
dalam diam, kasihmu selalu terasa dalam.
Puisi tentang Ayah
Goresan raut di wajahmu semakin meninggi
Seiring bertambah usia para buah hati
Walau begitu, engkau tak kenal merintih
Hanya demi sesuap nasi
Terima kasih ayah
Engkau memang tak pandai mengucap cinta
Tak ahli pula perihal romansa
Namun perjuanganmu tak pernah sirna
Pahlawan Kesuksesanku - Ardiyani Muninggar
Fajar telah menyapa pagi ku
Kau jadikan hari mu,hari untuk pengorbanan.
Pengorbanan mencari rezki,pengorbanan untuk mencari awal yg baru.
Kau ajarkan aku arti perjuangan,kau ajarkan aku arti kesuksesan.
Ayah mungkin tanpa mu aku tidak bisa seperti ini..
Mungkin tanpa mu aku tidak bisa berdiri ditengah tengah impian ku..
Impian untuk meraih keberhasilan
Impian untuk mencapai kemenangan...
Untukmu Ayahku - Dina Sekar Ayu
Di keheningan malam
Datang secercah harapan
Untuk menyambut jiwamu datang
Sebercik harapan agar kau kembali pulang
Hanya sepenggal kata bijak yang bisa kutanamkan
Duduk sedeku, tangan meminta, mulut bergoyang, jatuh air mata
Tapi apalah daya
Semua harapan hilanglah sirna
Karena kau telah tiada
Ayahku tercinta.
Sang Pahlawan Senyap
Di pagi buta kau berangkat tanpa suara,
Meniti jalan tanpa lelah dan keluh kesah,
Keringatmu adalah doa tanpa kata,
Untuk kami, kau pahlawan yang tak pernah menyerah.
Tak terlihat, tak terdengar, namun selalu terasa,
Kasih sayangmu dalam tatapan penuh makna,
Terima kasih, Ayah, atas setiap langkahmu,
Yang tak pernah berhenti mengukir senyum di wajah kami.
Telaga Ketabahan
Ayah, engkau bagai telaga ketabahan,
Menampung segala gundah dan resah kami,
Meski lelahmu tak pernah kau nyatakan,
Dalam diam kau tetap teguh berdiri.
Kau ajarkan kami arti keberanian,
Melalui sunyi dan langkahmu yang teguh,
Terima kasih, Ayah, atas setiap pelajaran,
Kau pahlawan dalam setiap nafas hidupku.
Dalam Doa dan Langkah
Di setiap langkahmu, ada doa yang terucap,
Mengiringi kami dalam setiap hembus napas,
Engkau tak pernah meminta puji atau sanjung,
Hanya ingin melihat kami tersenyum dan bahagia.
Terima kasih, Ayah, atas segala pengorbanan,
Yang tak pernah kau hitung dengan kata atau angka,
Kau adalah cahaya di tengah gelap perjalanan,
Penopang yang tak pernah lelah mendampingi.
Cinta Tanpa Suara
Ayah, cintamu mungkin tak bersuara,
Namun terasa dalam setiap tatapan dan tindakan,
Kau ajarkan kami tentang arti perjuangan,
Dengan senyuman yang tak pernah goyah.
Meski letih, kau tetap melangkah untuk kami,
Memberikan dunia yang lebih baik tanpa keluhan,
Terima kasih atas cinta yang diam dan tulus,
Engkaulah pelita di gelapnya malam kami.