Asal-usul Joged Bumbung, Tarian yang Diatur Ulang Pemprov Bali Karena Dianggap Vulgar

2 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengeluarkan Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2024 untuk mengatur ulang tradisi tari Joged Bumbung. Beredar kabar, tradisi tersebut telah bergeser dan kini dianggap vulgar bahkan cenderung erotis. Walhasil, pakem kesenian tersebut dikembalikan kepada akarnya.

Awalnya, Bumbung merupakan tradisi seni ibing atau tarian diiringi musik yang populer di kalangan rakyat. Namun dalam perjalanannya, tarian tersebut menjadi semakin erotis. Pemerintah Bali manganggap, tradisi Bumbung kini tercemar oleh atraksi yang dinilai menjurus tidak senonoh. 

Kepala Dinas Kebudayaan Bali, I Gede Arya Sugiartha, menyatakan bahwa regulasi ini didukung oleh pakem resmi atau ilikita dari Majelis Kebudayaan Bali. “Edaran-edaran yang dulu tidak dilengkapi dengan Ilikita kan, sekarang ini Majelis Kebudayaan Bali mengeluarkan ilikita atau apa yang boleh dan tidak, berarti jelas ada aturannya, sebelumnya kan tidak ada,” ujar Arya, seperti dilansir dari Antara.

Aturan ini melarang gerakan yang dianggap mencederai estetika dan etika tarian Bali, termasuk kostum tidak sopan yang menonjolkan bagian tubuh tertentu. Melalui regulasi ini, pemerintah berupaya menjaga kemurnian Joged Bumbung sebagai warisan budaya.

Surat Edaran yang dibuat telah ditandatangani Pj Gubernur Bali dan merujuk pada Ilikita Joged Bumbung dari Majelis Kebudayaan Bali Nomor 01/X/MKB/2024. Edaran tersebut berisi aturan yang mengikat grup tari, penari, pengibing atau penonton yang ikut menari, penyelenggara acara, dan pengguna media sosial.

Pelanggaran aturan ini tidak akan berujung pidana, namun pelaku akan diberikan pembinaan dan diminta membuat pernyataan tertulis. Selain itu, pemerintah juga meminta konten-konten joged jaruh di media sosial untuk segera dihapus. 

Asal-usul Joged Bumbung 

Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Joged Bumbung berasal dari Desa Kalopaksa, Seririt, Buleleng, pada 1940-an. Awalnya, tarian ini muncul sebagai hiburan sederhana para petani di waktu luang mereka. Diiringi alat musik bambu yang dikenal sebagai tingklik, Joged Bumbung menjadi media ekspresi kebahagiaan dan kebersamaan.

Seiring waktu, tarian ini menyebar ke berbagai daerah di Bali dan menjadi semakin populer. Sekaa-sekaa (kelompok tari) bermunculan, dan berinovasi baru untuk menarik perhatian masyarakat.

Sayangnya, perkembangan ini tidak selalu terkendali. Kompetisi antar-sekaa mengubah esensi asli tarian ini, memunculkan versi yang menonjolkan gerakan erotis hingga dijuluki sebagai "joged porno”. Padahal, pakem asli Joged Bumbung mengedepankan gerakan dinamis, lincah, dan penuh energi yang tetap menjunjung nilai kesopanan.

Gerakan Tari Bumbung Semestinya

Dalam bentuk aslinya, Joged Bumbung merupakan tari pergaulan yang melibatkan interaksi antara penari wanita dan pengibing. Tari ini dikenal sebagai medium untuk mempererat hubungan sosial dengan menampilkan gerakan-gerakan sederhana khas Bali yang enerjik dan dinamis.

Namun, pergeseran makna dan nilai pada Joged Bumbung telah menjadi tantangan serius. Tarian yang seharusnya menjadi simbol budaya justru kerap dipertontonkan dalam bentuk yang mencoreng etika. Fenomena ini tidak hanya merusak reputasi Joged Bumbung, tetapi juga menjadi ancaman bagi pelestarian seni tradisional Bali secara keseluruhan. 

Dengan adanya aturan baru dan pakem resmi, pemerintah berharap Joged Bumbung kembali pada esensi aslinya sebagai tarian pergaulan yang santun, indah, dan mencerminkan keunikan budaya Bali.

PUTRI SAFIRA PITALOKA | ANTARA | KEMENDIKBUD.GO.ID  

Pilihan Editor: Potret Dampak Cuaca Ekstrem di Bali

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |