TEMPO.CO, Jakarta - Wacana pengenalan kurikulum pasar modal untuk siswa sekolah dasar (SD) mendapat kritik tajam dari praktisi keuangan. Financial coach Philip Mulyana menilai langkah ini tidak hanya tidak urgen, tetapi juga bisa membawa risiko besar bagi generasi muda, mengingat kondisi pasar modal yang belum kondusif.
Philip menyebut permainan di pasar modal Indonesia sejak 2008 hingga saat ini belum banyak berubah. “Pasar modal masih penuh dengan tantangan, salah satunya adalah keberadaan bandar yang mendominasi dan memanipulasi pasar,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu, 4 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan, bandar sering memanfaatkan berbagai cara untuk mempengaruhi pasar, termasuk bekerja sama dengan oknum di perusahaan sekuritas yang menerbitkan riset titipan, serta menggunakan pemengaruh atau influencer serta komunitas untuk mendorong kepentingan tertentu.
Menurut Philip, situasi ini menempatkan investor ritel dalam posisi yang rentan. “Banyak IPO (initial public offering) yang kualitasnya tidak bagus. Ketika IPO yang bagus muncul, porsi yang dialokasikan untuk investor ritel sangat kecil. Sebaliknya, saham-saham yang alokasinya besar justru sering kurang berkualitas,” kata dia.
Kondisi ini memperkuat argumen memperkenalkan pasar modal kepada anak-anak tanpa perlindungan dan regulasi yang lebih kuat bisa menjadi langkah yang berbahaya. Selain menyoroti masalah di pasar modal, Philip juga menegaskan pentingnya mengajarkan literasi keuangan dasar sebelum memperkenalkan investasi.
“Piramida personal finance dimulai dari pengelolaan uang yang baik, lalu manajemen risiko. Ini fondasi yang harus kuat sebelum masuk ke investasi. Namun, dasar-dasar ini saja belum pernah diajarkan secara sistematis oleh pemerintah,” ujarnya.
Ia menambahkan, banyak orang salah kaprah memandang investasi sebagai cara menutup defisit arus kas. “Yang benar adalah mengelola pengeluaran dan pendapatan terlebih dahulu. Tapi yang terjadi, orang cenderung berpikir, bagaimana cara menutup pengeluaran besar? Investasi. Ini pola pikir yang keliru dan berbahaya,” kata dia.
Pemerintah berdalih pengenalan pasar modal di tingkat SD bertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan sejak dini. Namun, Philip mengingatkan, tanpa pembenahan struktur pasar dan regulasi yang lebih baik, literasi investasi bisa menjadi alat yang justru merugikan. “Pasar modal harus lebih bersih dan transparan terlebih dahulu. Selama bandar masih mendominasi, risikonya akan terus tinggi, bahkan bagi investor yang sudah berpengalaman, apalagi anak-anak,” kata dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan edukasi dan literasi pasar modal kepada masyarakat luas perlu untuk terus ditingkatkan. Pasalnya, hingga kini masyarakat yang berpartisipasi di pasar saham atau bursa efek masih relatif sedikit.
Ia pun bercerita dirinya sudah mulai mengenal pasar modal sejak usia muda. Yang terjadi saat ini, pengetahuan mengenai pasar modal seharusnya sudah diberikan bukan pada tingkat perguruan tinggi lagi, melainkan pada tingkat sekolah dasar, sehingga orang muda semakin akrab dengan bursa efek.
"Dan, ini hanya bisa dilakukan kalau kita juga bersama-sama (saling bekerja sama). Nanti masuk ke kurikulum, bagaimana cara penyampaiannya dan bagaimana mereka merasa terbiasa dengan transaksi," kata Sri Mulyani.
Di sisi lain, Bendahara Negara itu juga mendorong adanya instrumen-instrumen investasi yang jauh lebih terjangkau atau affordable untuk masyarakat kecil sehingga mereka bisa ikut berpartisipasi. "Kami, di Surat Berharga Negara (SBN) sudah membuat pecahan yang sangat kecil. Sehingga sekarang di dalam basis investor SBN itu, kita banyak menemukan pelajar dan mahasiswa sudah memulai beli SBN. Itu positif untuk kita semuanya. Saya berharap demikian juga dengan saham," kata dia.