
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Hidup bernegara perlu menggunakan etika, termasuk ke hal-hal yang terkecil seperti berkendara di jalan raya. Itulah salah satu pesan penting yang disampaikan pakar filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, saat menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Korlantas Polri yang digelar akhir pekan ini.
Di hadapan para petinggi dan anggota Korlantas, Rocky menekankan bahwa keselamatan berlalu lintas bukan semata urusan teknis dan regulasi, melainkan soal budaya, psikologi, dan nilai-nilai kemanusiaan. Menurutnya, jalan raya adalah ruang publik yang seharusnya menjadi tempat praktik etika, bukan ajang unjuk arogansi.
“Jalan raya itu jangan dianggap sebagai pameran kekuasaan, tapi justru tempat pameran etika. Saya senang karena Pak Agus Suryo mulai menerangkan keindahan jalan raya sebagai bagian dari tugas kemanusiaan,” ujar Rocky dalam forum tersebut, Sabtu (14/6/2025).
Menurutnya, banyak kecelakaan disebabkan oleh tindakan tidak bertanggung jawab, termasuk modifikasi kendaraan yang membahayakan. Ia mengkritik praktik over dimension dan overload yang marak dilakukan, meski sudah jelas melanggar aturan dan membahayakan nyawa pengguna jalan lain.
“Kalau kendaraan sudah didesain pabrikan untuk keselamatan, lalu dimodifikasi sembarangan demi keuntungan atau gengsi, itu sudah bentuk rekayasa yang membahayakan keselamatan jiwa,” ujarnya, sebagaimana dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Rocky juga menyoroti bahwa banyak perilaku pengendara yang berujung celaka tak melulu lahir dari ketidaktahuan aturan, tapi sering kali dipicu oleh kondisi psikologis dan tekanan hidup.
“Polisi Lalu Lintas jangan hanya dibekali ilmu teknis. Mereka juga perlu memahami psikologi, antropologi, bahkan sosiologi. Karena bisa jadi pengemudi yang marah-marah di jalan itu baru saja bertengkar di rumah atau stres karena dapur enggak berasap,” ucapnya.
Karena itu, ia mendorong agar kurikulum pelatihan bagi petugas lalu lintas melibatkan banyak cabang ilmu. Tujuannya agar polisi tidak hanya mampu menindak, tetapi juga bisa memahami dan mencegah potensi konflik di jalan raya dengan pendekatan humanis.
“Kalau kita ingin menurunkan angka kecelakaan, kita harus pahami dulu akar masalahnya, bukan cuma dari sisi teknis tapi juga dari sisi nilai. Karena kecelakaan karena human error itu adalah cermin dari nilai-nilai yang lemah,” tegasnya.
Sementara itu, Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho mengapresiasi pandangan-pandangan Rocky Gerung. Menurutnya, kehadiran pakar filsafat itu membuka cakrawala baru dalam memahami persoalan lalu lintas dari sisi yang lebih mendalam.
“Keselamatan adalah hal utama. Ketika kita bicara Hari Keselamatan Lalu Lintas Nasional, kita bicara soal nyawa manusia. Tidak cukup hanya dengan menertibkan kendaraan, tapi juga membangun kesadaran dan tanggung jawab sosial di jalan,” kata Agus.
Ia mengakui, masalah seperti over dimensi dan overload sudah menjadi persoalan serius yang “menggurita.” Oleh karena itu, negara tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan.
“Kami menggandeng semua potensi masyarakat, dari kementerian, ahli transportasi, akademisi, hingga pakar filsafat seperti Prof Rocky. Supaya penyelesaian ini tidak hanya dari sisi hukum, tapi juga nilai dan kesadaran,” tegasnya.
Agus berharap, pendekatan komprehensif ini bisa menurunkan angka kecelakaan, khususnya yang disebabkan oleh kelalaian manusia, dan pada akhirnya menjadikan jalan raya sebagai ruang publik yang aman, nyaman, dan manusiawi. Suhamdani
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.