Cegah Kasus Keracunan, Pemda DIY Perketat Sistem Pengawasan MBG dengan Empat Pilar

2 hours ago 7

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Daerah Istimewa Yogyakarta terus menjadi sorotan usai terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan di beberapa sekolah dalam kurun waktu dua bulan terakhir. Menanggapi hal ini, Pemerintah Daerah DIY menegaskan, kejadian serupa tidak boleh terulang lagi.

Sebagai langkah konkret, Pemda DIY mulai memperkuat pelaksanaan program melalui empat pilar utama yang menjadi dasar sistem pengawasan dan keamanan pangan di sekolah. Sekretaris Daerah DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, menjelaskan empat pilar tersebut antara lain jaminan keamanan dan higienitas, pengawasan berkelanjutan, pemberdayaan ekonomi lokal, serta perlindungan tenaga kerja.

Isu utama yang mengemuka bukan hanya soal kelalaian teknis, melainkan juga lemahnya rantai pengawasan dan manajemen risiko di lapangan. Ni Made menilai, MBG bukan sekadar program bagi-bagi makanan gratis, melainkan instrumen penting pembentukan ketahanan gizi dan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan.

"Dalam upaya menjamin keamanan dan higienitas makanan yang diperoleh anak-anak kita ini, kami melakukan penerapan Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS) yang ketat. Hal ini berlaku pada seluruh proses penyediaan makanan. Karena jika berbicara soal penanganan KLB, artinya kita bicara soal kualitas bahan baku, pemrosesan, packaging, sampai mobilisasi," ujarnya, Jumat (7/11/2025).

KLB yang sempat terjadi harus menjadi peringatan bahwa sistem pengawasan MBG selama ini belum berjalan optimal. Karena itu, Pemda DIY melakukan monitoring intensif dan terstruktur antara pemerintah daerah dengan Satgas MBG di kabupaten/kota.

Ni Made menyebut koordinasi mingguan digelar secara rutin untuk memastikan tidak ada lagi titik lemah di rantai produksi hingga distribusi makanan. "Pemberdayaan ekonomi lokal pun terus kami dorong untuk dilakukan pada program MBG ini. Bukan kami mau intervensi, tapi kami butuh tahu asal komoditas bahan baku dan bagaimana proses distribusinya. Kami pun bisa memberi masukan sumber-sumber komoditas bahan baku mana saja yang terjamin kualitasnya," ungkapnya.

Sebagai Ketua Satgas MBG DIY, Made menilai, pengawasan tidak bisa berjalan efektif jika rantai pasok tidak transparan. Setiap penyedia makanan (SPPG) wajib membuka informasi asal bahan dan proses penyediaan makanan. Langkah ini tidak hanya menjamin keamanan pangan, tetapi juga memastikan keterhubungan MBG dengan ekonomi desa melalui program Koperasi Desa Merah Putih.

"Dengan optimalisasi produk lokal dan sinergi rantai pasok desa, program MBG tak hanya memberi manfaat gizi, tapi juga memperkuat perekonomian desa," ucapnya.

Sementara itu, dua pilar terakhir berfokus pada pelibatan sekolah dan perlindungan tenaga kerja. Dalam praktiknya, sekolah akan berperan aktif memastikan distribusi makanan diterima siswa dengan aman dan tepat waktu.

Ni Made menjelaskan, perlindungan tenaga kerja juga harus menjadi perhatian penting. Banyak tenaga dapur, sopir, dan pengemas yang selama ini belum mendapat jaminan kerja layak.

"Upaya perlindungan tenaga kerja mencakup kepatuhan terhadap norma kerja, upah layak, waktu kerja, serta waktu istirahat dan jaminan sosial para pekerja yang terlibat dalam Program MBG," ujarnya.

Ia menegaskan, MBG harus dimaknai sebagai gerakan bersama antara masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat dalam membentuk generasi bangsa yang sehat dan berdaya saing. "Kami sepakat MBG adalah program yang bagus. Program MBG bukan sekadar makan gratis, namun program yang melibatkan seluruh komponen masyarakat maupun pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan generasi bangsa yang berdaya saing. Jadi mari kita tunjukkan, MBG di DIY tidak lagi ada kasus keracunan," katanya.

Di sisi lain, Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan Badan Gizi Nasional (BGN), Dadang Hendrayudha, menyampaikan kebijakan tegas terhadap SPPG yang lalai dalam menjalankan standar keamanan pangan. Pasca banyaknya kejadian KLB, seluruh SPPG yang terlibat wajib menghentikan operasional sementara, dan baru bisa beroperasi kembali setelah melakukan perbaikan infrastruktur sesuai petunjuk teknis dari BGN.

"Kami kembali menegaskan SPPG wajib mempunyai SLHS dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota, sertifikat air layak pakai, serta sertifikat juru masak. Kalau ada kejadian (keracunan) lagi, (SPPG) akan ditutup permanen karena itu kelalaian," ujarnya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |