CekFakta #297 Mengawasi Transparansi Penggunaan AI di Media Massa

8 hours ago 5

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Berkat kecanggihan teknologi kecerdasan buatan, produk jurnalistik kini makin beragam. Anda mungkin pernah melihat sosok presenter yang diciptakan dari AI, suara presenter dari AI, atau boks percakapan yang secara otomatis menjawab pertanyaan seputar isu-isu terkini. Tak hanya itu, kita juga bisa mendengarkan berita yang dibacakan melalui fitur text-to-speech yang disediakan oleh portal berita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belakangan, Dewan Pers merumuskan pedoman penggunaan AI bagi perusahaan media dan awaknya dalam berkarya. Apa saja peluang dan tantangan penerapannya, sehingga publik tetap mendapat informasi yang berkualitas?

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Mengawasi Transparansi Penggunaan AI di Media Massa

Baru-baru ini, Dewan Pers meluncurkan pedoman resmi terkait penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam proses produksi karya jurnalistik. Dewan Pers memastikan bahwa pedoman ini dirancang sebagai pelengkap dari Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang sudah ada, bukan mengubahnya. Tujuannya untuk memastikan bahwa teknologi AI dapat digunakan secara etis, transparan, dan tetap mematuhi kode etik jurnalistik.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menuturkan bahwa pedoman ini akan menjadi dasar bagi insan pers untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas dan mengikuti perkembangan teknologi yang semakin maju. Pedoman yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025 ini terdiri dari 8 bab dan 10 pasal. Aturannya mencakup berbagai aspek, mulai dari ketentuan umum, prinsip dasar, teknologi, publikasi, komersialisasi, perlindungan, penyelesaian sengketa, hingga ketentuan penutup.

“Pedoman ini membantu mitigasi potensi pelanggaran kode etik. Teknologi AI dapat mempermudah proses kerja jurnalistik, tetapi tidak boleh menggantikan peran manusia dalam proses tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat, 24 Januari 2025.

Dilansir oleh situs resmi Dewan Pers, secara umum Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik itu mendefinisikan kecerdasan buatan sebagai teknologi informatika yang memungkinkan perangkat digital untuk membaca, menulis, membuat gambar, suara, video, dan melakukan analisis. Prinsip dasarnya adalah karya jurnalistik yang dihasilkan dengan AI harus selalu berpedoman pada KEJ.

Penggunaan AI dalam jurnalistik wajib berada di bawah kendali manusia dari awal hingga akhir proses. Tanggung jawab penuh atas karya jurnalistik yang dihasilkan AI tetap berada di tangan perusahaan pers.

Selain itu, perusahaan pers wajib memeriksa akurasi dan memverifikasi data serta informasi, termasuk gambar, suara, dan video yang diperoleh melalui AI, dengan menggunakan teknologi yang tepat dan/atau konfirmasi kepada pihak yang berkompeten.

Karya jurnalistik yang dihasilkan AI dilarang mengandung unsur cabul, kebohongan, fitnah, sadisme, dan diskriminasi terkait SARA, jenis kelamin, warna kulit, bahasa, kondisi ekonomi, maupun disabilitas.

Transparansi adalah keharusan, tidak cukup diperbolehkan

Pedoman Dewan Pers seputar penggunaan AI oleh perusahaan pers dan jurnalisnya dinilai sebagai langkah baik, meski belum sempurna. Pada Bab II Prinsip Dasar Pasal 2 disebutkan bahwa “Perusahaan pers dapat memberikan keterangan dan menyebut sumber asal atau aplikasi kecerdasan buatan yang digunakan pada produksi karya jurnalistik”. Dosen Jurnalistik di Universitas Multimedia Nusantara, Ignatius Haryanto menilai pasal 2 itu agak lemah.

Menurutnya, perusahaan media dan jurnalis harus jujur mengumumkan aplikasi atau alat berbasis AI apa saja yang dipergunakan sebagai bentuk transparansi. “Saya kira penting untuk tetap memasukkan yang manakah hasil AI, apakah itu berupa teks, gambar, hasil analisis, kumpulan data, atau yang lain-lain. Itu perlu disampaikan sehingga ada transparansi,” ujarnya.

Transparansi kepada publik, kata Ignatius, akan mendorong kepercayaan (trust) dari pembaca ketimbang dibiarkan begitu saja tanpa keterangan.

Ignatius pun menegaskan pentingnya penerapan pasal 3 yang berbunyi “Perusahaan pers selalu memeriksa akurasi dan memverifikasi data, informasi, gambar, suara, video, dan bentuk lainnya yang didapatkan melalui pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan.” Sebab, AI hanyalah alat yang membantu kerja jurnalis. Sehingga, verifikasi tetap menjadi tugas jurnalis. 

“AI membantu (kerja jurnalistik) seperti mesin, tapi kesimpulan akhir dari tumpukan data itu ada pada jurnalisnya, ada pada manusianya. Jurnalis tetap harus memverifikasi untuk memberikan latar belakang, kerangka, serta konteks yang relevan kepada pembaca.”

Sanksi etik mungkin tidak cukup jika ada pelanggaran

Sementara itu, Associate Professor Digital Strategy & Data Science Monash University-Indonesia, Arif Perdana menilai terdapat celah kerawanan apabila terjadi pelanggaran penggunaan AI dalam karya jurnalistik.

Arief menekankan pentingnya mekanisme audit dan pengawasan soal transparansi di perusahaan media. Sebab, teknologi AI memungkinkan otomasi tanpa pengawasan ketat, tanpa upaya cek ulang, hingga judul bombastis dan clickbait. “Tidak ada sanksi tegas ini bisa menjadi titik rawan. Tanpa sanksi, tidak ada insentif kuat untuk memenuhi aturan,” ujarnya.

Dalam pedoman Dewan Pers, penyelesaian sengketa terkait karya jurnalistik yang menggunakan AI sama dengan karya jurnalistik pada umumnya, yakni melalui mekanisme yang ada di Dewan Pers sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Koreksi dan pencabutan karya jurnalistik yang menggunakan AI mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Dewan Pers.

“Seluruh konflik pemberitaan atau dispute pemberitaan itu penyelesaiannya adalah penyelesaian etik, bukan penyelesaian ranah pidana maupun ranah perdata, sampai dapat dibuktikan sebaliknya,” ujar Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu.

Bagaimana menurut Anda?

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi Tipline kami.

Ikuti kami di media sosial:

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |