TEMPO.CO, Jakarta - Bangsa Portugis merupakan bangsa asli dari Portugal yang secara genetik dan adat istiadat berkaitan dengan suku Mediterania. Orang-orang Portugis umumnya menghuni daerah-daerah di Portugal dan Brasil, serta tersebar hingga ke Jerman, Norwegia, Finlandia, Amerika Serikat, Austria, Denmark, Argentina, dan Spanyol.
Melansir ejurnal.iainpare.ac.id, bangsa Portugis menuturkan bahasa Portugis dengan jumlah penduduk mencapai 15 juta jiwa di Portugal. Di Indonesia, generasi penerusnya yang dalam jumlah banyak dapat dijumpai di Lamno, Aceh dan Kepulauan Nodaku. Lantas, di mana bangsa Portugis pertama kali mendarat di Indonesia?
Bangsa Portugis Pertama Kali Mendarat di Malaka
Berdasarkan Modul Pembelajaran SMA Kelas XI karya Alin Rizkiyan Putra (2020), bangsa Portugis masuk pertama kali ke Indonesia pada 1511. Kala itu, di bawah kepemimpinan Alfonso d'Albuquerque, Portugis berhasil menguasai Malaka.
Selang setahun, tepatnya pada 1512, Portugis yang dipimpin d’Abreu telah sampai di Maluku dan diterima baik oleh Sultan Ternate, yang kala itu sedang bersitegang dengan Tidore. Bangsa Portugis pun mendirikan benteng dan memperoleh hak monopoli perdagangan rempah-rempah.
Tidak hanya mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku, Portugis juga menyebarkan agama Kristen dengan tokohnya yang terkenal, yaitu Fransiscus Xaverius. Bangsa Portugis juga tidak memusatkan aktivitasnya di Indonesia bagian timur saja, tetapi ke Indonesia bagian barat, yaitu Pajajaran.
Pada 1522, Portugis tiba di Pajajaran di bawah kendali Henry Leme dan disambut baik, dengan tujuan agar mau membantu menghadapi ekspansi Demak. Di tahun yang sama, terjadilah Perjanjian Sunda Kelapa yang berbunyi:
- Portugis diizinkan mendirikan benteng.
- Pajajaran akan menerima barang-barang yang dibutuhkan dari Portugis, seperti senjata.
- Portugis akan mendapatkan lada dari Pajajaran.
Perlawanan Rakyat Tanah Rencong Terhadap Portugis
Mengutip Modul Pembelajaran SMA Sejarah Indonesia Kelas XI karya Anik Sulistiyowati (2020), penguasaan bangsa Portugis terhadap Malaka memunculkan berbagai perlawanan. Sejak dikuasai Portugis, para pedagang Islam di Malaka terpaksa menyingkir menuju Aceh.
Akibatnya, perdagangan di Aceh berkembang pesat. Namun, perkembangan tersebut membuat Portugis melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues pada 1523. Setahun kemudian, tepatnya pada 1524, serangan di bawah kendali de Souza menyusul, tetapi seluruhnya mengalami kegagalan.
Persaingan dalam perdagangan itu berbuntut pada permusuhan antara bangsa Portugis dan kesultanan Aceh. Sultan Aceh yang kala itu diperintah oleh Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528) menganggap Portugis sebagai saingan dalam bidang ekonomi, politik, dan penyebaran agama.
Kemudian, pada 1568, Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, tetapi gagal. Akan tetapi, Aceh di bawah kepemimpinan Sultan Alaudin kala itu berhasil menunjukkan ketangguhan sebagai kekuatan militer yang disegani dan diperhitungkan di kawasan Selat Malaka.
Penyerangan terhadap bangsa Portugis kembali dilakukan pada masa Sultan Iskandar Muda. Pada 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dan sempat membuat lawan kewalahan, tetapi serangan tersebut masih belum berhasil mengusir Portugis.
Selain penyerangan terbuka, Sultan Iskandar Muda juga telah berupaya untuk melumpuhkan kekuatan Portugis dengan cara memblokade jalur perdagangan. Sultan Aceh melarang daerah-daerah menjual lada dan timah kepada Portugis. Namun, raja-raja kecil yang membutuhkan uang secara sembunyi-sembunyi menjual rempah-rempah.
Aulia Ulva, berkontribusi dalam artikel ini.