TEMPO.CO, Jakarta - Siti Hawa (67 tahun) satu dari tiga warga Rempang yang dijadikan tersangka oleh Polresta Barelang, akan tetap berjuang mempertahankan tanah nenek moyang mereka dari penggusuran Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.
Ia ditersangkakan karena tuduhan perampasan kemerdekaan sebagaimana Pasal 333 KUHP, dua warga yang jadi tersangka lainnya yaitu Sani Rio (37 tahun), dan Abu Bakar alias Pak Aceh (54 tahun).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siti Hawa atau yang akrab disapa Nenek Awe berjanji akan mempertahankan kampung nenek moyang adalah sebuah prinsip yang ia jaga. "Nenek tetap berjuang walaupun nenek dijadikan tersangka. Seperti apapun intimidasi nenek tetap pertahankan kampung nenek moyang nenek. Nenek tetap melangkah, itu prinsip nenek," kata Awe, Kamis, 30 Januari 2025.
Ia akan beraktifitas seperti biasanya tentunya menghabiskan waktu tuanya di pos penjagaan kampung. "Sebelum Indonesia merdeka nenek moyang kami sudah disini," katanya menegaskan Pulau Rempang adalah kampung halamannya.
Siti Hawa menyebutkan kriminalisasi terhadap dirinya di Pulau Rempang ini hampir sama yang dialami nenek moyang mereka pada masa penjajahan Belanda dulu, tetapi mereka orang tua dulu kata Siti, tetap bertahan ketika digoyang seperti ini.
"Mereka bersembunyi ketika pesawat (Belanda) lewat. Orang tua kami pindah ke Pulau Mubut. Tetap bertahan orang tua kami. Orang tua kami lahir di sini, nenek lahir di sini. Nenek 6 bersaudara, nenek anak terakhir," kata Siti yang saat ini setidaknya sudah punya 22 cucu.
Sehari-hari Siti Hawa berjualan di rumah panggungya di dekat pelabuhan di Sembulang Pulau Rempang. Saat Pulau Rempang hendak dikosongkan untuk PSN, Awe lebih banyak menghabiskan waktu menjaga posko di kampung, agar tidak dimasuki oleh pihak pemerintah atau perusahaan yang ingin merampas tanah ulayatnya.
Alih-alih menjadi korban perampasan tanah ulayat, Siti Hawa malahan disangkakan perampasan kemerdekaan orang lain.
Siti Hawa dijadikan tersangka
Siti Hawa dan dua warga Rempang lainnya ditetapkan sebagai tersangka buntut dari kejadian penyerangan yang dilakukan 30 orang petugas PT MEG di tiga posko warga penolak PSN, Rabu, 18 Januari 2025. Setidaknya 8 orang warga luka-luka, 3 posko perjuangan hancur, belasan kendaraan rusak.
Penyerangan itu dipicu ditangkapnya satu orang petugas PT MEG oleh warga di Rempang, petugas itu kedapatan merusak spanduk tolak PSN Rempang milik warga.
Usai kejadian baik PT MEG dan warga korban penyerangan melapor ke polisi. Dua orang petugas PT MEG ditetapkan tersagka, namun 3 orang warga Rempang juga ditetapkan sebagai tersangka, 18 Januari 2025 lalu.
Saat penangkapan petugas perusak spanduk tersebut Siti Hawa menegaskan, dirinya atau warga tidak menyekap pelaku, hanya meminta polisi menangkap pelaku.
Pasalnya, perusakan spanduk tolak PSN itu sudah sering terjadi, tak hanya spanduk rusak, kejadian gardu listrik terbakar, tiang listrik dibongkar, juga terjadi di Pulau Rempang untuk mengintimidasi warga.
"Pada saat malam penyerangan, nenek tidak melakukan apa-apa. Nenek hanya minta dengan polisi. Polisi bilang nanti orang ini mati kita susah. Nenek sampaikan orang melayu tidak bunuh orang. paling-paling pikul sedikit, biasalah. Kalau itu di Batam patah mematah itu," kata Siti Awe.
Namun pelaku tak kunjung dibawa polisi, tetapi dibawa langsung oleh petugas MEG
Setelah itu warga Rempang diserang secara sistematis oleh sekelompok orang yang belakangan di akui merupakan petugas PT MEG.
"Nenek dianggap merampas kemerdekaan, nenek sebenarnya tidak terima itu. Sedang orang mereka (MEG) bersalah," kata dia. "Kita binggung juge, apa yang kita rampas, ape salah nenek, nenek tak ngapa ngapain, jadi takut ape kite, tapi yang takutnya melayu ngamuk mati kite".