TEMPO.CO, Yogyakarta - Pengajar sekaligus pakar Hubungan Internasional di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ratih Herningtyas mewanti-wanti Indonesia soal potensi dampak atas terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
"Terpilihnya Donald Trump perlu dipandang sebagai tantangan dan juga peluang bagi Indonesia dalam sektor ekonomi," kata Ratih Herningtyas di Yogyakarta Sabtu 9 November 2024.
Ratih menjelaskan, Trump yang baru saja memenangkan pemilu, berpotensi mengeluarkan kebijakan yang bersifat proteksionisme dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi. Termasuk pembatasan impor terhadap negara yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi Amerika.
“Setiap negara yang memiliki komoditas ekspor ke Amerika perlu menyiapkan strategi sebagai antisipasi jika dikenakan kenaikan tarif, ini seperti yang terjadi dengan Cina, dimana dalam kampanyenya Trump ingin menaikkan tarif impor barang dari Cina hingga lebih dari 60 persen,” ujar Ratih.
Menurutnya, pemerintah perlu mewaspadai kemungkinan tersebut, termasuk memperkuat diplomasi ekonomi agar komoditas Indonesia yang akan diimpor oleh Amerika tetap dapat masuk dan tidak mendapat hambatan. Ia mengibaratkan Amerika sebagai raksasa yang kebijakannya berpengaruh terhadap stabilitas negara lain.
Pandangan Ratih tersebut merupakan implikasi atas dampak yang dapat muncul menyusul kebijakan ekonomi era Trump saat ini.
Ketika pasar Amerika menjadi sempit karena kenaikan tarif, akan banyak komoditas asing yang terhambat masuk dan mencari pasar lain sebagai limpahan dari Amerika.
Ratih mengkhawatirkan jika Indonesia akan menjadi tempat untuk limpahan tersebut dan dibanjiri oleh produk dari negara lain.
“Terutama jika melihat importir di Indonesia yang sering pragmatis, jika harga produk dari luar negeri dapat lebih murah dan kompetitif cenderung akan dimasukkan ke pasar Indonesia," kata Ratih.
Padahal, Ratih melanjutkan, harga yang lebih murah karena memang kebijakan untuk menjual komoditasnya di luar negeri dengan harga yang berbeda.
"Seperti yang dilakukan Cina melalui kebijakan dumping dengan produk yang murah namun kurang berkualitas,” ungkapnya.
Hal-hal yang menjadi dampak atas manuver Trump dalam memperbaiki pertumbuhan ekonomi Amerika dinilai oleh Ratih perlu untuk diperhatikan dan diwaspadai.
"Trump terlihat sangat percaya diri dalam menangkal isu seputar sektor ekonomi, seperti pembatasan jumlah imigran yang dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi, serta memberikan insentif bagi pengusaha Amerika yang berpotensi menunjang pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Komitmen tersebut dianggap menjadi keunggulan Trump dalam memenangkan pemilu.
Ratih menjelaskan, faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap kemenangan Trump adalah dukungan publik Amerika terutama di 7 negara bagian, termasuk di Michigan yang memiliki komunitas Muslim terbanyak di Amerika.
"Walaupun kelompok minoritas, dukungan mereka terbukti berpengaruh terutama jika melihat Trump yang lebih dapat bersikap terhadap konflik antara Palestina dengan Israel,” imbuh Ratih.
Kendati Trump tetap berpihak kepada Israel, menurut Ratih akan ada alternatif penyelesaian yang lebih tegas, seperti memerintahkan Israel untuk melakukan gencatan senjata maupun melibatkan negara-negara lain di Timur Tengah melalui Abraham Accords untuk resolusi konflik.
Terpilihnya Trump sebagai presiden terbaru sudah pasti akan mengubah arah kebijakan Amerika Serikat, mengingat opini publik terhadap pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Joe Biden dianggap gagal memenuhi ekspektasi.
Ini dipandang oleh Ratih sebagai peluang yang dimanfaatkan Trump dalam memenangkan pemilu melalui kebijakan yang terindikasi tegas dalam menanggapi isu kesejahteraan masyarakat, terutama dalam sektor ekonomi.