Eks Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra Sebut Pandemi Covid-19 hingga Tinggi Biaya Sewa Pesawat Jadi Masalah Selama Menjabat

2 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Irfan Setiaputra dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melalui keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat, 15 November 2024. Irfan mengaku tak mempermasalahkan bila ia harus meninggalkan jabatannya tersebut. 

Irfan Setiaputra membeberkan masalah fundamental yang dihadapi perusahaan yang dipimpinnya dalam kurun waktu lebih dari empat tahun tersebut, yaitu terkait dengan kondisi penerbangan saat Covid melanda.

Selama ia menjabat sebagai Direktur Umum sejak menggantikan Askhara pada Januari 2020 lalu Irfan memiliki tanggung jawab untuk memulihkan keuangan Garuda yang tak mudah setalah ambruk karena pandemi Covid -19

Irfan membandingkan pendapatan Garuda Indonesia sebelum dan sesudah pandemi yang mengalami penurunan drastis sebesar 70 persen. Sebelum pandemi, Irfan mengungkapkan pendapatan BUMN penerbangan bisa tembus hingga US$ 235 juta per bulan. Tapi kini pendapatan Garuda Indonesia hanya berada di rata-rata US$ 60 juta per bulan.

Menurutnya permasalah serupa juga dialami industri transportasi udara lainnya baik di Indonesia maupun luar negeri karena adanya pemberlakuan kebijakan pembatasan perjalanan.

Kemudian masalah lainnya ialah biaya sewa pesawat yang sangat tinggi sehingga membebani perseroan. Permasalahan tersebut menurut Irfan telah menyebabkan struktur biaya menjadi tidak ideal.

"Salah satunya adalah biaya sewa pesawat yang sangat tinggi hingga 24,7 persen dari total revenue atau 4 kali lipat dari rata-rata industri," ujar Irfan dalam pemaparan publik pada hari ini, Kamis, 20 Oktober 2022. pada Kamis, 20 Oktober 2022. 

Biaya sewa pesawat yang begitu tinggi membuat pihaknya mengambil keputusan dengan membatasi rute penerbangan. Pada beberapa penerbangan terutama untuk penerbangan internasional menurutnya sulit untuk membukukan keuntungan.

Menurutnya hal tersebut telah menyebabkan likuiditas perusahaan begitu tertekan hingga akhirnya perseroan turut mengalami permasalahan solvabilitas. 

"Pandemi bukan satu-satunya penyebab perseroan mengalami masalah likuiditas dan solvabilitas. Namun juga, structure cost kita yang tidak ideal memperparah kondisi tersebut," ucapnya. 

Adapun nilai biaya tetap atau fix cost perseroan pada awal tahun 2020 sebelum pandemi berkisar US$ 100 juta per bulan. Irfan menyatakan nilai yang begitu besar itu sangat membebani perseroan yang juga harus berupaya menjaga keberlangsungan operasionalnya. 

Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi Irfan menuturkan bahwa Garuda Indonesia sempat menyusun beberapa program korporasi. Salah satunya adalah melakukan restrukturisasi secara komperhensif terhadap kegiatan operasional dan keuangan. 

Program-program korporasi itu, di antaranya mencakup restrukturisasi kontrak pesawat dan menyederhanakan tipe pesawat. Sementara dari sisi komersial, strategi yang dijalankan meliputi restrukturisasi dan resizing network plan, yang kini berfokus kepada rute domestik dan hanya beberapa rute internasional. Garuda Indonesia juga tengah bersinergi dengan maskapai Citilink. 

Ada juga strategi keuangan yang diambil meliputi restrukturisasi keuangan maupun utang, pengendalian keuangan, dan program efisiensi biaya. Perseroan juga sedang mencari alternatif penghimpun dana, serta mengimplementasikan budaya taat asas dan budaya risiko. 

Garuda Indonesia juga melakukan melakukan perbaikan di dalam organisasi, diversifikasi portofolio bisnis anak perusahaan, dengan mengambil melakukan likuidasi dan divestasi, dan peningkatan kontribusi pendapatan lainnya di luar pendapatan penumpang. "Terakhir yang tak kalah penting yang sedang dilakukan adalah transformasi budaya atau culture transformation," kata Irfan. 

Melalui Keputusan dalam rapat Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia pada Jumat 15 November 2024, Wamildan Tsani Pandjaitan terpilih sebagai Dirut Umum PT Garuda. Wamildan mengatakan akan melakukan financial and operational review secara menyeluruh, mengakselerasi kinerja perusahaan, serta melakukan ekspansi jaringan dan peningkatan kualitas layanan.

"Semua ini akan memperkuat reputasi Garuda Indonesia sebagai national flag carrier yang makin sehat," kata dia. 

TIARA JUWITA | JONIANSYAH

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |