TEMPO.CO, Bandung - Kalangan dokter spesialis mata di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo di Bandung mengingatkan para orang tua soal gangguan refraksi pada anak. Peringatan disampaikan pada Hari Penglihatan Sedunia setiap Kamis pada pekan kedua Oktober yang tahun ini bertema internasional 'Love Your Eyes, Kids'.
Direktur Utama Pusat Mata Nasional RS Mata Cicendo Antonia Kartika mengatakan sebanyak 2,2 miliar penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan dan kebutaan yang hampir separuhnya sebenarnya dapat dicegah. Mengutip Badan Kesehatan Dunia (WHO), gangguan yang dapat dicegah tersebut diperkirakan akan meningkat secara eksponensial menjadi 1,8 miliar orang pada 2050 jika tanpa upaya preventif.
Antonia menunjuk secara spesifik tantangan baru saat ini yaitu endemi myopia, suatu gangguan penglihatan akibat gangguan refraksi mata. Setengah penduduk Bumi pada 2050 diprediksi akan mengalaminya sehingga membutuhkan kacamata, termasuk di Indonesia. “Gangguan refraksi ini salah satu penyebab tertinggi gangguan penglihatan bahkan kebutaan, dan jika terjadi pada anak-anak akan berdampak buruk,” ujarnya lewat keterangan tertulis, Kamis 24 Oktober 2024.
Gangguan refraksi menurut Kementerian Kesehatan adalah kondisi ketika cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas. Akibatnya membuat bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam. Penyebabnya bisa karena panjang bola mata terlalu panjang atau malah terlalu pendek, perubahan bentuk kornea, dan penuaan lensa mata.
Di usia pra sekolah, perkembangan motorik, bahasa, emosi dan kognitif sebanyak sekitar 75 persennya diproses melalui penglihatan. Karena itu peran orang tua penting untuk melakukan deteksi dini kondisi mata anak-anak dan terapi yang dibutuhkan. “Deteksi dini pada anak seharusnya sudah dilakukan sebelum usia sekolah,” kata Feti Karfiati, dokter spesialis mata di RS Mata Cicendo, menambahkan.
Pada kasus tertentu, dia menuturkan, deteksi dilakukan lebih awal seperti pada bayi yang lahir prematur, berat badan kurang saat lahir. Atau bisa juga dilakukan pada tahun pertama usia anak jika ada faktor risiko seperti, mata terlihat juling, perkembangan yang terlambat atau ada riwayat orang tua yang menggunakan kacamata atau mengalami gangguan mata lainnya.
Iklan
Tantangannya, pemeriksaan mata pada anak sering kali tidak mudah karena anak belum dapat bekerja sama, cepat bosan, atau staf yang melakukan pemeriksaan kurang terlatih. Sementara pemeriksaan berkala perlu dilakukan karena penyebab paling umum dari kehilangan penglihatan pada orang dewasa adalah mata malas atau amblyopia pada masa anak yang tidak diterapi dengan baik.
“Amblyopia atau mata malas hanya terjadi pada anak-anak, yaitu penurunan penglihatan yang terjadi ketika otak tidak mendapatkan rangsangan normal dari mata yang diakibatkan kelainan refraksi,” ujar Feti menjelaskan.
Pada Hari Penglihatan Sedunia tahun ini Syamsi Dhuha Foundation di Bandung membuat program pelatihan komputer bicara untuk anak-anak difabel netra mulai 5 Oktober 2024 hingga November mendatang. Acara lain seperti webinar serta audiensi ke Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) yang memiliki Pusat Layanan Disabilitas.
Pilihan Editor: Wawancara Eksklusif Rektor Unpam Soal UKT Paling Murah, Jumlah Mahasiswa yang Sangat Besar, dan Pertanyaan tentang Kualitas