Harvey Moeis Ungkap Sosok Wasit Jakarta di Grup WA New Smelter

1 month ago 19

TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis, mengungkapkan sosok 'Wasit Jakarta' di dalam grup WhatsApp (WA) New Smelter. Dalam sidang sebelumnya, suami aktris Sandra Dewi itu enggan mengungkapkan siapa sosok tersebut.

Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan soal pertemuan antara lima smelter swasta di Hotel Sofia, Gunawarman, Jakarta Selatan. Jaksa bertanya, siapa yang menginiasi pertemuan di tempat tersebut.

"Kalau saya yang diajak ketemu, biasanya saya tentukan Sofia aja, karena dekat rumah saya," kata Harvey Moeis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 6 Desember 2024.

JPU kembali bertanya, "enggak ada orang lain yang menentukan?"

Harvey berujar tidak. Pihak yang lain juga mengatakan nyaman di Sofia. "Jadi biasanya mereka bilang ketemunya di Sofia aja."

"Pernah ada pengantaran uang ke Gunawarman Nomor 31/33?" tanya JPU lagi.

Harvey lantas menjawab pernah apabila ia sedang berada di tempat tersebut, serta kebetulan ada 'sumbangan' yang mau diantarkan kepada dirinya. Dalam sidang sebelumnya, ia menyebut bahwa rumah di Gunawarman itu adalah milik pengusaha Robert Bonosusatya yang sering menjadi tempat kumpul-kumpul.

Harvey, dalam sidang sebelumnya, juga menyebut para smelter swasta menyepakati sumbangan untuk kegiatan sosial sebesar 500 USD per ton logam yang diproduksi tiap perusahaan. Untuk itu, masing-masing smelter swasta menukar uang ke perusahaan penukaran uang atau money changer

Salah satu yang digunakan adalah money changer milik Helena Lim, yakni PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Perusahaan tersebut juga menyediakan jasa pengiriman.

"Itu yang menentukan tempat di sana (Gunawarman Nomor 31/33), mengantarkan uang itu siapa?" cecar JPU.

Harvey menjawab "itu tergantung saya posisinya di mana."

"Ada diatur sama wasit?" tanya jaksa.

Harvey mengatakan tidak ada. "Kurirnya Bu Helena nanya saya lagi posisi di mana. Kalau lagi posisi di rumah, diantar ke rumah. Kalau di mal, di mal."

"Uang yang diantarkan itu, dilaporkan ke wasit juga?" tanya JPU.

Harvey lagi-lagi menjawab tidak. "Saya kelola sendiri, saya simpan sendiri."

"Tidak ada laporan ke wasit?" cecar jaksa.

Harvey kembali menegaskan, "saya tidak melaporkan ke siapa-siapa, saya simpan sendiri, saya kelola sendiri."

Hakim Ketua, Eko Aryanto, lalu mengambil alih. "Mengenai wasit itu sudah dijawab? Wasit itu siapa?" 

"Sudah dijawab," ujar Harvey.

Eko kembali bertanya, "siapa?"

"Pengganti Kapolda baru, Yang Mulia," jawab Harvey.

Eko lagi-lagi bertanya, "Kapolda waktu itu kan meninggal. Digantikan siapa?"

"Saya lupa, Yang Mulia," jawab Harvey.

Adapun yang dimaksud Eko adalah Brigjen Syaiful Zachri yang meninggal pada medio 2019 lalu. Sebelum wafat, ia dicopot sebagai Kapolda Bangka Belitung dan dipindahkan menjadi Direktut Pembinaan Potensi Masyarakat Korps Pembinaan Masyarakat Badan Pemelihara Keamanan (Dirbinpotmas Korbinmas Baharkam) Polri. 

Jabatan Kapolda Bangka Belitung lalu ditempati oleh Brigjen Istiono. Istiono sebelumnya menjabat sebagai Dirbinpotmas Korbinmas Baharkam Polri.

Pada akhir Oktober 2024, grup WA New Smelter terungkap dalam sidang kasus timah. JPU menampilkan salah satu bukti elektronik yang diekstrak dari handphone Achmad Syamhadi, eks General Manager Produksi PT Timah Tbk.

"Ada WA grup namanya New Smelter," ujar jaksa di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu, 23 Oktober 2024.

Jaksa menjelaskan, anggota dalam grup New Smelter itu di antaranya Harvey Moeis, Hendry Lie selaku beneficial owner atau penerima manfaat PT Tinindo Internusa, Suwito Gunawan alias Awi selaku penerima manfaat PT Sariwiguna Binasentosa.

"Ini grupnya betul ya? Ini anggota-anggotanya. Saudara kan masuk di dalam grup?" tanya JPU.

Harvey pun menjawab "iya."

Jaksa lalu membacakan berita acara pemeriksaan Harvey Moeis di halaman 84. Dalam grup WA New Smelter itu, ada yang mengirim pesan kepada Harvey Moeis bahwa terkadang PT Timah membayar harga bijih timah lebih mahal. Namun hanya untuk penjualan kepada pelimbang kecil, bukan untuk partai besar.

Kemudian Harvey pun membalas chat atau pesan tersebut. "'Siap Pak Dir, saya rasa sekarang akan lebih kelihatan siapa yang commit dan tidak. Dan kalau ketahuan, harus siap menanggung konsekuensinya, terutama dengan adanya wasit baru dari Jakarta'. Saudara jelaskan, siapa yang saudara maksud dengan wasit dari Jakarta?" tanya jaksa

Hakim ketua, Rianto Adam Pontoh, pun mengingatkan Harvey Moeis. "Ini di WA saudara ya, saudara harus jujur," ujar Pontoh, sapaannya.

"Izin Yang Mulia, saya sempat diperlihatkan juga percakapan ini. Saya berusaha mengingat-ingat apa maksud saya wasit itu. Saya juga udah lupa, Yang Mulia," jawab Harvey.

JPU kembali mencecar "masa saudara tidak tahu apa yang saudara tulis?"

"Karena ketika itu kita berusaha mencari solusi untuk membantu PT Timah, Pak," ujar suami aktris Sandra Dewi ini.

Pontoh pun menengahi. "Maksud saudara wasit itu apakah orang berpengaruh di Jakarta? Apakah dia pengusaha besar berpengaruh? Atau aparat penegak hukum? Apa yang saudara maksud wasit itu?"

"Saya tidak bisa mengonfirmasi, Yang Mulia," ujar Harvey Moeis.

Pontoh kembali bertanya, apakah wasit itu adalah seorang pengusaha atau pejabat yang berpengaruh. Menurut Pontoh, hanya dua pihak itu saja wasitnya karena terkait masalah harga.

"Saudara jujur saja!" ucap Pontoh.

Harvey sempat terbata sejenak. Pontoh kembali mencecar "wasit itu orang atau apa? Wasit kan pengadil, penentu."

"Betul," ujar Harvey Moeis.

Harvey lantas menjawab, "kalau pengusaha rasanya tidak Pak, karena grup ini eh ... inisiasinya adalah perpanjangan tangan dari pemerintahan, sepertinya wasitnya adalah beliau-beliau Pak."

"Apa? Penguasa? Pejabat?" tanya Pontoh.

Harvey pun berkukuh menjawab tidak tahu. "Saya sudah lupa alasan saya ngomong gitu, Pak."

"Terserah saudara lah, nanti kami simpulkan dalam tuntutan kami," ujar jaksa penuntut umum.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |