
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penanganan kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019–2022 masih bergulir dan semakin menukik. Bahkan, Kejaksaan Agung membuka kemungkinan untuk memeriksa Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) saat itu.
Kasus yang sedang diselidiki oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) ini berfokus pada pengadaan laptop Chromebook yang diperuntukkan bagi satuan pendidikan dari jenjang dasar hingga atas. Kejagung menilai proyek tersebut diduga tidak didasarkan pada kebutuhan riil di lapangan dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
“Siapa pun yang dinilai dapat membuat terang perkara ini, termasuk pejabat pada waktu itu, bisa saja diperiksa. Sepanjang diperlukan dalam proses penyidikan,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Rabu (3/6/2025).
Meski membuka peluang pemeriksaan terhadap Nadiem, Harli belum memastikan apakah mantan Mendikbud Ristek itu sudah dijadwalkan untuk dimintai keterangan.
Hingga saat ini, Kejagung telah memeriksa 28 saksi dalam rangka mengusut tuntas dugaan korupsi tersebut. Sejumlah barang bukti elektronik juga telah disita, termasuk dari apartemen milik mantan staf khusus Nadiem Makarim, Ibrahim Arief (IA). Barang bukti itu antara lain berupa laptop dan ponsel yang kini sedang dianalisis penyidik.
“Penyidik kini tengah mendalami dokumen dan regulasi yang terkait untuk mengungkap di mana letak perbuatan melawan hukumnya, siapa pihak yang paling bertanggung jawab, dan bagaimana kerugian negara bisa terjadi,” tambah Harli.
Kasus ini bermula dari rencana Kemendikbud Ristek pada 2020 untuk memberikan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ke sekolah-sekolah dalam rangka mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Namun, berdasarkan uji coba tahun 2018–2019, penggunaan Chromebook dinilai tidak efektif karena keterbatasan jaringan internet yang belum merata di berbagai wilayah Indonesia.
Awalnya, tim teknis pengadaan merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, anehnya, spesifikasi tersebut kemudian diubah dan diganti dengan sistem operasi berbasis Chrome (Chromebook), yang belakangan diduga tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
“Penggantian spesifikasi itu diduga bukan atas dasar kebutuhan pendidikan, melainkan karena adanya intervensi dan permufakatan jahat dalam proses pengadaan,” ujar Harli.
Kementerian sendiri tercatat mengelola anggaran fantastis untuk program ini, yakni sebesar Rp 9,9 triliun sepanjang 2019–2022. Dari total tersebut, sekitar Rp 3,5 triliun dialokasikan khusus untuk pengadaan perangkat TIK, sedangkan sisanya sebesar Rp 6,3 triliun melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK).
Atas temuan-temuan itu, Kejagung menegaskan bahwa penyidikan akan terus dikembangkan untuk mengungkap siapa aktor utama di balik dugaan korupsi berjamaah ini. Meski belum menetapkan tersangka, penyidik terus mengumpulkan bukti dan memperluas lingkup penyelidikan.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.