TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak tujuh tahanan dan narapidana yang melarikan diri dari Rutan Salemba pada Selasa, 12 November 2024 dini hari. Kepala Rutan Salemba, Agung Nurbani, mengatakan modus pelarian mereka adalah dengan cara memotong teralis jendela kamar mandi.
"Setelah itu lompat keluar dari jendela kamar mandi menuju gang luar, lalu masuk ke gorong-gorong dan menjebol teralis gorong-gorongm menuju arah timur rutan," kata Agung melalui keterangan resmi pada Rabu, 13 September 2024.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary Syam Indrari, mengatakan Polres Metro Jakarta Pusat dan Rutan Salemba telah berkomunikasi. Kedua pihak juga telah bekerja sama untuk menangkap tujuh tahanan kabur tersebut.
"Polres Metro Jakarta Pusat sudah melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara)," kata Ade Ary kepada awak media di Jakarta Pusat pada Rabu, 13 November 2024. "Kan sudah terlihat Inafis datang ke TKP."
Selain itu, dia menuturkan data-data para tahanan dan napi yang kabur juga sudah dipegang oleh jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) setempat. Data-data itu kemudian akan dikomunikasikan lagi. "Dan dilakukan pencarian," kata Ade Ary.
Profil Rutan Salemba
Melansir laman resmi Rutan Salemba, Rumah Tahanan Negara (Rutan) kelas 1 Jakarta Pusat atau lebih dikenal dengan sebutan Rutan Salemba merupakan salah satu unit pelaksana teknis pada jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Keberadaan lembaga ini tidak dapat dipisahkan dari instansi hukum lainnya dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia.
Rutan Salemba dibangun pada sebidang tanah seluas 42.132m2 pada 1918 oleh pemerintah yang berkuasa pada zaman Hindia Belanda saat itu dan dikenal oleh masyarakat Jakarta dengan sebutan Penjara Gang Tengah. Sebelum 1945 penjara Gang Tengah dipergunakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk menahan orang-orang yang melakukan pelanggaran hukum Kolonial Belanda.
Setelah 1945, bertepatan dengan kemerdekaan Bangsa Indonesia, kepemilikannya diserahkan pada Pemerintah Republik Indonesia dimana pada waktu itu Lembaga Pemasyarakatan Salemba dipergunakan untuk menampung atau menahan tahanan politik, tahanan sipil, tahanan kejaksaan dan pelaku kejahatan ekonomi pada saat terjadi pemberontakan G30S/PKI.
Pada 1967-1980 Lembaga Pemasyarakatan Salemba dijadikan Rumah Tahanan Militer (RTM) yang khusus menahan tahanan militer dibawah pimpinan Inrehab Laksusda Jaya. Selanjutnya pada 4 Februari 1980 Lembaga Pemasyarakatan Salemba, perlengkapan inventaris serta rumah dinas yang dipergunakan oleh Inrehab Laksusda Jaya diserahkan kembali kepada Departemen Kehakiman melalui Kepala Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan IV Jakarta Raya dan Kalimantan Barat, Soekirman SH.
Serah terima ini berdasarkan surat perintah Panglima Komando Operasi Pemulihan Kesatuan dan Ketertiban tanggal 9 Januari 1980 nomor: Sprin12/Kepkam/1/1980 dan surat pelaksanaan nomor: Sprin/4 5/KAHDA/1/1980 tanggal 23 Januari 1980.
Sejak 22 April 1981 Lembaga Pemasyarakatan Salemba dimanfaatkan untuk pelaksanaan penahanan bagi tahanan wanita pindahan dari Lembaga Pemasyarakatan Bukit Duri yang pada waktu itu dialih fungsikan menjadi lokasi pertokoan.
Setelah diadakan renovasi bangunan tahap 1 awal Oktober 1989, mulai ditempatkan tahanan pria dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Kejaksaan Negeri Barat dan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Dengan semakin padatnya penghuni Lembaga Pemasyarakatan Salemba, tahanan wanita yang sejak April 1981 menempati Blok A dan Blok B, dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman DKI, dipindahkan ke Rumah Tahanan Negara Kelas IIIa Pondok Bambu Jakarta Timur.
Berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman RI nomor M.04.UM.01.06 tahun 1983 tanggal 16 Desember 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara, maka Lembaga Pemasyarakatan Salemba berubah statusnya menjadi Rumah Tahanan Negara bersama 274 Lembaga Pemasyarakatan lainnya yang berada di Indonesia.
Mengutip laman BPHN, pada Februari 2007 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02-PR.07.03 Tahun 2007 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba, Cibinong, Pasir Putih Nusakambangan, dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB di Way Kanan, Slawi, Nunukan, Boalemo, dan Jailolo.
Berdirinya Lapas Salemba adalah pemekaran UPT Pemasyarakatan Rutan Salemba menjadi 2 (dua) Satuan Kerja di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta yaitu Rutan Klas I Jakarta Pusat dan Lapas Klas IIA Salemba pada 2007.
HATTA MUARABAGJA | DANI ASWARA