TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menangkap mantan Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (Kabadiklat Kumdil), Zarof Ricar, karena diduga menjadi perantara suap dalam kasasi Ronald Tannur. Ketika menggeledah rumah tersangka itu, tim Kejaksaan menemukan uang senilai Rp920 miliar lebih dan emas Antam batangan 51 kg.
Jika dihitung berdasarkan harga emas Antam yang dipantau dari laman Logam Mulia, Jumat pagi, 25 Oktober 2024) harga emas per gram Rp1.529.000.
Sedangkan berdasarkan harga pecahan emas batangan yang tercatat di laman Logam Mulia Antam pada Jumat: Harga emas 1.000 gram (1 kg) adalah Rp1.469.600.000.
Berdasarkan harga itu, maka emas 51 kg yang disita dari rumah Zarof senilai Rp74.949.600.000 atau hampir Rp75 miliar.
Jika ditambahkan uang yang disita yaitu Rp920.912.303.714, maka total jumlahnya dengan emas setara Rp995.861.903.714 atau Rp995 miliar lebih.
Uang yang disita dari brankas yaitu sejumlah Rp5.725.075.000, 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar AS, 483.320 dolar Hong Kong, dan 71.200 Euro.
Dari Mana Uang Berasal?
Zarof Ricar, yang kini sudah pensiun, ditangkap karena diduga terlibat upaya penyuapan hakim kasasi di Mahkamah Agung dalam kasus Ronald Tanur, yang didakwa jaksa melindas kekasihnya Dini Sera Afriyanti hingga akhirnya tewas. Namun Pengadilan Negeri Surabaya membebaskannya karena menilai Dini tewas akibat minuman keras.
Kasus ini mendapat banyak sorotan. Jaksa kemudian mengajukan kasasi. Di tengah proses kasasi itu, jaksa juga menyelidiki dugaan suap terhadap hakim di Pengadilan Surabaya.
Kejaksaan pada 23 Oktober 2024 menangkap 3 hakim dan pengacaranya dengan menyita bukti berupa uang senilai total Rp20 miliar dari rumah Hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, serta pengacara Lisa Rahmat.
Sebelum penangkapan hakim itu, Komisi Yudisial atau KY berdasarkan hasil investigasinya merekomendasikan pemberhentian bagi yang bersangkutan. Apalagi Mahkamah Agung (MA) sudah menganulir putusan tersebut dengan vonis 5 tahun penjara dalam kasasi.
Iklan
Majelis hakim Mahkamah Agung pada Kamis, 24 Oktober 2024, mengabulkan kasasi jaksa dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya. Majelis hakim kasasi juga menghukum Ronald Tannur 5 tahun penjara karena terbukti bersalah menganiaya Dini hingga menyebabkan kematiannya.
Pengusutan dugaan suap pada hakim di PN Surabaya dan pengacara berkembang ke Zarof Ricar, yang diduga menjadi perantara pengaturan sidang kasasi di MA.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengatakan, keterlibatan Zarof dalam kasus tersebut adalah sebagai perantara antara pengacara Lisa Rachmat dan hakim agung. Zarof dibekali Rp 5 miliar untuk diberikan kepada tiga hakim agung yang menangani kasasi Ronald Tannur dengan janji fee sebesar Rp1 miliar.
“LR meminta ZR agar bisa mengupayakan hakim agung pada MA tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam putusan kasasinya,“ kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jumat malam, 26 Oktober 2024.
Dalam pemeriksaan, ZR mengakui uang ratusan miliar itu berasal dari fee sebagai makelar pengurusan perkara di MA selama 10 tahun dari 2012 sampai 2022 ketika pensiun.
"Selain perkara permufakatan jahat, saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA dalam bentuk uang," kata Abdul Qohar.
Setelah tahun 2022, perbuatan kejahatan itu kemudian tidak dilakukan lagi oleh ZR karena sudah memasuki masa purnatugas.
"Dari mana uang ini berasal? Menurut keterangan yang bersangkutan bahwa sebagian besar ini diperoleh dari pengurusan perkara," ucapnya.