TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok aktivis Justice For Myanmar mendesak negara anggota ASEAN untuk mengakhiri keterlibatan mereka dalam kejahatan internet junta militer terhadap rakyat Myanmar.
"Sudah saatnya ASEAN menghentikan keterlibatannya dengan junta, mendukung sanksi terkoordinasi terhadap kroni, pedagang senjata, dan mitranya, serta membubarkan kartel militer untuk selamanya," kata juru bicara Justice for Myanmar, Yadanar Maung, dalam keterangan resminya pada Jumat, 31 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maung juga meminta agar negara-negara Asia Tenggara menghentikan semua dukungan dan legitimasi atas pemerintahan junta. Mereka menuntut negara-negara ASEAN turut memutus akses para pucuk pimpinan Myanmar saat ini terhadap pendanaan, senjata, barang-barang penggunaan ganda, teknologi, hingga bahan bakar penerbangan.
"ASEAN harus mengakhiri keterlibatannya dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan junta dengan mengecualikan junta dan perwakilannya dari semua pertemuan, serta mengakhiri dukungan militer, teknis, finansial, dan intelijennya," ujarnya.
Maung mengatakan ASEAN harus terlibat secara formal dengan perwakilan sah rakyat Myanmar, Pemerintah Persatuan Nasional, Dewan Konsultasi Persatuan Nasional, Organisasi Perlawanan Etnis, dan masyarakat sipil. Masa depan Myanmar yang demokratis dan federal harus dipimpin dan dimiliki oleh rakyat Myanmar sebagaimana yang dipandu oleh Piagam Demokrasi Federal.
"ASEAN dan masyarakat internasional yang lebih luas harus mendengarkan suara rakyat Myanmar dan mengakui upaya kolektif mereka untuk membangun negara yang dipimpin oleh rakyat," tuturnya.
Masyarakat Myanmar terus melakukan perlawanan gigih terhadap militer selama empat tahun. Gerakan itu, ditujukan untuk melawan upaya kudeta ilegal dan kekerasan junta militer Myanmar.
"Kami menghormati mereka yang telah berkorban besar untuk memastikan upaya junta merebut kekuasaan dari rakyat dengan kekerasan telah gagal setelah empat tahun. Bersama-sama, kami akan terus bekerja untuk membongkar kartel militer," ucapnya.
Berdasarkan catatan Justice for Myanmar, militer Myanmar melancarkan upaya kudeta ilegal pada 1 Februari 2021. Selama empat tahun, rakyat Myanmar melawan junta yang brutal dan melakukan pengorbanan yang besar untuk memastikan bahwa militer gagal menguasai negara. Sebagai balasannya, junta Myanmar telah menerapkan hukuman kolektif terhadap rakyat dan melancarkan kampanye teror nasional, melakukan kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan impunitas total.
Saat perlawanan meningkat, mereka dengan putus asa mengintensifkan serangan udara dan artileri berat yang berdarah dan membabi buta, membakar desa, sekolah, rumah sakit, dan gereja menjadi abu, menyebabkan krisis kemanusiaan yang telah membuat lebih dari 3,3 juta orang mengungsi.
Kejahatan kekejaman militer Myanmar selama puluhan tahun, yang mencakup genosida terhadap Rohingya, dimungkinkan oleh jaringan perusahaan domestik dan internasional, pasokan senjata dan bahan bakar penerbangan yang terus-menerus yang digunakan militer dalam serangan udara terhadap warga sipil, dan dukungan diplomatik, militer, teknis, keuangan, dan intelijen ASEAN.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini