TEMPO.CO, Jakarta - Komnas HAM mencatat ada 113 peristiwa dugaan pelanggaran HAM yang terjadi sejak Januari sampai 16 Desember 2024 di Papua. Sebanyak 85 di antaranya merupakan konflik bersenjata dan kekerasan.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan angka tertinggi terjadi pada April, Mei, Juni, November dan Desember. “Desember baru 16 hari, angkanya sudah 10 kasus yang terjadi,” kata Atnike saat konferensi pers di kantor Komnas HAM di Jakarta Pusat, Rabu, 18 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari 85 peristiwa kekerasan dan konflik bersenjata, tercatat 24 di antaranya merupakan kontak tembak, 4 peristiwa penyisiran, 23 serangan kelompok sipil bersenjata terhadap aparat, 4 peristiwa pengungsian, 8 pengrusakan, dan 34 penyerangan terhadap warga sipil, serta 6 kasus kekerasan oleh aparat penegak hukum.
Kabupaten Intan Jaya di Provinsi Papua Tengah menjadi wilayah dengan konflik bersenjata dan kekerasan tertinggi, yakni 22 kasus. Disusul Kabupaten Puncak, Papua Tengah, dengan 22 kasus. Kemudian Kabupaten Puncak Jaya 13 kasus, Kabupaten Paniai 12 kasus.
Lalu di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, 10 kasus; Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, 7 kasus; dan Kabupaten Pegunungan Bintang sebanyak 7 kasus.
“Jadi daerah yang rentan, terjadi konflik dan kekerasan adalah di Provinsi Papua Tengah. Kalau dari hasil monitor media, angkanya cukup ekstrem ya dibandingkan dengan provinsi atau wilayah lain di Papua,” kata Atnike.
Jumlah korban akibat konflik bersenjata dan kekerasan tercatat 61 orang meninggal. Yang terbanyak adalah warga sipil dengan 32 orang, termasuk dua orang anak dan satu WNA. “Jadi terbanyak yang menjadi korban jiwa meninggal dunia adalah warga sipil,” ujarnya.
Kelompok sipil bersenjata dan aparat TNI-Polri juga tak luput sebagai korban. Setidaknya ada 14 kelompok sipil bersenjata yang tewas, 8 prajurit TNI dan 7 personel Polri gugur.
Sementara korban luka-luka total 39 orang. Yang terbanyak adalah warga sipil berjumlah 27 orang, TNI 10 orang, polisi 5 orang, dan kelompok sipil bersenjata 7 orang.
Selain korban meninggal dan luka-luka, sepanjang 2024 juga terjadi terjadi penyanderaan. Ada 17 orang yang menjadi korban penyanderaan. “Mereka umumnya ini adalah pekerjaan pembangunan konstruksi di wilayah Papua,” ujar Atnike.
Data Komnas HAM ini menyambung temuan Komnas HAM Papua sebelumnya. Dalam rangka peringatan Hari HAM Sedunia yang jatuh pada 10 Desember kemarin, Kepala Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, mengatakan konflik dan kekerasan masih terus berulang terutama di sejumlah daerah rawan konflik. Sepanjang tahun 2024 eskalasi kekerasan di Papua masih terus berlanjut dan cenderung meningkat.
Sepanjang 1 Januari-9 Desember 2024, Komnas HAM perwakilan Papua mencatat sebanyak 85 kasus kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di tanah Papua. Dari 85 kasus kekerasan tersebut didominasi oleh peristiwa kontak senjata dan penembakan (serangan tunggal) sebanyak 55 kasus, penganiayaan sebanyak 14 kasus, dan pengerusakan sebanyak 10 dan kerusuhan sebanyak 6 kasus, di mana satu peristiwa bisa menimbulkan lebih dari satu tindakan kekerasan.
“Dari jumlah kasus kekerasan tersebut, Kabupaten Puncak menjadi daerah
dengan jumlah kasus tertinggi yaitu 13 kasus,” ujar Frits dalam keterangan tertulis kepada Tempo, 10 Desember 2024.
Kemudian disusul Kabupaten Intan Jaya dengan 11 kasus, Yahukimo dan Paniai masing-masing 10 kasus, Puncak Jaya 9 kasus, Pegunungan Bintang 7 kasus, Nabire 5 kasus. Jaya Wijaya, Dogiyai, Mimika, dan Keerom masing-masing 3 kasus. Kemudian Nduga dan Maybrat masing-masing 2 kasus. Kabupaten Lanny Jaya, Mamberamo Tengah, Manokwari, kota Jayapura masing-masing 1 kasus.
Menurut Frits, tantangan utama bagi Pemerintah Indonesia saat ini adalah bagaimana membangun kepercayaan rakyat Papua dengan menumbuhkan persamaan, kesetaraan, penegakan hukum yang adil, dan non-diskriminatif sebagai upaya membangun ekosistem damai menuju dialog kemanusiaan.
“Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian semua pinak, terutama pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna mengakhiri atau meminimalisasi konflik kekerasan yang terus berulang melalui pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai dan prinsip HAM,” ujar dia.
Komnas HAM Papua pun meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subiyanto agar memberikan jaminan keamanan terhadap seluruh warga negara Indonesia dan asing di Papua.
Frits juga mendorong Panglima TNI agar menempatkan satuan yang bertugas di Papua memiliki pengetahuan yang cukup terkait nilai-nilai dan kearifan lokal, budaya, dan karakter wilayah setempat. Sedangkan untuk Kapolri, Frits mendorong terus agar operasi penegakan hukum dan keamanan di Papua dilakukan secara persuasif dan humanis.
“Pemerintah harus mengupayakan perbaikan sistem dan tata kelola keamanan yang kondusif dan tidak menggunakan security approach,” ujar Frits.