TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sofyan Tan mengingatkan pemerintah agar tidak terus mengganti-ganti kurikulum pendidikan. Hal itu dia sampaikan merespons adanya isu bahwa Kurikulum Merdeka akan diganti usai pergantian pemerintahan.
"Isu ini hampir selalu terjadi. Setiap periode pemerintahan ganti, kurikulum pendidikan juga berganti. Banyak sekali yang harus dilakukan untuk proses perubahan itu,” kata politikus PDIP itu melalui keterangan tertulis, Jumat, 8 November 2024.
Sofyan mewajarkan jika masyarakat resah dengan isu pergantian perubahan kurikulum. Sebab, anak-anak baru mulai terbiasa dengan Kurikulum Merdeka, termasuk orangtua yang juga harus ikut beradaptasi untuk berbagai kebutuhan anaknya.
Sofyan sempat menyampaikan pendapatnya itu dalam rapat kerja Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Dia mengingatkan, pergantian kurikulum akan berdampak terhadap berbagai infrastruktur layanan pendidikan. Terutama dari sisi infrastruktur sumber daya manusia (SDM), khususnya bagi guru-guru di Indonesia yang berjumlah 3.328.000 orang.
“Pergantian kurikulum akan akan memengaruhi lebih dari 3 juta guru. Kasihan, mereka harus harus kembali belajar dan adaptasi terhadap kurikulum baru. Padahal yang kemarin aja mereka juga sudah kesulitan,” ujar Sofyan.
Menurut Sofyan, pemerintah mestinya menyesuaikan kebijakan yang sudah ada, termasuk soal kurikulum. Kebijakan yang baik bisa diteruskan dan yang masih kurang bisa diperbaiki.
“Adjust aja. Saya percaya perubahan itu penting, tapi bukan berarti harus terus melakukan perubahan karena dampaknya sangat signifikan," kata Sofyan.
Sofyan mengatakan, perubahan kurikulum juga akan berpengaruh terhadap keadilan layanan pendidikan di Indonesia. Hal ini, kata dia, menyangkut kesiapan tiap sekolah yang berbeda. Misalnya, dalam hal akses kualitas dan infrastruktur pendidikan yang belum merata di Indonesia.
“Siswa di daerah terpencil kerap kali memiliki keterbatasan dalam hal akses sumber belajar, infrastruktur sekolah, serta pendampingan tenaga pengajar,” kata Sofyan.
Sofyan melanjutkan, perubahan kurikulum dikhawatirkan akan memperburuk kesenjangan pendidikan siswa. Pada akhirnya, sekolah yang tertinggal akan makin tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan agar kualitasnya sama dengan sekolah di kota.
Belum lagi, kata Sofyan, perubahan kurikulum baru bisa berdampak terhadap psikologis peserta didik. Alih-alih untuk pergantian kurikulum, Sofyan menyarankan agar anggarannya lebih baik dialokasikan untuk peningkatan kualitas layanan pendidikan. Misalnya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan di daerah-daerah yang masih jauh dari kata layak.
Dia juga menyoroti pentingnya peningkatan kesejahteraan guru yang sampai sekarang masih menjadi problematika pada sistem pendidikan di Indonesia. Jika kurikulum diganti lagi, menurut Sofyan, guru akan bekerja lebih berat lagi, harus belajar lagi, sementara nasibnya tidak pernah berubh.
Sofyan menyebut, isu kesejahteraan guru merupakan PR utama yang harus diperhatikan pemerintah saat ini. Menurut dia, pendidikan yang berkualitas harus dimulai dari guru, sehingga guru harus mendapat kesejahteraan yang jauh lebih baik.
"Jangan lagi ada guru yang cuma mendapat hak penghasilan Rp 230 ribu per bulan, kita sudah ada instrumen undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang menjamin itu,” kata Sofyan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti sebelumnya mengatakan akan melakukan evaluasi terhadap berbagai kebijakan di kementeriannya. Hal itu disampaikan Mu’ti di hadapan sejumlah pemimpin media di Jakarta pada Selasa, 5 November 2024. “Buat apa kalau ganti menteri, tapi kebijakannya masih sama?," ujarnya.
Menurut dia, kehadirannya sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah harus mampu membawa sebuah inovasi dan terobosan untuk bisa menyeleasaikan berbagai masalah pendidikan. Meski begitu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2027 ini menyebut sejumlah hal baik yang sebelum sudah ada bisa saja dilanjutkan.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat mengatakan sejumlah kebijakan yang sedang di evaluasi di antaranya adalah Ujian Nasional hingga Kurikulum Merdeka. Atip mengatakan hal baik dari UN akan dipertahankan. “UN menjadi yang kami evaluasi karena banyak aspirasi kecenderungannya hal baik dari UN akan dipertahnkan,” ujar guru besar Hukum dari Universitas Padjadjaran ini.
Pilihan Editor: Mendikdasmen Abdul Mu'ti: Buat Apa Ganti Menteri Jika Kebijakannya Masih Sama?