Mengenal Fenomena Karoshi di Jepang, Kematian karena Terlalu Banyak Bekerja

1 month ago 45

TEMPO.CO, Jakarta - Budaya kerja di Jepang telah lama dikenal dengan etos kerja yang kuat, dedikasi tinggi, dan fokus besar pada produktivitas. Namun, tekanan berlebihan yang dialami para pekerja sering kali memunculkan fenomena seperti karoshi—kematian akibat kerja berlebihan.

Dilansir dari Wired, istilah karoshi yang secara harfiah berarti "kematian karena terlalu banyak bekerja" pertama kali digunakan pada 1969. Kasus awalnya melibatkan seorang pria berusia 29 tahun yang bekerja di layanan pengiriman surat terbesar di Jepang. Ia meninggal karena serangan jantung di tempat kerja.

Biro Kompensasi Pekerja Kementerian Tenaga Kerja Jepang mengonfirmasi bahwa kematian tersebut disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan.

Setelah krisis minyak pada 1973, restrukturisasi besar-besaran di tempat kerja memicu peningkatan kasus kematian pekerja, umumnya disebabkan oleh gagal jantung, stroke, atau bunuh diri. Banyak dari korban diketahui bekerja hingga 60–70 jam per minggu sebelum meninggal.

Seiring waktu, tekanan pada pekerja semakin meningkat. Persentase pekerja tidak tetap di Jepang naik dari 10 persen pada 1990 menjadi 40 persen. Sementara pekerja tetap sering merasa terjebak di pekerjaan mereka meski dalam kondisi yang sangat menekan.

Setiap tahun pemerintah menerima sekitar 200 laporan terkait cedera kerja akibat karoshi. Namun, para pegiat memperkirakan korban sebenarnya mencapai sekitar 10.000 orang per tahun. Selain itu, Dewan Pertahanan Nasional untuk Korban Karoshi mengoperasikan saluran darurat bagi mereka yang mencari kompensasi atas stres, penyakit, atau kecacatan terkait pekerjaan, menerima 100 hingga 300 panggilan setiap tahun.

Penyebab terjadinya Karoshi

Dilansir dari National Center for Biotecnology Information, penyebab utama terjadinya karoshi meliputi jam kerja yang panjang, stres pekerjaan, dan ketidakseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Beberapa profesi dan ekspektasi sosial dapat memicu stres kronis dan kelelahan.

Selain itu, faktor seperti ketidakamanan pekerjaan, kurangnya istirahat yang cukup, dan minimnya kontrol atas pekerjaan juga berperan dalam memicu masalah kesehatan fisik dan mental.

Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan bagaimana kerja berlebihan dan stres dapat menyebabkan komplikasi kesehatan serius yang berpotensi berujung pada kematian dini. Mekanisme tersebut antara lain:

1. Komplikasi kardiovaskular  

Stres kronis dan kerja berlebihan yang berkepanjangan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Respons tubuh terhadap stres, yang melibatkan peningkatan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin, dapat mempercepat denyut jantung, meningkatkan tekanan darah, dan menambah peradangan. 

Seiring waktu, perubahan fisiologis ini dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan aterosklerosis (penumpukan plak di arteri), dan meningkatkan kemungkinan serangan jantung, stroke, serta masalah kardiovaskular lainnya.

2. Hipertensi  

Jam kerja yang panjang dan tingkat stres yang tinggi dapat menyebabkan hipertensi kronis. Jika tidak ditangani, tekanan darah tinggi dapat memberi beban berlebih pada jantung dan pembuluh darah, meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Selain itu, pasien dengan hipertensi memiliki risiko lebih tinggi terhadap pendarahan intraserebral.

3. Kurang tidur dan kelelahan  

Kerja berlebihan sering mengakibatkan kurang tidur dan istirahat yang tidak memadai. Kurang tidur dalam jangka panjang dapat merusak kesehatan secara keseluruhan, mempengaruhi fungsi kognitif, melemahkan sistem kekebalan tubuh, serta berkontribusi pada berbagai masalah kesehatan.

4. Faktor perilaku  

Jam kerja yang panjang seringkali mendorong gaya hidup tidak sehat, seperti pola makan yang buruk, kurangnya aktivitas fisik, dan kurangnya perhatian terhadap perawatan diri. Semua ini dapat memperburuk kondisi kesehatan dan meningkatkan risiko penyakit kronis serta kematian.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |