TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, mendukung penuh langkah Pemerintah DKI Jakarta yang akan menerapkan Retribusi Pelayanan Kebersihan mulai 1 Januari 2025.
“Kami dukung sepenuhnya upaya Pemprov DKI ini,” kata Hanif dalam Aksi Kolaborasi Pilah Sampah di Hutan Kota Gelora Bung Karno, Jakarta, Ahad, 17 November 2024.
Menurut Hanif, mekanisme ini akan memberi insentif bagi masyarakat yang telah berupaya memilah sampah dari sumbernya dan tidak dikenakan biaya retribusi.
Jakarta dapat menjadi contoh pengelolaan sampah yang inspiratif bagi daerah lain. "Apa yang kita lakukan hari ini bersama di Jakarta bisa menjadi percontohan dan barometer bagi kota/kabupaten di daerah lain dalam penyelesaian permasalahan sampah di Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup akan memberlakukan Retribusi Pelayanan Kebersihan mulai 1 Januari 2025.
Namun, bagi rumah tinggal yang aktif memilah sampah dari sumbernya dan atau tergabung dalam Bank Sampah akan mendapatkan pembebasan dari retribusi tersebut. Pembebasan ini merupakan insentif untuk mendorong warga Jakarta agar lebih peduli terhadap pengelolaan sampah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa kebijakan pembebasan retribusi ini bertujuan untuk memotivasi masyarakat agar lebih sadar dalam memilah sampah.
“Kami ingin mendorong warga Jakarta untuk berperan aktif dalam pengelolaan sampah, baik melalui pemilahan sampah di rumah maupun dengan menjadi anggota Bank Sampah. Partisipasi ini akan memberikan manfaat besar bagi pengurangan volume sampah yang dihasilkan,” ujarnya.
Asep menegaskan bahwa rumah tinggal yang secara konsisten memilah sampah dan atau aktif menjadi anggota Bank Sampah tidak akan dipungut retribusi. "Masyarakat yang memilah sampah dari rumah atau menjadi bagian dari Bank Sampah akan dibebaskan dari kewajiban membayar retribusi, tentu setelah diverifikasi oleh Dinas Lingkungan Hidup," ungkap Asep.
Retribusi pelayanan kebersihan ini, kata Asep, merupakan salah satu langkah Pemprov DKI untuk meningkatkan pengelolaan sampah secara lebih efektif dan efisien. Sistem ini didasarkan pada prinsip Polluter Pays Principle atau “siapa yang menghasilkan sampah, harus membayar pengelolaannya.”
Asep mengatakan, retribusi ini akan dikenakan kepada rumah tinggal dan kegiatan usaha, dengan pembagian tarif yang berdasarkan daya listrik yang terpasang di masing-masing tempat.
Ada tiga kategori rumah tinggal yang diatur dalam kebijakan ini, yaitu kelas miskin dengan daya listrik 450 hingga 900 VA dibebankan tarif retribusi Rp 0 per unit/bulan, kelas bawah 1.300 hingga 2.200 VA dibebankan tarif Rp 10.000 per unit/bulan, kelas menengah 3.500 VA hingga 5.500 VA Rp 30.000 per unit/bulan, dan kelas atas yang memiliki daya listrik 6.600 VA ke atas Rp 77.000 per unit/bulan.
Selain itu, kegiatan usaha juga dikenakan retribusi berdasarkan skala fasilitasnya kecil sedang besar dan besaran daya listrik yang digunakan. Kata Asep, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan sistematis.
DLH DKI Jakarta juga akan terus melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pemilahan sampah dan bagaimana kebijakan ini akan membantu meringankan beban operasional pengelolaan sampah di Jakarta sehingga APBD dapat dialokasikan dengan lebih tepat.
“Dengan Retribusi Pelayanan Kebersihan, kami berharap warga Jakarta dapat lebih memahami bahwa pengelolaan sampah membutuhkan biaya yang sangat besar, dan dengan memilah sampah, kita dapat membantu mengurangi volume sampah sekaligus berkontribusi dalam menjaga kebersihan kota Jakarta,” kata Asep.