Ombudsman RI: Dinas Kelautan Banten Maladministrasi, Membiarkan Pagar Laut Hingga Sepanjang 30,16 Km

3 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI menyatakan ada maladministrasi yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten soal pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer di laut Tangerang.

“Memang ada maladministrasi dari sisi pengawasan. Ada kelalaian dari DKP dan itu memang tanggung jawab DKP,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Banten Fadli Afriadi saat merilis hasil investigasi Ombudsman perihal penanganan pagar laut Tangerang, Senin, 3 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fadli mengatakan, maladministrasi yang dimaksud adalah lambannya upaya penindakan yang dilakukan DKP untuk mengusut pagar laut Tangerang, sehingga sampai memanjang sepang 30 kilometer. Padahal mereka telah menerima laporan sejak Panjang pagar masih 10 km. “Butuh waktu empat setengah bulan sampai kemarin dibongkar.”

Ombudsman tidak secara terang menjelaskan apakah ada upaya pembiaran secara sengaja sehingga butuh waktu lama bagi mereka menindak lanjuti keberadaan pagar laut tersebut.

Dalam laporan tersebut Ombudsman menjelaskan pelanggaran administrasi telah diatur di dalam Pasal 1 UU Nomor 36 Tahun 2008.

Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. Pasal 1 angka 3 UU 37/2008.

Ombudsman menegaskan dalam investigasi yang mereka lakukan memang fokus pada dugaan maladministrasi DKP Banten selaku pihak yang memiliki wewenang malakukan pengawasan. Sebab objek pagar laut itu berada dalam wewenang mereka.

Meski begitu  mereka mengapresiasi langkah DKP yang telah menanggapi laporan masyarakat pada Agustus 2024. Sayangnya penaganan dilakukan lambat.  Mereka juga menjelaskan jika tidak mutlak keberadaan pagar itu adalah kesalahan DKP, namun mereka telah tetap harus bertanggung jawab atas pengawasan di wilayahnya.

Atas temuan ini, Ombudsman kemudian mengeluarkan tindakan korektif. Yakni: memerintahkan DPK menuntaskan pembongkaran pagar laut agar perekonomian masyarakat disana kembali pulih. Kedua, berkoordinasi dengan pihak terkait II dan apparat penegak hukum  untuk memberikan efek jerah.

Fadli Afriadi mengatakan terhitung sejak Agustus 2024 – Januari 2025 Ombudsman menghitung ada kerugian sbesar Rp 24 miliar akibat adanya pagar laut itu. Periode itu dihitung sejak pengaduan pertama yang diterima DKP.

Namun sebenarnya keberadaan pagar sudah dikeluhkan sejak 2023. Jumlah itu didapat dari hitungan perkiraan bahan bakar yang harus dikeluarkan nelayan untuk memutar pagar, kerusakan kapak hingga turunnya hasil tangkap ikan.

Pagar laut tersebut terbangun sepanjang 30,16 kilometer di perairan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. Setelah ada perintah Presiden Prabowo Subianto, 18,7 km diantaranya telah berhasil dibongkar.

Sebelum dibongkar oleh TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel pagar itu pada 9 Januari 2025. TNI AL mulai membongkar pada 18 Januari 2025 lalu.

Pagar laut itu semakin kontroversial, setelah Tempo menemukan bahwa di dalam area yang dikaveling pagar itu, terdapat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Total ada 263 HGB dan 17 SHM di sana.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid kemudian mengungkap bahwa ada penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan dan Hak Milik tepat di lokasi pagar laut.  

Sebanyak 266 SHGB tersebut termasuk 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Kedua perusahaan tersebut anak usaha Agung Sedayu Grup yang juga pengembang PIK 2.  

Nusron mengatakan, pihaknya telah membatalkan sebanyak 50 SHGB yang terbit di atas laut tersebut. "Kami harus memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil berdasarkan bukti yang sah dan sesuai dengan aturan yang ada," kata Nusron Wahid usai meninjau pagar laut di Desa Kohod pada Jumat, 24 Januari 2025.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |