TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta menyebutkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2024 hanya mencapai 58 persen. Hal itu diungkapkan oleh Komisioner KPU DKI Jakarta Fahmi Zikrillah setelah menghadiri rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara Pilkada Jakarta di tingkat Jakarta Pusat di kawasan Gambir pada Kamis, 5 Desember 2024.
“Hasil rekapitulasi dari masing-masing kota ini sudah selesai dan kami mencatat tingkat partisipasi di DKI Jakarta ini mencapai 58 persen,” kata Fahmi.
Dalam Catatan KPU, angka partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024 itu menurun dibandingkan dengan Pilkada 2017 yang mencapai di atas 70 persen.
Fahmi menuturkan KPU DKI Jakarta akan mengevaluasi dan mengkaji lebih dalam untuk mengetahui secara jelas penyebab turunnya angka partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024.
“Tentu kami akan lakukan evaluasi dan kajian secara komprehensif untuk mendapatkan data yang lengkap, apa yang menjadi alasan ataupun menjadi faktor penyebab dari menurunnya tingkat partisipasi di Jakarta," ujarnya.
Dia menyanggah adanya klaim angka partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024 ini menurun karena masih adanya wilayah yang tidak mendapatkan Formulir C6 atau surat pemberitahuan untuk mencoblos.
Menurut Fahmi, pihaknya bersama jajaran penyelenggara pilkada di tingkat kota, kecamatan, hingga kelurahan sudah melakukan banyak sosialisasi secara langsung maupun melalui sosial media. Pihaknya juga dibantu oleh media melalui pemberitaan terkait dengan tahapan-tahapan pilkada.
“Saya kira C pemberitahuan itu sifatnya hanya memberitahukan. Jadi saya kira tidak ada pengaruh atau tidak menjadi penyebab C pemberitahuan terdistribusikan menjadi alasan tingkat partisipasi menjadi rendah,” katanya.
Di sisi lain, Fahmi mengakui pihaknya sudah melakukan rekapitulasi di setiap kecamatan, kota, dan kabupaten terkait Formulir C6 yang tidak terdistribusikan. "Saya kira tidak ada korelasinya (dengan tingkat partisipasi pemilih yang rendah),” tutur Fahmi.
Namun, kata dia, pada prinsipnya seluruh pemilih di Jakarta yang sudah terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) tetap bisa menggunakan hak suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) masing-masing meskipun tidak mendapatkan surat pemberitahuan.
“Ibarat kita nonton konser, C pemberitahuan itu bukan tiket masuk. Jadi walaupun tidak memiliki C pemberitahuan, warga Jakarta yang sudah terdaftar di dalam DPT tetap tidak kehilangan hak pilihnya,” katanya.
Sebelumnya, tim pasangan calon nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), mendesak pemungutan suara ulang (PSU) karena partisipasi pemilih rendah dan ada beberapa faktor lainnya. Salah satu faktornya adalah warga tidak menerima Formulir C6 pemberitahuan atau undangan untuk memilih di TPS. KPU DKI menerima seluruh masukan tersebut dan akan dibahas saat evaluasi mendatang.
KPU DKI Jakarta dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi DPT tingkat Provinsi DKI Jakarta untuk Pilgub Jakarta 2024 pada Ahad, 22 September 2024, telah menetapkan 8.214.007 jiwa masuk dalam DPT Provinsi Jakarta. Adapun KPU DKI Jakarta telah menetapkan tiga paslon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta maju dalam Pilkada DKI Jakarta.
Ketiga paslon tersebut adalah Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dengan nomor urut 1, Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) dari jalur independen dengan nomor urut 2, dan Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel) dengan nomor urut 3.
Pengamat Sebut Partisipasi Pemilih di Pilkada Jakarta Sangat Rendah
Pengamat politik Adi Prayitno berpendapat partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024 sangat rendah. “Hitung cepat atau quick count Parameter Politik Indonesia (IPI), Pilkada Jakarta hanya 57,2 persen partisipasi pemilih. Itu sangat rendah,” kata Adi ketika dikonfirmasi di Jakarta pada Kamis.
Menurut dia, ada beberapa hal yang menyebabkan partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta sangat rendah di antaranya jenuh karena baru saja memilih presiden, wakil presiden, dan anggota DPR beberapa bulan lalu.
Masa kampanye Pilkada Jakarta, kata dia, juga tidak cukup untuk para kandidat gubernur dan wakil gubernur meyakinkan masyarakat. Selanjutnya, ada kemungkinan pemilih di Jakarta merasa kecewa karena masalah fundamental di Jakarta tidak kunjung tuntas meski kota besar tersebut sudah berulang kali berganti pemimpin.
“Silih berganti gubernur, tapi persoalan krusial seperti banjir dan macet, termasuk soal akses terhadap pekerjaan, belum tuntas,” kata Adi.
Adi pun menyoroti kinerja penyelenggara Pilkada Jakarta. Dia menilai mereka kurang maksimal dalam bekerja, termasuk menyosialisasikan pelaksanaan pilkada.
“Penyelenggara kurang maksimal melakukan sosialisasi terkait pilkada. Padahal anggarannya besar. Jika pun ada sosialisasi, paling bentuknya cuma seminar-seminar di kampus atau di hotel,” katanya.
Buntutnya, partisipasi pilkada Jakarta jadi yang terendah. Berdasarkan data, ada puluhan TPS di Jakarta dengan tingkat partisipasi pemilih tidak sampai 35 persen.
Bahkan, kata dia, TPS dengan jumlah DPT sebanyak 586 orang seperti di TPS 023 Petojo Selatan, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, hanya didatangi 93 pemilih. Artinya, hanya 15,87 persen pemilik hak suara datang mencoblos.
Masih banyak TPS lain di Jakarta dengan partisipasi pemilih yang sangat rendah. Sehingga, kata dia, tidak mengherankan bila kini muncul anggapan legitimasi pemenang Pilkada Jakarta berkurang dan dipertanyakan.
“Iya, secara teori legitimasi politik berkurang jika yang datang ke TPS rendah. Demokrasi itu kuncinya di legitimasi rakyat,” tuturnya.
Adapun pemerhati Pilkada Jakarta dari kalangan aktivis muda Muhammadiyah, Wiryandinata, mengatakan legitimasi Pilkada Jakarta yang rendah menunjukkan pemenang pilkada tidak mendapat mandat dari masyarakat Jakarta secara total. Sehingga, kata dia, bisa dikatakan pemenangan pilkada dengan partisipasi pemilih rendah bukan representasi masyarakat.
“Bicara soal legitimasi, kemenangan ini tidak bisa dianggap representatif. Bagaimana mungkin pemimpin yang hanya dipilih oleh sebagian kecil masyarakat dapat mengklaim sebagai perwakilan rakyat Jakarta,” kata Wiryandinata.
ANTARA
Pilihan editor: Reaksi Tim Andra Soni-Dimyati atas Rencana Kubu Airin-Ade Sengketakan Hasil Pilkada Banten di MK