TEMPO.CO, Jakarta - Sensor terhadap lagu "Bayar Bayar Bayar" karya band punk SUKATANI mendapat protes keras dari mahasiswa, masyarakat sipil, hingga musisi. Lagu itu dilarang karena dituduh menyindir institusi kepolisian. Meski tidak mengakui, banyak yang percaya duo SUKATANI ini dipaksa agar menarik lagu itu dari peredaran di berbagai media platform.
Pilihan Editor: Setelah Ditarik Band SUKATANI, Apakah Lagu Bayar-Bayar-Bayar Jadi Terlarang?
Pembungkaman SUKATANI, DKJ: Negara Harus Jamin Kebebasan Berekspresi
Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Bambang Prihadi, mengatakan negara harus menjamin kebebasan berekspresi agar tidak ada pembungkaman karya seni, baik oleh aparat maupun oleh pemilik ruang seperti yang terjadi belakangan ini. "Kami percaya bahwa seni memiliki peran vital dalam membangun masyarakat yang kritis, inklusif, dan demokratis," kata Bambang, dalam keterangan tertulis, akhir pekan lalu.
Menurut Bambang, segala bentuk sensor dan pembatasan terhadap karya seni harus dihentikan demi kemajuan budaya dan peradaban bangsa. Sejak Jumat pagi, 21 Februari 2025, berbagai kalangan turun ke jalan melayangkan protes atas sensor kepada musik Sukatani. Para pengunjuk rasa juga menyampaikan dukungan terhadap SUKATANI. Aksi ini berlangsung di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, dalam tajuk "Indonesia Gelap".
Awalnya, penarikan lagu itu diumumkan oleh personel SUKATANI di akun media sosial @sukatani.band, pada Kamis, 20 Februari 2025. Dalam unggahan itu, dua personel SUKATANI, Muhammad Syifa Al Lufti (gitaris) dan Novi Citra Indriyati (vokalis) menyatakan permintaan maafnya kepada Kepala Kepolisian dan institusi kepolisian.
Permintaan Maaf dengan Tampilkan Wajah dan Nama Asli
Kedua personel itu tampil tanpa topeng, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Selama ini, duo SUKATANI ini memilih untuk jadi anonim di depan publik.
“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul 'Bayar-Bayar-Bayar', yang dalam liriknya (ada kata) bayar polisi yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial,” kata Lutfi dalam unggahan video.
Dalam pernyataan itu, Lufti mengatakan lagu itu diciptakan sebagai kritik terhadap anggota kepolisian yang melanggar aturan. “Lagu itu saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan,” ujarnya.
Perihal sensor yang menyasar musik SUKATANI, Bambang mengatakan, Dewan Kesenian Jakarta akan terus memantau perkembangan situasi ini dan siap bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan kebebasan berkesenian di Indonesia tetap terjaga.