TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto telah melantik menteri dan wakil untuk jajaran kabinetnya yang diberi nama kabinet Merah Putih pada Minggu, 21 Oktober 2024. Namun, baru sehari menjabat ada dua menteri yang melakukan blunder salah satunya Yusril Ihza Mahendra.
Yusril Ihza Mahendra resmi dilantik menjadi Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan. Kemenko ini merupakan kementerian baru yang dibentuk oleh Prabowo. Sosok Yusril sendiri dikenal sebagai pakar hukum yang juga guru besar hukum di Universitas Indonesia. Apa saja kontroversinya?
Bilang Peristiwa 98 Bukan Pelanggaran HAM Berat
Yusril Ihza Mahendra membuat pernyataan kontroversi di hari pertamanya menjadi Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan. Mantan Menteri Perundang-undangan ini mengatakan peristiwa kekerasan pada 1998 tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat.
Pernyataan Yusril dilanjutkan dengan menyebut kasus pelanggaran HAM berpuluh tahun terakhir di tanah air itu tidak ada. "Pelanggaran HAM berat itu kan genosida, ethnic cleansing. Mungkin terjadi justru pada masa kolonial, pada waktu awal kemerdekaan kita (pada) 1960-an," Ungkap Yusril seusai pelantikan sebagai anggota Kabinet Merah Putih, nama kabinet Prabowo, Senin, 21 Oktober 2024.
Menurut Yusril sendiri, tidak semua pelanggaran HAM disebut pelanggaran HAM berat meskipun adanya kejahatan yang melanggar HAM. Padahal di Indonesia pelanggaran HAM berat pernah terjadi dan sudah diakui dunia maupun Komnas HAM.
Bertentangan dengan Mandat Presiden Jokowi
Pernyataan Yusril soal tidak adanya pelanggaran HAM berat di Indonesia bertentangan dengan sikap Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo. Di masa pemerintahannya, Jokowi telah mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Tak hanya itu, mantan presiden yang baru saja diganti ini juga menindaklanjuti kasus-kasus tersebut dengan berusaha menyelesaikannya secara non-yudisial, yaitu dengan memberi bantuan dan santunan kepada korban atau keluarga korban.
Iklan
"Saya telah membaca dengan saksama dari tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat," kata Jokowi pada Rabu, 11 Januari 2023. Sebagai kepala negara, Jokowi juga menyesalkan adanya berbagai peristiwa kekerasan tersebut.
Langkah Jokowi tak hanya itu, dirinya juga menindaklanjuti pelanggaran HAM berat itu dengan menandatangani Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) yang Berat Masa Lalu pada 26 Agustus 2022. Saat itu Mahfud Md menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menjadi ketua tim pengarah dan Makarim Wibisono menjadi ketua tim pelaksana.
Tim ini lantas berusaha menyelesaikan secara non-yudisial terhadap 12 pelanggaran HAM berat masa lalu. Pelanggaran HAM berat itu merupakan rekomendasi dari Komnas HAM kepada pemerintahan Jokowi melalui Kejaksaan Agung.
Jadi Pengusaha yang Mengantre Izin Tambang Pasir Laut
Sebelum diangkat menjadi Menteri, nama Yusril sempat ramai diperbincangkan karena menjadi salah satu pengusaha yang mengajukan izin tambang pasir laut. Berdasarkan Investigasi Majalah Tempo edisi Minggu, 29 September 2024 mengungkapkan bahwa perusahaan milik Yusril, yaitu PT Gajamina Sakti Nusantara menjadi salah satu dari 66 perusahaan yang sedang antre mengurus perizinan pengelolaan pasir laut.
Perusahaan tersebut beralamat di Prosperity Tower District 8, SCBD, Jakarta Pusat. Menurut laporan perusahaan itu baru didirikan khusus demi menjalankan usaha di bidang pembersihan sedimen laut. “Saya memilih mendirikan perusahaan baru,” ucap Yusril Ihza Mahendra kepala Tempo, Kamis, 26 September 2024
Kepada Tempo, advokat dan akademisi hukum itu mengatakan, pasir yang berasal dari pengerukan sedimen bisa diekspor jika kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi. Dia pun menyebut jika ada negara yang membutuhkan ekspor pasir laut Indonesia.
SAVINA RIZKY HAMIDA | RIRI RAHAYU| RADEN PUTRI ALPADILLAH GINANJAR| MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan editor: Komnas HAM Bantah Pernyataan Menteri Yusril Tentang Tragedi 1998