TEMPO.CO, Palembang - Perwakilan warga dari 12 desa di Kecamatan Belida Darat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel), menyambangi kantor Gubernur Sumsel untuk menuntut ganti rugi atas dampak eksploitasi tambang oleh PT Pertamina (Persero) Zona 4. Kelompok yang menamai diri Aliansi Masyarakat Belida Barat ini memberikan tenggat waktu 14 hari kepada Pertamina untuk memenuhi tuntutan mereka.
Koordinator Aksi, Astri Adi, mengatakan aliansi membawa beberapa keluhan masyarakat, salah satunya soal kerusakan lingkungan warga yang dipicu tambang minyak milik Pertamina Zona 4. “Sumur warga di Desa Sialingan, misalnya, sudah tidak bisa digunakan karena terkontaminasi. Sampai sekarang, tidak ada penyelesaian,” kata Astri saat ditemui di kompleks Kantor Gubernur Sumsel pada Senin, 18 November 2024.
Menurut Astri, aliansi membawa lima tuntutan utama yang dianggap sebagai sebagai bentuk tanggung jawab regulator dan Pertamina kepada masyarakat. Poin pertamanya adalah menghentikan segala ekploitasi sumber daya alam di Kecamatan Belida Darat. Poin kedua, warga meminta pemerintah menurunkan tim terpadu untuk menilai dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan.
Beberapa permintaan berikutnya berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat yang terdampak. Perwakilan warga meminta bantuan beasiswa S1 untuk para siswa Kecamatan Belida Darat. Ada juga permintaan agar pemerintah mengadakan pasar murah yang bisa dijangkau masyarakat.
“Yang terakhir, meminta pembangunan kembali infrastruktur yang rusak akibat kendaraan operasional tambang," tutur Astri.
Ketika mendatangi kantor gubernur, Aliansi Masyarakat Belida Barat ini mewanti-wanti bakal menutup lokasi stasiun pengumpulan minyak milik Pertamina jika tuntutan mereka tidak digubris. “Jika tidak ada penyelesaian, kami akan menutup tiga lokasi stasiun pengumpulan di lapangan, yakni di Desa Sialingan Tanjung 3, SP 5 Talang Balai, SP7 Desa Lubuk Getam Aramda," kata dia.
Aksi di Kantor Gubernur Sumsel diikuti oleh warga dari Desa Lubuk Getam, Desa Gayang Asam, Desa Sialingan, Desa Ibul, Desa Gelumbang, Desa Tanjung Tiga, Desa Babat, Desa Tanjung Bunut, serta Desa Kemang.
Kepala Bidang Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel, Yulkar Pramilius, berjanji akan menindaklanjuti keluhan mengenai operasional PT Pertamina Pusat Pengolahan Limbah (PIL) Prabumulih yang berada di wilayah Belida Darat. Menurut dia, keluhan masyarakat sempat disampaikan pada 19 September 2024.
“Kami telah ditugaskan oleh Sekda (sekretariat daerah) untuk menerima dan menindaklanjuti keluhan masyarakat,” tutur Yulkar. “Aspirasi yang disampaikan ini telah kami teruskan kepada pimpinan, dan disposisi untuk segera ditangani sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Yulkar mengimbuhkan bahwa lembaganya telah berkomunikasi dengan manajemen PIL Prabumulih dan induk entitas tersebut, Pertamina Zona 4. Grup Pertamina, dia mengklaim, sedang menginventaris program-program yang relevan untuk mendukung tuntutan masyarakat, baik soal pemulihan lingkungan maupun pemberdayaan ekonomi.
“Kami mohon masyarakat bersabar menunggu hasil komunikasi antara Pemerintah Provinsi Sumsel dan Pertamina,” kata Yulkar.
Dia juga menjamin pemerintah menyoroti kebocoran air produksi di salah satu lahan masyarakat pada Oktober lalu. Kebocoran tersebut berdampak pada lingkungan dan usaha masyarakat lokal. Menurut Yulkar, regulator sudah merekomendasikan pembersihan. “Apabila terdapat kerugian pada usaha masyarakat, Pertamina wajib memberikan ganti rugi,” tuturnya.