TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh telah menyerahkan selembar kertas yang memuat tiga tuntutan mereka terhadap kasus penembakan WNI di Tanjung Rhu kepada seorang pegawai Kedutaan Besar Malaysia. “Meminta kepada pemerintah Malaysia untuk melakukan tindakan tegas kepada polisi yang menembak,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Buruh Ferri Nuzarli, di depan gedung Kedutaan Besar Malaysia, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis, 30 Januari 2025.
Ferri menyerahkan kertas tuntutan itu kepada Tubagus Adi selaku pegawai Kedutaan Besar Malaysia yang berkebangsaan Indonesia. “Saya terima ya Pak,” kata Tubagus Adi kepada Ferri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum memberikan kertas itu, Ferri sempat membacakan tuntutan dari Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI kepada Tubagus. Ferri meminta agar pemerintah Malaysia menindak tegas berupa memberikan hukuman penjara kepada aparat yang terlibat dalam kasus penembakan yang menewaskan seorang WNI.
Apabila pemerintah tidak mengindahkan permintaan mereka, Ferri menyatakan akan mengadukan kasus tersebut kepada Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO). “Apabila tidak diproses akan terus demo, kami akan melaporkan ke ILO,” ujar Ferri.
Selain memproses hukuman terhadap pelaku penembakan, Ferri juga menuntut pemerintah Malaysia untuk membebaskan Pekerja Migran Indonesia atau PMI yang kini dipenjara. “Mohon para tahanan dibebaskan dan dipulangkan ke Indonesia.”
Tidak hanya mendesak otoritas Malaysia, Ferri juga meminta kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memecat Abdul Kadir Kading dari kursi Menteri dan Wakil Menteri Christina Aryani Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI). Ferri mengatakan keduanya tidak bisa bekerja dan memberikan tindakan tegas dalam menyelesaikan kasus penembakan ini. “Kami lihat sudah seminggu tidak ada reaksi dari pemerintah,” tutur Ferri.
Adapun aksi unjuk rasa ini juga diikuti oleh massa buruh yang mengenakan seragam bertuliskan Garda Metal yang tergabung dalam KSPI dan Partai Buruh. Mereka membawa tiga spanduk yang bertuliskan tuntutan mereka terhadap pemerintah atas kasus penembakan itu.
Tiga tuntutan itu berupa desakan untuk memenjarakan aparat Malaysia yang terlibat dalam penembakan; mendesak pencopotan Abdul Kadir Karding dari jabatan Menteri dan Christina Aryani selaku Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia atau P2MI; dan “ganyang Malaysia” yakni desakan terhadap otoritas Malaysia untuk menghentikan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI).
Aksi unjuk rasa ini dipimpin oleh Koordinator Nasional Garda Metal Mubarok. Dalam orasinya, Mubarok menagih pertanggungjawaban pemerintah Indonesia dalam mengusut kasus penembakan WNI. Ia berharap tidak ada lagi pekerja migran yang mengalami nasib serupa.
“Partai Buruh dan juga KSPI sudah sangat concern terhadap persoalan ini, jangan ada yang main-main,” ujar dia.
Mubarok menilai pemerintah tidak menanggapi dengan serius kasus penembakan itu. Apabila sikap pemerintah Indonesia tidak memperlihatkan perubahan, kata Mubarok, mereka akan menghadirkan massa yang lebih banyak untuk melakukan aksi unjuk rasa di depan Kedubes Malaysia.
Dalam orasi itu, Mubarok juga menyerukan “ganyang Malaysia” yang diikuti peserta unjuk rasa. Selain melakukan unjuk rasa di depan Kedubes Malaysia, mereka menyatakan akan melakukan demo di depan kantor Kementerian P2MI pada pukul 14.00 WIB mendatang.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menceritakan kronologi penembakan lima warga Indonesia di Tanjung Rhu tersebut. Kronologi penembakan itu diperoleh dari pihak Malaysia. Judha mengatakan kelima WNI itu ditembak oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) di Tanjung Rhu pada pukul 03.00 pagi, Jumat, 24 Januari 2025. Dalam rombongan mereka terdapat 26 pekerja migran Indonesia yang berada di satu kapal.
APMM yang berpatroli lantas melakukan penembakan terhadap penumpang kapal saat berada di perairan Tanjung Rhu. Pihak APPM mengklaim penembakan itu dilakukan setelah para penumpang kapal diduga melakukan perlawanan. Insiden ini menyebabkan satu orang WNI meninggal dan empat orang lainnya terluka.
KBRI Kuala Lumpur menanggapi insiden tersebut dengan mengambil langkah untuk memastikan perlindungan terhadap WNI yang terdampak. Kementerian Luar Negeri RI juga telah mengirimkan nota diplomatik kepada pihak Malaysia untuk mendorong dilakukannya penyelidikan menyeluruh, termasuk menyoroti kemungkinan adanya penggunaan kekuatan berlebihan.
“Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kuala Lumpur akan terus memantau perkembangan kasus ini serta memberikan pendampingan kekonsuleran dan hukum guna memastikan terpenuhinya hak-hak WNI dalam sistem hukum di Malaysia,” kata Judha.
Pilihan Editor:
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.