Usai Bertemu Biden, Prabowo Tegaskan RI Jaga Kedaulatan di Laut Cina Selatan

2 days ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengatakan akan selalu menjaga kedaulatan Indonesia ketika ditanya tentang masalah Laut Cina Selatan. Ia menambahkan kemitraan lebih baik dibandingkan konflik. "Kami menghormati semua kekuatan," ujarnya dilansir dari Reuters, usai bertemu Presiden AS Joe Biden di Washington, Rabu, 13 November 2024.

Komentar Prabowo muncul setelah kementerian luar negeri RI menekankan bahwa Indonesia tidak mengakui klaim Cina atas Laut Cina Selatan. Prabowo akhir pekan lalu telah menandatangani kesepakatan maritim dengan Beijing.

Beijing telah lama berselisih dengan negara-negara Asia Tenggara atas Laut Cina Selatan. Beijing mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan berdasarkan "sembilan garis putus-putus" pada petanya yang memotong zona ekonomi eksklusif (ZEE) beberapa negara.

"Kami menghormati semua kekuatan, tetapi kami akan selalu menjaga kedaulatan kami. Namun, saya memilih untuk selalu mencari kemungkinan kemitraan," kata Prabowo, yang telah berulang kali mengatakan bahwa ia akan menjalankan kebijakan luar negeri yang tidak berpihak.

"Kemitraan lebih baik daripada konflik," katanya kepada wartawan.

Prabowo, yang sedang dalam lawatan pertamanya sejak menjabat bulan lalu, bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping di Beijing pada akhir pekan. Kesepakatan pembangunan maritim yang ditandatangani oleh Cina dan Indonesia menyatakan bahwa mereka telah mencapai kesepahaman bersama tentang pembangunan bersama di area-area yang saling klaim.

Menurut laporan VOA, Gedung Putih memberikan komentar soal sikap Biden secara khusus merujuk pada kesepakatan ini dalam pertemuannya dengan Prabowo.  "Kami terus mendorong Indonesia untuk bekerja sama dengan para ahli hukum mereka guna memastikan setiap perjanjian yang mereka buat dengan Cina sesuai dengan hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre.

Beijing mengklaim hampir seluruhnya rute pelayaran utama, yang melanggar ZEE Indonesia, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina. Semua kecuali Indonesia secara resmi membantah klaim Cina sementara Taiwan mengajukan klaim atas laut tersebut yang serupa dengan klaim Beijing.

"Ini masalah besar bagi Indonesia, sebagai negara non-penggugat dalam sengketa Laut Cina Selatan yang mendukung konsep Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata Klaus Heinrich Raditio, penulis tentang isu Laut Cina Selatan dan dosen di Sekolah Filsafat Driyarkara Indonesia. "Orang-orang akan mempertanyakan posisi kami," ujarnya kepada VOA.

Kementerian Luar Negeri Indonesia mengklarifikasi pada Minggu Minggu bahwa mereka tetap teguh dalam menolak sembilan garis putus-putus Cina.  Klaim Beijing, kata pemerintah Indonesia, tidak sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982 dan karenanya tidak ada kaitannya dengan kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia atas Laut Natuna Utara.

Menurut Kemlu, kesepakatan Jakarta dengan Beijing menyoroti fase baru pembangunan komunitas Cina-Indonesia dengan masa depan bersama. 

Menurut laporan VOA, tidak ada kejelasan soal apakah muatan perjanjian itu merupakan isyarat yang disengaja tentang pergeseran geopolitik atau sekadar kelalaian dari pemerintahan baru yang ingin memperkuat hubungan dengan negara-negara besar. Kedutaan Besar Indonesia di Washington belum menanggapi pertanyaan VOA.

"Kemungkinan besar, ini adalah kesalahan birokrasi," kata Raditio. "Kita terlalu memperhatikan kerja sama ekonomi. Berapa banyak investasi yang dapat kita tarik dari Tiongkok? Kita agak mengesampingkan isu-isu penting lainnya."

Savero Ariestia Wienanto berkontribusi dalam artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |