JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penghapusan kuota impor, ditegaskan tidak bermaksud untuk membuka keran impor besar-besaran. Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menjelaskan maksud Presiden Prabowo Subianto menghapus kuota impor, agar volume impor tidak lagi dimonopoli pihak tertentu.
Sudaryono menegaskan bahwa kebijakan ini justru ditujukan untuk membongkar praktik-praktik rente yang selama ini tersembunyi di balik sistem kuota. Selama ini, kata dia, mekanisme kuota hanya memberi keuntungan pada segelintir pihak yang memiliki akses istimewa. “Volume impor yang ditetapkan berdasarkan neraca komoditas, nantinya bisa diakses siapa saja. Tidak lagi eksklusif untuk orang-orang tertentu. Ini untuk mendorong keadilan dan menghentikan praktik monopoli,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (11/4/2025).
Politikus Partai Gerindra yang juga menjabat Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah itu menepis anggapan bahwa kebijakan ini adalah jalan tol bagi impor besar-besaran. Menurutnya, pemerintah tetap berkewajiban menjaga produksi dalam negeri. “Baik pangan, teknologi, maupun sandang, tetap akan kita lindungi. Tapi sistemnya kita perbaiki agar tidak lagi tersandera kepentingan-kepentingan tertentu,” katanya.
Sudaryono menyebutkan bahwa industri nantinya bisa mengimpor komoditas sesuai kebutuhan secara langsung, tanpa melalui mekanisme kuota yang selama ini disalahgunakan sebagai alat kontrol dan sumber rente oleh pihak-pihak tertentu.
Gagasan penghapusan kuota impor pertama kali disampaikan Presiden Prabowo dalam forum Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, pada Selasa (8/4/2025). Dalam pidatonya, Prabowo menyoroti betapa sistem kuota sering dijadikan alat permainan elit.
“Siapa yang mau impor daging, silakan. Siapa saja boleh. Jangan lagi pakai sistem kuota-kuota yang hanya memberi hak pada perusahaan A, B, C, dan D. Sudahlah, kita ini orang Indonesia, kita tahu betul itu semua hanya akal-akalan,” kata Prabowo disambut tepuk tangan peserta forum.
Meski tak merinci siapa yang dimaksud, pernyataan Prabowo merujuk pada praktik lama yang kerap menjadi sumber polemik. Berdasarkan penelusuran Tempo, sistem kuota impor di sejumlah komoditas seperti daging, bawang putih, dan ikan salmon, terbukti menjadi ladang korupsi. Perusahaan yang tak mendapat kuota seringkali dipaksa membeli izin dari pemegang kuota dengan harga tinggi. Akibatnya, biaya distribusi membengkak dan harga di pasar melonjak.
Penghapusan sistem kuota diharapkan dapat memangkas mata rantai rente tersebut dan membuka peluang persaingan yang lebih sehat di pasar. Pemerintah mengklaim bahwa langkah ini menjadi bagian dari reformasi struktural di sektor pangan dan perdagangan.