TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto resmi melantik jajaran menterinya di Kabinet Merah Putih periode pemerintahan 2024-2029 pada Senin, 21 Oktober 2024. Namun, belum sepekan menjabat, sejumlah menteri Prabowo sudah mendapatkan sorotan publik lantaran dinilai blunder.
Para menteri Prabowo itu yakni Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, dan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto.
Blunder, sebagaimana didefinisikan Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI sebagai kesalahan serius atau memalukan yang disebabkan oleh kebodohan, kecerobohan, atau kelalaian, barangkali layak disematkan kepada ketiga menteri anyar tersebut.
Bagaimana tidak, usai dilantik oleh Prabowo, Yusril mengatakan peristiwa kekerasan pada 1998 tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat. Menurut dia, tidak semua kejahatan HAM bisa disebut sebagai pelanggaran HAM berat meskipun melanggar HAM.
Tak hanya itu, Yusril juga mengatakan bahwa tidak ada kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Air dalam beberapa puluh tahun terakhir. Sebab baginya yang dikategorikan pelanggaran HAM berat adalah genosida atau pelenyapan etnis (ethnic cleansing).
“Pelanggaran HAM berat itu kan genosida, ethnic cleansing. Mungkin terjadi justru pada masa kolonial, pada waktu awal kemerdekaan kita (pada) 1960-an,” kata Yusril seusai pelantikan sebagai anggota Kabinet Merah Putih, Senin lalu.
Pernyataan Yusril itu segera mendapat kritik dari sejumlah elemen. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyebut Yusril tak memiliki pemahaman undang-undang yang benar. Kata dia, seorang pejabat pemerintah tak pantas mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang HAM.
“Itu tidak mencerminkan pemahaman undang-undang yang benar,” tutur Usman dalam jawaban tertulis kepada Tempo, pada Senin, 21 Oktober 2024.
Setelah menuai kritik, Yusril kemudian mengklarifikasi pernyataannya soal peristiwa 1998 bukan pelanggaran HAM berat tersebut. Yusril merasa pernyataannya disalahpahami, sebab dia mengklaim tidak terlalu mendengar pernyataan wartawan.
“Kemarin tidak begitu jelas apa yang ditanyakan kepada saya apakah terkait masalah genocide atau kah ethnic cleansing? Kalau memang dua poin itu yang ditanyakan, memang tidak terjadi pada waktu 1998,” kata Yusril di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.
Yusril pun menegaskan pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka bakal mengkaji seluruh rekomendasi dan temuan pemerintah-pemerintah terdahulu soal peristiwa 1998. Begitu juga dengan pernyataan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mengakui pelanggaran HAM berat pada 1998.
Eks Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini akan berkoordinasi dengan Menteri HAM Natalius Pigai. Ia juga akan mendengar kembali pernyataan Komnas HAM. Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ini mengaku paham betul Undang-undang Pengadilan HAM karena ikut merumuskan.
“Percayalah bahwa pemerintah punya komitmen menegakkan masalah-masalah HAM itu sendiri,” kata Yusril.
Selanjutnya: Blunder Natalius Pigai