
YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Daerah Istimewa Yogyakarta menghadapi persoalan krusial di tahap penyediaan pangan. Hingga akhir September 2025, tak ada satu pun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baik di Kota Yogyakarta maupun Kabupaten Bantul yang sudah mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Padahal, sertifikat tersebut menjadi syarat mutlak agar dapur penyedia makanan dinyatakan layak secara kebersihan, sanitasi, dan keamanan pangan. Sertifikat inilah yang seharusnya menjamin kualitas mulai dari sarana prasarana dapur, proses pengolahan, hingga distribusi makanan yang dikonsumsi anak sekolah, ibu hamil, dan balita penerima MBG.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, mengakui hingga kini 13 SPPG yang beroperasi sejak Mei 2025 di wilayahnya belum satu pun yang memegang SLHS. Sementara satu dapur lagi dijadwalkan mulai beroperasi awal Oktober.
“Seluruh SPPG wajib punya sertifikat. Paling lambat Oktober ini, semuanya sudah harus selesai,” tegas Wawan, Selasa (30/9/2025).
Menurutnya, Pemkot Yogyakarta sudah berkoordinasi dengan Kemendagri agar persoalan ini segera dituntaskan. Meski demikian, ia menyebut kondisi di lapangan masih “landai” tanpa gejolak berarti, meski ada kendala teknis, terutama kesulitan mencari lokasi dapur yang sesuai standar dengan biaya sewa yang tinggi.
Di sisi lain, Pemkot Yogyakarta menargetkan hingga akhir tahun total ada 42 SPPG yang berdiri untuk memenuhi kebutuhan program MBG. Namun pencapaian itu diakui bukan perkara mudah.
Sementara itu, kondisi serupa juga terjadi di Bantul. Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Bantul, Samsu Aryanto, menyebut hingga kini belum ada SPPG di wilayahnya yang mengantongi SLHS. Baru dua dapur yang mengajukan izin, itupun masih dalam tahap proses verifikasi.
“Pengajuan SLHS tidak bisa instan. Ada tahapan yang harus dilalui mulai dari inspeksi lingkungan, uji kualitas air, pelatihan pegawai, sampai kepemilikan sertifikat pangan. Semua diverifikasi petugas Dinkes sebelum bisa diajukan lewat OSS,” jelasnya.
Samsu menambahkan, beberapa SPPG di Bantul sebelumnya merupakan usaha katering yang sudah punya SLHS. Namun begitu berubah status menjadi SPPG, mereka tetap wajib mengurus sertifikat baru.
Di Kota Yogyakarta, pengawasan terhadap dapur penyedia MBG telah dilakukan melalui inspeksi kesehatan lingkungan oleh tenaga sanitasi dan puskesmas. Pemeriksaan mencakup kualitas udara, penggunaan bahan tambahan pangan, hingga proses pengolahan makanan. Namun, tanpa sertifikat resmi, jaminan keamanan pangan masih belum bisa dinyatakan sah secara administratif.
Kepala Dinkes Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, menegaskan bahwa pemantauan terus dilakukan sejak tahap persiapan sarana, pemilihan bahan, hingga distribusi makanan. “Kami mengawal agar semua prinsip higiene dan sanitasi pangan benar-benar diterapkan,” ujarnya. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.